Refleksi Puputan Margarana, Akademisi-Aktivis: Ikhlas Berkorban dan Kompetitif

Peringatan ke-76 Puputan Margarana. Tampak Wagub Bali, Cok Ace menaburkan bunga di salah satu monumen perjuangan di Taman Pujaan Bangsa Margarana, Tabanan, Bali. (Balinesia.id/ist)

Denpasar, Balinesia.id – Peringatan ke-76 Puputan Margarana, 20 November 2022 dimaknai beragam oleh akademisi yang juga aktivis kebangsaan. Peristiwa heroik tersebut diharapkan dapat menjadi refleksi agar krama Bali, khususnya generasi muda dapat meneladani sikap-sikap para pahlawan, dua di antaranya adalah ikhlas berkorban dan kompetitif.

Ketua Stispol Wira Bhakti yang juga ketua Dewan Harian Daerah (DHD) 45, Prof. Dr. I Wayan Windia, kepada Balinesia.id, Minggu, 20 November 2022 mengatakan bahwa Puputan Margarana memberi cermin kepada masyarakat Bali agar senantiasa memupuk keikhlasan di dalam diri, utamanya bagi bangsa.

“Dahulu pada era Perang Kemerdekaan, leluhur kita memang terpanggil untuk memberi kepada bangsanya. Itulah sekarang yang disebut dengan wawasan kebangsaan. Sebuah wawasan bahwa pada saat-saat yang diperlukan kita harus memberi kepada bangsa, ikhlas berkorban untuk bangsanya, dan mementingkan kepentingan di atas kepentingan lainnya,” katanya.

Baca Juga:

Menurut pengamatan guru besar emeritus di Universitas Udayana ini, pengaruh eksternalitas mengakibatkan generasi muda sekarang memiliki pikiran dan hati yang cenderung penuh dengan harapan-harapan, seperti harapan kebebasan, demokrasi, HAM, maupun kesejahteraan.

Harapan-harapan tersebut dipandang sebagai hal yang sah, namun di sisi lain kesadaran kebangsaaan generasi muda juga harus dibangun, bahwa kemerdekaan yang berhasil dicapai oleh bangsa ini bukanlah pemberian yang tiba-tiba jatuh dari langit.

“Kemerdekaan ini, dibangun dengan tetesan darah. Korban sangat banyak berjatuhan. Di Bali gugur lebih dari 1.371 orang, dari 24 ribu orang pejuang yang terlibat dalam Perang Kemerdekaan, dan saat itu yang luka satu juta penduduk Bali. Belum terhitung pejuang yang cacat seumur hidup karena disiksa musuh, belum terhitung istri-istri yang menjadi janda, dan anak-anak yang menjadi yatim dan yatim-piatu,” kata Windia.

Oleh karena itulah ia mengingatkan bahwa “Pusaka” yang diwariskan oleh para pejuang kemerdekaan harus dijaga oleh penerusnya. Pusaka tersebut Pancasila, UUD RI 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Para pejuang menyebutnya sebagai tri pusaka bangsa. Sekarang dikembangkan menjadi Empat Pilar Kebangsaan. Jadi, di samping memiliki harapan-harapan pemuda juga harus taat menjaga warisan masa lalu bangsanya itu. Masa depan bangsa, tidak boleh menyimpang dari masa lalu bangsanya,” katanya.

“Bila kita melupakan masa lalu, maka kita akan kehilangan arah dalam menata masa depan. Pembangunan masa depan bangsa harus merupakan pengamalan dari Pancasila, sebagai warisan para pejuang kemerdekaan,” tambah Windia.

Pandangan yang tidak jauh berbeda dinyatakan akademisi Universitas PGRI Mahadewa Indonesia yang juga Ketua Pemuda Panca Marga (PPM) Bali, Dr. I Made Gde Putra Wijaya. Tokoh asal Gerih, Badung, yang masih keturunan pejuang kemerdekaan ini menilai bahwa peringatan Puputan Margarana ke-76 sangat bermakna, khususnya bagi generasi penerus bangsa.

 Baca Juga:

“Peringatan ini amat penting untuk merenungkan dan mengenang kembali jasa-jasa pahlawan nasional kita, Bapak I Gusti Ngurah Rai beserta pasukannya, bahwa semangatnya yang pantang menyerah dan rela berkorban demi mempertahankan kemerdekaan itu suatu yang perlu dimaknai dalam menghadapi tantangan hidup saat ini,” ketanya.

Ia menjelaskan, jika para pahlawan dahulu berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, maka peluang dan tantangan lain bagi generasi muda saat ini yang telah mengecap kemerdekaan sudah di depan mata. Peluang dan tantangan yang harus diisi dan dimanfaatkan dengan baik oleh generasi muda adalah upaya untuk mengisi kemerdekaan tersebut dengan berbagai aktivitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara.

“Banyak hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupan, seperti meningkatkan kualitas diri lewat pendidikan. Di samping itu, saat ini generasi muda penerus bangsa wajib meneladani semangat yang dimiliki oleh para pejuang itu,” kata tokoh yang kini banyak berkiprah di dunia pendidikan ini.

Putra Wijaya mengingatkan, insan-insan muda bangsa yang terpelajar wajib merebut kesempatan kerja sesuai skill yang dimiliki dan berkompetisi di dunia global. Generasi muda Bali, khususnya Indonesia tidak boleh pesimistis berhadapan dengan dunia.

“Generasi muda yang telah melewati jenjang pendidikan, wajib hukumnya merebut kesempatan kerja sesuai skill yang dimiliki, mereka harus berjuang seperti halnya yang dilakukan oleh para pejuang dulu,” tandasnya. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories