Kebijakan Perhubungan dan Pengaturan Lalu Lintas di Jalan Raya

Ekonom konstitusi Defiyan Cori (Balinesia)

Traffic light (TL) atau lampu merah di dekat lokasi kecelakaan maut truk tangki Pertamina di Jalan Alternatif Transyogi Cibubur Bekasi serta merta menjadi sorotan publik. 

Sorotan ini semakin kuat saat pihak Kepolisian Republik Indonesia menyampaikan penilaian, bahwa pemasangan lampu merah itu tidak layak. Sementara itu, seperti yang disampaikan kepada media, pada Hari Selasa tanggal 19 Juli 2022 (sehari pasca tragedi maut), traffic light dikeluhkan warga karena penempatannya di jalur menurun sering bikin pengendara kagok.

Kita memang harus turut prihatin (atas kecelakaan maut), yang menurut warganya lampu merah itu agak bikin kagok. Sekaligus juga apresiasi atas langkah cepat jajaran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina, khususnya sub holding PT. Pertamina Patra Niaga (PPN) dalam menyelesaikan kecelakaan truk tangki tersebut dan membantu para keluarga korban akibat kecelakaan yang tidak dikehendaki oleh siapapun. 

Meskipun, peristiwa kecelakaan yang terjadi di wilayah tersebut adalah yang kedua kalinya. Dan, menurut salah seorang warga asal Kota Wisata, Deny Raharjo, dalam konferensi pers yang digelar oleh Forum Warga Cibubur, tanggal 19 Juli 2022, dia sendiri merasa kagok melewati jalan itu.

Namun, sebaiknya publik tidak bisa reaktif begitu dan berpolemik menimpakan kesalahan hanya pada satu pihak saja, apalagi kemudian menyalahkan keberadaan TL pada posisi saat ini dan merupakan jalur turunan. Mengacu pada ketentuan Pasal 1, ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) dinyatakan: "Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

Terkait dengan TL, dijelaskan pada ayat 6, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.

Sedangkan dalam soal pembinaan, maka Pasal 5-13 menjelaskan, bahwa Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah, termasuk Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota). Maka itu, dalam Pasal 14-28 dijelaskan kewenangan teknis jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, termasuk persyaratan adanya rencana induk.

Dengan kata lain,  pembangunan TL dan segala perangkat rambu lalu lintas menjadi tanggung jawab koordinatif antara Kementerian Perhubungan, Kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Artinya, TL di lokasi kecelakaan maut Transyogi Cibubur harus diteliti dan diselidik secara hati-hati dan seksama supaya tidak ada opini yang "gebyah uyah" atau sembarangan melemparkan tuduhan dan berlepas tangan atas kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang.

Pemasangan TL sebagaimana ketentuan UU LLAJ jelas dinyatakan adalah tugas pokok dan fungsi dari Kementerian Perhubungan yang harus berkoordinasi dengan Kepolisian RI dan Pemerintah Daerah setempat, atau tidak bisa dengan sembarangan kelompok masyarakat dalam mengajukan permintaan pemasangan TL. 

Sumber awal kecelakaan juga harus diungkapkan secara investigatif, jujur dan berkeadilan, jangan sampai publik menghakimi salah satu pihak saja, apalagi sampai menyalahkan pembangunan TL dan tidak melihat asal muasal proses pembangunannya.

Semoga kejadian kecelakaan maut ini dapat diambil hikmahnya oleh para pengendara kendaraan bermotor di jalur padat dan memahami fungsi TL, sekaligus meminta kepada pemerintah untuk mempermudah kewenangan pengelolaan lalu lintas mulai dari hulu sampai ke hilir kepada Kementerian Perhubungan saja,, termasuk penindakan pelanggaran lalu lintas di jalan.

 Kepolisian RI lebih difungsikan kepada tugas pokok utamanya, yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, sebab terlalu luas kewenangan kepolisian juga membuat kinerjanya tidak fokus, efektif dan efisien. *

*Defiyan Cori,  Ekonom Konstitusi, mantan Tim Perumus PPK/PNPM, Bappenas-Ditjen PMD- Kemendagri

 


Related Stories