Menko Luhut B. Panjaitan: Indeks Literasi Keuangan Indonesia di Bawah Malaysia

Luhut (TrenAsia)

Badung, Balinesia.id — Tingkat inklusi  keuangan digital di Indonesia sudah berada pada indikator yang sangat baik namun sayangnya belum  ditunjang tingkat literasi keuangan yang masih sangat jauh dibanding negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Berdasarkan data OJK pada 2019 Indeks Literasi Keuangan baru mencapai 38,03% dan Indeks Inklusi Keuangan 76,19%. Angka ini berbanding jauh dari Singapura di angka 98%, Malaysia 85%, dan Thailand 82%. 

Tingkat inklusi tinggi dengan literasi rendah menunjukkan potensi risiko yang begitu tinggi. Karena, meski masyarakat memiliki akses keuangan, sebenarnya mereka tidak memahami fungsi dan risikonya. Peningkatan literasi menjadi kunci agar tingkat inklusi yang sudah terjadi bisa berdampak lebih produktif dengan risiko minim. Inilah yang jadi pekerjaan kita bersama, antara pemerintah dan asosiasi,” ungkap ungkap Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan  dalam sambutan pada hari terakhir The 3rd Indonesia Fintech Summit (IFS) 2021 di Nusa Dua,  Bali, Minggu 12 Desember 2021.  

Pada sambutannya yang bertema “Innovation and Investment in Indonesia’s Digital Economy and Finance Ecosystem (Inovasi dan Investasi dalam Ekonomi Digital dan Ekosistem Keuangan Indonesia)”, Menko Luhut Binsar  Panjaitan menyatakan tingkat inklusi  keuangan digital di Indonesia sudah berada pada indikator yang sangat baik.

Sayangnya, grafik tersebut belum  ditunjang dengan tingkat literasi keuangan, yang menurut Menko Luhut Binsar Pandjaitan , masih sangat jauh dibanding negara tetangga  seperti Singapura dan Malaysia.

Tingkat inklusi tinggi dengan literasi rendah menunjukkan potensi risiko yang begitu tinggi. Karena, meski masyarakat memiliki akses keuangan, sebenarnya mereka tidak memahami fungsi dan risikonya.

Peningkatan literasi menjadi kunci agar tingkat inklusi yang sudah terjadi bisa berdampak lebih produktif dengan risiko
minim.

"Inilah yang jadi pekerjaan kita bersama, antara pemerintah dan asosiasi,” ungkap Luhut B. Pandjaitan.

Sementara itu, pemerintah dan asosiasi dapat menemukan satu benang merah, yakni terus mendongkrak inklusi  keuangan, agar semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan fintech, sementara di sisi lain juga  meningkatkan literasi keuangan digital.

Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin dalam sambutannya mengungkapkan pentingnya upaya-upaya peningkatan literasi, sembari mendorong peningkatan model bisnis yang ditopang oleh kebijakan yang afirmatif.

Wapres Ma'ruf Amin meminta seluruh pemangku kebijakan, khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (KemenKominfo), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan asosiasi-asosiasi, saya minta untuk berperan aktif dalam membantu  terciptanya kebijakan yang afirmatif.

"Kita ingin bersama-sama memajukan industri ekonomi dan keuangan  digital yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” ungkap Wapres Ma'ruf Amin.

Upaya-upaya ini tidak lain untuk menyambut perkembangan fintech di masa depan. Wapres Ma'ruf Amin mengutip  proyeksi Kementerian Perdagangan (Kemendag), bahwa sektor keuangan digital akan tumbuh delapan kali lipat di 2030, dari sekitar Rp 600 triliun menjadi Rp 4.500 triliun.

Pesan dari Queen Maxima  IFS 2021 yang digelar selama dua hari berhasil mengumpulkan lebih dari 80 pembicara nasional dan global.  Salah satu pembicara yang ikut urun gagasan adalah Permaisuri Belanda, Queen Maxima, yang juga adalah Advokat Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Keuangan Inklusif untuk Pembangunan.

Pada pidatonya yang berjudul “Digital Finance Innovation Role in Increasing Global Financial Inclusion (Peran Inovasi Keuangan Digital dalam Meningkatkan Inklusi Keuangan Global)”, Queen Maxima menekankan,

“Pemerintah punya peranan sangat penting untuk mengembangkan visi untuk masa depan dunia digital,  termasuk mengidentifikasi tata kelola yang dibutuhkan dan infrastruktur yang dibutuhkan.

Memberikan  infrastruktur yang terstandardisasi akan sangat mendukung sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). 
Salah satunya yang telah dilakukan di Indonesia dengan inovasi QRIS (Quick Response Code Indonesian  Standard) yang diluncurkan di 2019,” ujarnya. (roh) ***
 

Editor: Rohmat

Related Stories