Membedah Posisi Made Wianta dalam Seni Rupa Kontemporer Dunia di Art Moments Jakarta

Converese Moments: Golden Legacy Made Wianta menghadirkan pembicara Penulis dan Kurator Jean Couteau, Nicolaus F. Kuswanto direktur Galeri Zen1, serta Fair Director dan Co-Founder Art Moments Jakarta Sendy Wijaya. (Istimewa)

Jakarta, Balinesia.id  - Perhelatan mengupas kembali posisi seniman Bali almarhum Made Wianta digelar melalui Converese Moments: Golden Legacy Made Wianta di venue Art Moments Jakarta Online and Offline #3 di lantai 3 Art:1 New Museum & Art Space Jakarta Minggu 12 Juni 2022.

Kegiatan menghadirkan pembicara Penulis dan Kurator Jean Couteau, Nicolaus F. Kuswanto direktur Galeri Zen1, serta Fair Director dan Co-Founder Art Moments Jakarta Sendy Wijaya.

Dipandu moderator Yudha Bantono, Converese Moments: Golden Legacy Made Wianta  secara pelan-pelan menjawab tentang pertanyaan periodesasi, posisi Wianta dalam kancah seni rupa kontemporer dunia, pasar seni rupa global, edukasi publik seni rupa, serta strategi masa depan perjalanan Golden Legacy Made Wianta.

Nicolaus F. Kuswanto mengatakan, pada kenyataannya memang tidak begitu banyak publik penikmat seni rupa mengetahui secara dekat karya-karya perupa Made Wianta dalam periodisasi karya-karya yang telah ia lahirkan.  

Pada tataran keberadaan karya-karya yang telah beredar di tangan kolektor maupun publikasi lebih menunjukkan pada tren yang belum dikategorikan atau pada wilayah kategorisasi periode.

"Karya-karya itu seolah hadir sendiri-sendiri. Sangatlah disayangkan, bila selama ini banyak orang berfikiran ukuran periodisasi karya Made Wianta karena masa atau tahun karya itu dilahirkan," tukasnya.

Karena, Wianta dalam berkarya bisa melompat dari tahun ke tahun, bahkan mengulang periodisasi yang ia anggap belum selesai.

Jean Couteau, yang mengikuti perkembangan karya Made Wianta adalah seperti mengikuti perkembangan pemikirannya, yang sekaligus liar dan tertata.

Semuanya terurut meskipun terlihat melompat-lompat dari satu periode stilistik tertentu ke periode berikutnya.  Setiap periode dipengaruhi periode sebelumnya, bahkan elemen atau bentuk-bentuk sebelumnya ia kerap hadirkan kembali pada periode-periode yang menyusul.

Made Wianta adalah sosok seniman kreatif, bahkan setelah Lempard ia belum menemukan sosok seniman sekreatif seperti Wianta.

“Di dalam seni rupanya, seperti di dalam ciri karakternya, Wianta bersifat kreatif secara kompulsif di seputar dua kutub: kutub uneg-uneg yang “harus keluar”, dan kutub “sistem”, dimana semua tertata," ulas Jean Couteau.

Kedua kutub itu tampil dengan ekstrim. Kreativitasnya adalah ulak-alik dialektis antara dua unsur itu. Segi “letusan uneg-uneg” produktif di seni rupa, tetapi juga di luar seni rupa, terutama di dalam sastra dan musik.

Wianta menggarap karya-karya puisi yang ia sebut puisi rupa atau seni rupa dalam kata-kata yang ia namakan rupa kata.

Begitu halnya dalam hal bebunyian ia juga telah banyak menghasilkan karya-karya yang ia namakan rupa bunyi.

"Baik puisi maupun bunyi/musik ini  keluar secara meluap-luap sebagai bagian dari proses kreatif yang tak beda dengan seni rupa: harus keluar, apapun medium dan hasilnya, dan usai keluar, harus diberi bentuk”, imbuh Jean Couteau.

Made Wianta adalah sosok perupa Bali yang memiliki reputasi dunia. Karya-karya Made Wianta telah dipamerkan bahkan dikoleksi museum-museum terkemuka baik di Singapura, Jepang maupun di Swiss.

Made Wianta juga merupakan seniman yang telah mengukir sejarah panjang dalam pergerakan seni rupa kontemporer maupun modern. Wianta telah mengikuti berbagai ajang seni rupa bergengsi dunia, salah satunya adalah Biennale Vinesia Italia. Wianta secara aktif juga pernah memberikan kuliah tamu di beberapa universitas terkemuka di Amerika dalam program dialog budaya barat dan timur. 
***


Related Stories