Hiu dan Pari Banyak Diburu Pasar Nasional dan Internasional, KKP Lakukan Pengendalian

Hiu dan pari termasuk komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi dan tengah menjadi perhatian global, karena keberadaannya yang semakin terancam. (BRSDM KKP)

Jakarta, Balinesia.id - Kementerian Kelautan dan Perikanan terus meningkatkan pengendalian perdagangan hiu dan pari mengingat pari kekeh merupakan jenis dari ikan pari yang paling diminati karena sirip dan dagingnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi di pasar dagang nasional maupun internasional.

Demikian juga, jenis hiu dan pari lainnya yang kerap diburu oleh masyarakat pesisir Jawa dan Kalimantan.

KKP bahkan membekali aparatnya dengan kemampuan identifikasi jenis hiu dan pari agar kelestariannya terjaga.

Hiu dan pari termasuk komoditas perikanan yang bernilai ekonomi tinggi dan tengah menjadi perhatian global, karena keberadaannya yang semakin terancam.

Pada 20-21 Juli 2022, KKP menggelar Pelatihan Identifikasi Pari Kekeh, Pari Kikir serta Karkas Hiu dan Pari di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Muara Baru, Jakarta Utara (PPSNJZ) Pada 20-21 Juli 2022.

Kepala BRSDM I Nyoman Radiarta, menyatakan, kegiatan bertujuan meningkatkan keterampilan SDM dalam mengidentifikasi produk hiu dan pari sebelum dilalulintaskan ke pasar dagang nasional dan internasional.

“Pelatihan sejalan arah kebijakan KKP dalam menjaga kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan di sektor kelautan melalui penerapan ekonomi biru,” ungkap Nyoman Radiarta dalam keterangan tertulis, Minggu *24/7/2022),  .

Ajang ini guna memperkuat pengawasan terhadap perdagangan hiu dan pari. Pelatihan ini merupakan bentuk kerja sama antara KKP melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) serta Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) dengan Yayasan REKAM Nusantara dan Centre for Environment, Fisheries and Aquaculture Science (CEFAS) Inggris.

Pelatihan ini diikuti oleh 30 orang peserta yang terdiri dari penyuluh perikanan, pengusaha penangkapan ikan, serta Aparatur Sipil Negara (ASN) KKP dari Direktorat Pengelola Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).

Tema pelatihan ini didasari oleh potensi dan keanekaragaman sumber daya hiu dan pari Indonesia yang tinggi. Tercatat, 13 persen dari total produksi hiu dan pari dunia berasal dari Indonesia dengan nilai ekspor yang cukup signifikan, yaitu mencapai Rp1,4 triliun berdasarkan hasil kajian tahun 2018.

Kepala Pusat Pelatihan dan Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (Puslatluh KP) BRSDM Lilly Aprilya Pregiwati menerangkan, pengetahuan identifikasi penting adanya untuk memastikan hiu dan pari yang diperdagangkan bukan jenis yang dilindungi dan sudah sesuai dengan mekanisme perdagangan yang diatur dalam the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

Menurutnya, pari kekeh merupakan jenis dari ikan pari yang paling diminati karena sirip dan dagingnya memiliki nilai ekonomis yang tinggi di pasar dagang nasional maupun internasional. 
Begitu pula dengan jenis hiu dan pari lainnya yang kerap diburu oleh masyarakat pesisir Jawa dan Kalimantan.

Pari kekeh dan Pari kikir memiliki pertumbuhan lambat dan reproduksi yang rendah, spesies ini hidup di dasar perairan dengan habitat pesisir yang membuatnya lebih mudah ditangkap dan dieksploitasi secara berlebih.

"Untuk itu, dukungan terhadap kelestarian spesies ini menjadi hal yang krusial,” ujar Nyoman Radiarta.

Sebagai bentuk pengendalian pemanfaatan, KKP telah menerbitkan sejumlah aturan, diantaranya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 61 Tahun 2019 jo Permen KP Nomor  44 Tahun 2019 tentang Pemanfaatan Jenis Ikan Yang Dilindungi dan/atau yang Masuk Dalam Appendiks CITES dan Permen KP Nomor  10 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Kelautan dan Perikanan.

Plh. Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (Dit. KKHL) DJPRL Firdaus Agung menyampaikan, bersama BRSDM melalui Puslatluh KP telah menyusun rancangan Standar Kompetensi Nasional Indonesia (SKKNI) identifikasi hiu dan pari, yang nantinya akan saling melengkapi dengan bertambahnya kompetensi petugas melalui kegiatan peningkatan kapasitas.

Setelah SKKNI selesai dibuat dan ditetapkan serta dilakukan juga beberapa kali pelatihan dan bimbingan teknis. Harapannya dalam 1 hingga 2 tahun ke depan, SDM di Indonesia, yang berkepentingan dengan pemantauan hiu dan pari, dapat memastikan dan menjaga kualitas ekspor dengan persuratan yang legal. 

"Baik itu SDM di pemerintahan, pelaku usaha, maupun dari perguruan tinggi,” tutupnya. ***

 

Editor: Rohmat

Related Stories