Presiden Kembali Ingatkan Kinerja Para Menteri Bidang Ekonomi Dan Industri

Ekonom konstitusi Defiyan Cori (Balinesia)

Presiden Joko Widodo kembali menyampaikan kekesalannya atau "kemarahannya" pada Sidang Kabinet Paripurna sebagaimana disiarkan dilaman Youtube Sekretariat Presiden, pada Hari Rabu, 6 April 2022.

Permasalahan yang disampaikan, yaitu soal kinerja para pembantunya yang bertanggungjawab di bidang ekonomi dan industri ternyata membuat kekisruhan dan keributan, yang kemudian puncaknya demonstrasi oleh para mahasiswa dengan korban 2 (dua) orang meninggal dunia di Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. 

Presiden ke-2 (setelah Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono) yang terpilih dalam mekanisme pemilihan umum langsung ini menanggapi secara tajam berbagai permasalahan ekonomi mutakhir yang menjadi perbincangan hangat ditengah masyarakat dan mendapatkan tanggapan cukup emosional, diantaranya secara khusus adalah soal minyak goreng dan permasalahan Bahan Bakar Minyak (BBM).

Peringatan Presiden pada para pembantunya ini meliputi, sebagai berikut:

1. Soal sikap, pernyataan dan kebijakan para Menteri yang harus memiliki sense of crisis (sensitif atau perasaan terhadap krisis) pada kesulitan-kesulitan rakyat. Jangan sampai para Menteri bekerja sebagaimana biasanya sebagai akibat ketidakpekaannya tersebut dan dianggap tidak melakukan apa-apa.

2.  Soal ketiadaan pernyataan dan komunikasi dari para Menteri yang berwenang atas permasalahan yang disorot masyarakat terkait kelangkaan minyak goreng (selama 4 bulan) dan kenaikan harga BBM yang tiba-tiba tanpa penjelasan awal yang berarti kepada masyarakat (mungkin saja kepada Presiden).

Terhadap 2 (dua) masalah utama yang selama awal Januari 2022 semakin menunjukkan indikasi kuat sebagai akibat kebijakan peralihan penggunaan sumber bahan baku untuk mendukung sektor energi, khususnya terkait alternatif sumber fosil, yaitu digunakannya kelapa sawit untuk produksi Biodiesel B30 adalah bahan bakar yang berasal dari campuran minyak sawit 30% dan minyak solar 70%. 

Dampak dari kebijakan B30 ini tentu saja porsi kelapa sawit sebagai sumber bahan baku minyak goreng akan mengurangi kebutuhan untuk memenuhi produksi minyak goreng dan kemungkinan besar produsen yang sama juga terlibat dalam proses pengolahan komoditas ini menjadi B30.

Kebijakan ini, sebenarnya adalah penugasan (mandatory) yang telah dijalankan sejak Tahun 2016 melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain (Permen ESDM 32/2008). Dalam Permen ini, Pemerintah mendorong pentahapan penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar lain untuk mencapai ketahanan energi nasional disebabkan oleh tingginya defisit transaksi berjalan dan mengurangi ketergantungan atas impor Minyak dan Gas Bumi.

Namun, faktanya yang terjadi adalah para Menteri tidak melakukan upaya apapun terkait imbal balik (trade off) kebijakan ini atau antisipasi dini atas dampak peralihan komoditas kelapa sawit ini terhadap kekurangan atau kelangkaan kebutuhan pokok masyarakat. Hal ini jelas menunjukkan para Menteri terpilih harapan Presiden Joko Widodo yang notabene berpengalaman dalam bidang masing-masing nya sesuai fakta yang terjadi justru membuktikan kinerja profesional yang buruk. 

Dan, permasalahan yang terjadi disektor energi ini tentu saja yang bertanggungjawab penuh atas kegagalan pelaksanaan kebijakan mandatory energi kaitannya dengan permasalahan minyak goreng adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemarinves) Luhut Binsar Panjaitan beserta jajaran dibawah koordinasinya.

Selain itu, Presiden juga mempersoalkan masalah komunikasi dan informasi kepada masyarakat yang cenderung diabaikan juga, sejak awal (kasus prasasti yang salah) banyak pihak mengingatkan Presiden Joko Widodo atas kinerja Menteri Sekretaris Negara, Pratikno tidak mengelola dengan baik, mulai dari bahan pidato Presiden apalagi berbagai peraturan per-Undang-Undangan yang kemudian membuat kegaduhan ditengah masyarakat dan diuji materikan (Judicial Review) oleh kelompok masyarakat ke Mahkamah Konstitusi, yang mutakhir adalah soal kebijakan Holding-sub holding BUMN dan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). 

Komunikasi publik ini tentu saja juga terkait dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. Apabila kita mengambil pengalaman dimasa pemerintahan Orde Baru, maka peran Menteri Sekretaris Negara dan Menteri Penerangan (Menkominfo saat ini) sangat tampak kinerja positifnya dalam memberikan penjelasan kepada masyarakat luas terkait berbagai kebijakan yang diambil pemerintah serta kesiapan masyarakat dalam menanggapinya.

Oleh karena itu, berbagai permasalahan yang sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama (2014-2019) telah terjadi dan terus berulang, maka tentu saja publik harus mendukung penuh kebijakan yang akan diambil oleh Kepala Negara terkait kinerja para pembantunya sendiri. Faktanya, memang  para Menteri yang sebagian besar dari partai politik dan pengusahalah sumber kegaduhan dan permasalahan ekonomi rakyat, bangsa dan negara serta beberapa diantaranya sedang berkonsentrasi dan berlomba-lomba untuk kepentingan suksesi politik Tahun 2024, dan kepentingan rakyat diabaikan!

Oleh karena itu, publik menunggu tindaklanjut sikap dan kebijakan Presiden Joko Widodo atas permasalahan kinerja para pembantu yang telah diperingatkan tersebut sebelum permasalahan ekonomi dan sosial semakin tidak terkendali. Rakyat akan mendukung Presiden memberikan hukuman (punishment) kepada para pembantunya yang justru bekerja diluar tupoksinya, seperti mensosialisasikan perpanjangan atau penambahan masa jabatan dan bahkan penundaan Pemilu dari Tahun 2024. (*)

*Defiyan Cori,  Ekonom Konstitusi, mantan Tim Perumus PPK/PNPM, Bappenas-Ditjen PMD- Kemendagri
 


Related Stories