Momentum bagi Presiden Joko Widodo, Bersih-bersih kabinet Dinantikan!

Ekonom konstitusi Defiyan Cori (Balinesia)

Telah tiga (3) bulan dalam kurun waktu setahun, kita lewati kehidupan berbangsa, bernegara, berkelompok/berorganisasi dan berkeluarga ditingkat terkecil (mikro) untuk menjalani kehidupan sehari-hari. Banyak hal yang telah terjadi dan akan ada peristiwa tidak pasti akan dihadapi oleh semua pihak, individu maupun kelompok.

Dalam kehidupan yang kita jalani setiap hari ini, mulai dari bangun tidur (setelah dimatikan sementara), melakukan kegiatan rutin dan menghasilkan sesuatu, lalu pada malam hari kembali ke pembaringan menanti esok hari lagi. Begitulah yang selalu dari hari ke hari sebagai manusia apapun status sosial harus dijalani diberikan kesempatan oleh Tuhan Yang Maha Esa, Maha Pencipta. Ada yang berhasil mencapai sasarannya atau targetnya sehari-hari secara maksimal dan ada yang dibawah harapan atau tidak tercapai sama sekali.

Dalam teori produksi yang dipelajari dibangku sekolah maupun kuliah di kampus atau Perguruan Tinggi dikenal istilah IPO, yaitu input (masukan), proses dan output (hasil) dari kegiatan yang dilakukan secara rutin, hari ke hari (day per day) sampai sasaran tahunan yang hendak dicapai.

Maka, dalam suatu organisasi resmi (formal) maupun tidak resmi (non formal) ada pembagian peran dan fungsi masing-masing orang yang berinteraksi mengelola kegiatan rutin itu (manajemen) dengan seorang atau beberapa orang pimpinan berdasar tingkatan susunan (struktur) yang telah ditetapkan. Inilah yang bekerja atau bahasa agamanya melakukan ikhtiar, berkegiatan, memproduksi barang dan jasa sehari-hari secara rutin (proses) untuk mencapai hasil (output) yang diharapkan tentu dengan syarat adanya faktor masukan (input) tertentu.

Ditingkat keluarga, pimpinan Rumah Tangga adalah Ayah (suami) dengan para anggotanya adalah Ibu (istri) dan anak-anak. Di atas organisasi keluarga, urutannya ada Rukun Tetanggga (RT), Rukun Warga (RW), Kelurahan/Desa, Kecamatan, Kota/Kabupaten, Provinsi dan yang tertinggi Negara. Masing-masing tingkatan organisasi ini memiliki pimpinan dan membagi peran fungsinya dalam berproses untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tahunan.

Itulah sebabnya, membangun sebuah keluarga yang berkualitas peran dan fungsi orang tua (Ayah dan Ibu) sangat penting dalam memenuhi segala kebutuhan anak-anak sehari-hari dalam mencapai cita-cita di masa depan. Tanpa berproses, berikhtiar, berusaha, berproduksi sekuat tenaga takkan mungkin mendatangkan hasil apapun! Ditengah proses itu, ada berbagai peluang dan tantangan karena adanya pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ada juga kejadian atau musibah diluar kendali manusia yang harus diambil pelajaran, hikmah dan kebijaksanaan pimpinan.

Hikmah Dan Kebijaksanaan

Pada tahap inilah, maka berbagai ide maupun gagasan perubahan dan perbaikan yang hendak diterapkan dikaji secara hati-hati tidak hanya dari sisi aturan (normatif), tapi juga tawaran penyelesaiannya (solusi). Isu dan masalah terkini yang banyak disorot oleh masyarakat hanya dipahami oleh sebagian kelompok terdidik seharusnya menjadi pemahaman masyarakat umum lainnya. Oleh karena itu, penggunaan bahasa haruslah dipahami mereka agar kelangsungan proses interaksi dapat menjamin tercapainya hasil yang diharapkan dimasa depan. 

Ada istilah IPO juga atau kepanjangan dari Initial Public Offering yang berasal dari bahasa asing (pengaruh luar) terkait dengan posisi kepemilikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lalu, terkait Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbaharukan (RUU EBET) yang sedang dibahas panitia kerja (panja) Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terdapat istilah power wheeling yang juga tidak dipahami publik.

IPO BUMN jelas tidak dipahami oleh masyarakat umum, tapi penjualan sebagian saham negara di BUMN (yang juga milik masyarakat) ke pasar formal yang bernama Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam bentuk kertas dengan jumlah nominal tertentu mungkin lebih dipahami.

Menggunakan jaringan milik Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dibangun oleh negara diperuntukkan bagi pembangkitan swasta mungkin lebih dimengerti masyarakat ketimbang power wheeling. Atau ibarat jalan raya bebas hambatan yang dibangun pemerintah tapi kemudian dikelola oleh pihak perusahaan swasta (korporasi) nasional/asing dengan membayar sejumlah tertentu (Tol). 

Dalam hal inilah, mungkin istilah Tol Listrik lebih tepat digunakan dibanding power wheeling. Istilah-istilah asing ini tentu bisa diperbaiki oleh yang berwenang (Pemerintah-DPR) karena masih dalam kendali proses manusia, akan beda hasilnya kalau bukan hasil kerja manusia, misalnya musibah dan bencana alam.

Presiden Joko Widodo sebagai pimpinan keluarga besar, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) membutuhkan dukungan para pembantu yang kompeten dan loyal. Sebagaimana halnya keluarga disebuah Rumah Tangga tidak mungkin Presiden menjalankan ikhtiarnya tanpa dukungan anggota kabinet dan masyarakat.

Perilaku jumawa, bermewah-mewahan pesta pora (hedonis), serta pamer kuasa dan kekayaan para pegawai dan pejabat negara saat ini disorot tajam masyarakat. Sorotan masyarakat ini terjadi akibat ulah seorang anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan yang melakukan penganiayaan kepada seorang anak remaja lain secara semena-mena dan membangga-banggakan jabatan serta kekayaan ayahnya.

Kasus ini telah membuat masyarakat bertanya-tanya dan jelas curiga atas besarnya harta kekayaan pejabat Ditjen Pajak dan sumber perolehannya berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang tengah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada Hari Kamis, 2 Maret 2023 Presiden langsung bereaksi dengan memerintahkan Kementerian dan Lembaga untuk yang dipimpin para Menteri dan Kepalanya melakukan bersih-bersih. Tentu saja, jika perilaku ini terus dibiarkan, dikhawatirkan membuat pemerintah dibawah pimpinan Presiden Joko Widodo akan kehilangan kepercayaan publik.

Presiden telah mengambil langkah hikmah dan kebijaksanaan, masyarakat menunggu kebijakan para pembantunya, yaitu para Menteri dengan kesadaran yang tinggi sebagaimana masyarakat juga dituntut untuk patuh dan taat. Budaya malu harus diterapkan pada kepemimpinan akibat sebuah kelalaian bahkan pengabaian yang telah dilakukan oleh para pejabat.

Sebagaimana halnya pejabat negara di Jepang yang mundur dari jabatannya sebagai pertanggunjawaban dan rasa malu kepada masyarakat, apalagi negara kita berPancasila! Tanpa itu, mustahil bersih-bersih yang diharapkan Presiden Joko Widodo akan tercapai dalam pemerintahannya.

Last but not least, masukan (input) dalam melakukan proses apapun dalam interaksi kehidupan akan mempengaruhi baik buruknya keluaran/hasil (output) dan bahasa sebagai alat komunikasi memegang peran kunci. Tanpa masukan (input) yang baik dan berkualitas atas berbagai proses interaksi dan berproduksi dalam sebuah perusahaan, maka hasilnya akan tidak baik, cacat dan rusak. Demikian pula halnya dalam merekrut SDM dalam sebuah organisasi kabinet pemerintahan, kalau hanya mengandalkan titipan kepentingan, baik partai politik maupun lembaga asing internasional takkan mungkin akan mendapatkan kompetensi dan loyalitas tunggal.

Inilah momentum juga bagi Presiden Joko Widodo untuk membenahi organisasi kabinetnya dalam mencapai hasil terbaik melalui pendekatan masukan (input), proses dan keluaran (output) optimal. Jangan sampai musibah atau bencana diluar kendali kita sebagai manusia menimpa bangsa dan negara akibat ulah moralitas pimpinan kementerian/lembaga negara yang rusak! 

Selamat melakukan bersih-bersih kepada para pembantunya Bapak Presiden yang kami hormati, semoga ALLAH, Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kekuatan! Mari kita bersama-sama mengambil hikmah dan kebijaksanaan yang terdapat pada sila ke-4 Pancasila demi masa depan Indonesia lebih baik dan maju! (*)
 

*Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta


Related Stories