Ekonomi & Pariwisata
Hadapi Tekanan Global, OJK Minta Perbankan Perkuat Tata Kelola dan Manajemen Risiko
Jakarta, Balinesia.id - Dalam menghadapi tekanan global terhadap perbankan Otoritas Jasa Keuangan OJK meminta kalangan bank agar memperkuat praktek-praktek perbankan yang sehat menjaga keseimbangan manajemen aset dan kewajiban, rasio modal yang memadai serta ketersediaan likuiditas yang aman .
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae menyampaikan itu usai menghadiri pertemuan Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) pada 22 – 23 Maret 2023 di Hong Kong.
Pertemuan BCBS membahas perkembangan terkini kondisi perbankan global yang sedang mengalami tekanan dan pentingnya perbankan embali pada praktek-praktek perbankan yang sehat.
- Luncurkan Mitme.id, Penakita Dukung UMKM Sukses Menjadi Tuan Rumah di Negeri Sendiri
- Luar Biasa, Kinerja BRI Di Tangan Duet Sunarso-Catur Catatkan Laba Bersih Rp51,4 Triliun
- Ingin Privasi Tetap Terjaga, Begini Cara Mengubah Tampilan Status Online di WhatsApp
"Dengan menjaga keseimbangan manajemen aset dan kewajiban, rasio modal yang memadai serta ketersediaan likuiditas pada rentang yang aman," tandasnya dalam keterangan tertulis Senin 27 Maret 2023.
Dalam pandangan BCBS, kondisi makroekonomi global saat ini sedang dalam tataran yang sangat dinamis.
Pergerakan inflasi global yang sedang meningkat akibat disrupsi rantai pasok komoditas dan energi telah direspons dengan kenaikan suku bunga di berbagai yurisdiksi.
- Perekonomian Bali Makin Menggeliat, BI Proyeksi Kebutuhan Uang Tunai saat Ramadhan Tembus Rp2,9 Miliar
- Jelang Lebaran, Cok Ace Ajak Masyarakat Tukarkan Uang di Layanan Resmi Perbankan
- Safari Sosialisasi Pencegahan KDRT Berimplikasi Stunting BKOW Provinsi Bali Berlanjut ke Klungkung
Kondisi demikian lanjut Dian Ediana Rae, pada gilirannya akan menekan pertumbuhan ekonomi global. Perubahan kondisi makro yang demikian cepat ini sangat memberi tekanan pada industri keuangan khususnya perbankan.
Penutupan Sillicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat yang pada dasarnya dipicu masalah teknis individu bank terkait mismatch asset & liabilities management yang tidak di-cover dengan ketersediaan likuiditas dan modal yang memadai telah memicu permasalahan psikologis dengan turunnya kepercayaan pada institusi keuangan.
Dampaknya, penurunan kepercayaan tersebut telah memberi efek rembetan pada beberapa bank lain dan menyebar lintas yurisdiksi.
Untuk itu, BCBS mengambil berbagai pembelajaran tersebut dengan antara lain mereview Basel Core Principle dengan menyepakati dimasukkannya aspek makroprudensial dalam prinsip-prinsip yang perlu mendapat perhatian industri perbankan global.
Ditekankan BCBS untuk kembali perlunya industri perbankan untuk kembali pada konsep dasar pengelolaan perbankan yang sehat dengan menjaga keseimbangan pengelolaan aset dan kewajiban (asset & liabilities management), senantiasa menjaga kecukupan modal sebagai penyangga risiko dengan mengantisipasi potensi kerentanan yang mungkin terjadi.
Selain itu, memastikan ketersediaan likuiditas yang memadai untuk menjaga kepercayaan nasabah, dan secara reguler melakukan stress test pada berbagai skenario.
BCBS menegaskan perlunya kerja sama antarotoritas untuk bertindak cepat dalam menghadapi permasalahan bank dalam rangka menjaga kestabilan sistem keuangan global.
Ditambahkan Dian Ediana, kerentanan yang saat ini terjadi di perbankan global terutama dipicu oleh kegagalan bank tertentu di Amerika Serikat dan Eropa tidak memiliki dampak signifikan terhadap industri perbankan Indonesia.
Berbagai indikator menunjukkan bahwa perbankan Indonesia dalam kondisi yang solid dengan rata-rata rasio prudensial yang tetap di atas rata-rata perbankan global.
Sebagai gambaran, pada posisi Januari 2023, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 25,93 persen dan sekitar 85 persen komponen modal masuk dalam klasifikasi modal inti (Tier 1 capital; CET 1).
Sedangkan secara perbandingan, rasio modal inti perbankan Amerika 13,52 persen dan Eropa sebesar 16,13 persen.
Kinerja likuiditas perbankan Indonesia terjaga dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net-Stable Funding Ratio (NSFR) masing-masing tercatat sebesar 232,22 persen dan 134,58 persen. ***