Kebutuhan Skema Power Wheeling Dalam RUU EBT Untuk Siapa?

Ekonom konstitusi Defiyan Cori (Balinesia)

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menilai skema power wheeling atau penggunaan bersama jaringan transmisi sudah semakin mendesak. Pertanyaannya mendesak untuk kebutuhan apa dan kepentingan siapa sehingga perlu ditangani segera?

Kalau memang kebutuhan permintaan listrik bersih dari pelanggan industri semakin meningkat, maka kenapa harus menggunakan skema pemanfaatan jaringan daya Badan Usaha Milik Negara Perusahaan Listrik Negara (BUMN PLN). Bukanlah selama ini pemerintah telah terlalu baik memberikan ruang kebijakan bagi perusahaan pembangkitan independen/swasta melalui skema Take Or Pay (TOP).

Maka, dorongan atau inisiatif Kementerian ESDM dalam skema pemanfaatan jaringan bersama (power wheeling) milik BUMN PLN yang dimasukkan ke dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) justru tidak masuk akal. 

Pemanfaatan jaringan daya PLN itu secara matematis akan membabani keuangan PLN dalam jangka pendek. Sedangkan, dalam jangka panjang bisa saja usaha inti.(core business) BUMN PLN akan diamputasi oleh IPP. Dan, tentu saja negara akan dirugikan atas investasi infrastruktur kelistrikan dan penjualan listrik ke pelanggan berpotensi berkurang.

Bahkan, alasan yang disampaikan oleh Arifin Tasrif bahwa aturan skema  powe wheeling dalam RUU EBT untuk mempercepat penambahan pembangkit EBT dan mendongkrak bauran energi bersih sungguh mengada-ada. 

Apabila memang IPP turut serta dalam kebijakan transisi energi bersih (green energy) kenapa harus BUMN PLN yang berkorban dimanfaatkan peralatan atau harta kekayaan (asset) -nya. 

Bukankah pemerintah dapat mendorong perusahaan pembangkitan independen/swasta untuk melakukan investasi pembangunan infrastruktur jaringan dayanya?. (*)

* Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta


Related Stories