Dirjen Bimas Hindu Canangkan Pusat Kajian Hindu Berbasis Sastra

Tangkapan layar seminar nasional "Taki-takining Sewaka Guna Widya" Prodi Sastra Jawa Kuna FIB Unud, Jumat, 11 November 2022. (Balinesia.id/jpd)

Denpasar, Balinesia.id – Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Hindu Kementerian Agama RI, Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si., mencanangkan pembentukan Pusat Kajian Hindu berbasis susastra Nusantara. Menurutnya, susastra Nusantara, khususnya sastra Jawa Kuna merupakan piranti budaya kelahirannya memiliki substansi terhadap penguatan dan pengembangan agama Hindu.

“Peran Sastra Jawa Kuna dalam literasi keagamaan sangat besar,” kata mantan Rektor IHDN Denpasar (kini UHN IGB Sugriwa) ini dalam seminar nasional “Taki-takining Sewaka Guna Widya: Pemajuan dan Penguatan Sastra Jawa Kuna di Tengah Persaingan Global” yang dilaksanakan serangkaian HUTke-64 Program Studi Sastra Jawa Kuna Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud), di Ruang Dr. Ir. Soekarno, Gedung Poerbatjaraka, FIB Unud, Jumat, 11 November 2022.

Baca Juga:

Duija yang hadir secara daring berkeyakinan bahwa sastra Jawa Kuna bukan persoalan karya imajinatif dan estetika semata, namun memiliki konten agama dan punya substansi dari pengembangan dan penguatan Agama Hindu di Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya meskipun saat ini bahasa Jawa Kuna bukan lagi menjadi komunikatif, ia akan selalu hidup sepanjang Agama Hindu masih ada.

“Sastra Jawa Kuna ini lebih luas dari ajaran agama karena di dalamnya ada pengetahuan, filosofi, dan imbauan-imbauan tentang ajaran agama. Saya meyakini, wasiat 64 tahun dari Prof. Poerbatjaraka itu masih relevan, dan sata memiliki keyakinan sastra Jawa Kuna akan tetap hidup selama Hindu masih ada,” kata intelektual Bali yang juga alumnus Prodi Sastra Bali Universitas Udayana tersebut.

Ia melanjutkan, dalam kehidupan masyarakat Bali, sastra Jawa Kuna memiliki sejumlah fungsi dari estetika, budaya, agama, hukum dan pengetahuan. “Kedudukan sastra Jawa Kuna sangat penting karena memiliki banyak fungsi, membuka peti wasiat (kebudayaan Bali), sehingga FIB unud jangan sampa keluar dari fungsi itu,” kata akademisi asal Bangli mengingatkan para civitas akademika yang hadir.

Pernyataan tidak jauh berbeda dinyatakan Kepala Dinas Kebudayaan Bali, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, M.Si. Menurutnya, arah kebijakan penguatan dan pemajuan kebudayaan Bali harus dilakukan secara sinergis antara pegiat sastra, sastrawan, dan pemerintah.

Dari kacamata pemerintah, pihaknya menyebut saat ini Pemerintah Provinsi Bali tengah menjadikan kebudayaan sebagai “panglima” dalam pembangunan. Ini ditandai dengan berbagai kegiatan pemerintah yang banyak menggunakan tema dalam bahasa Jawa Kuna.

Baca Juga:

Arya Sugiartha memahami problematika menjaga eksistensi sastra Jawa Kuna di panggung publik. Statusnya yang saat ini tidak lagi menjadi bahasa pergaulan menjadi titik tumpu menjaga eksistensi bahasa dan sastra yang diduga telah berkembang sejak abad ke-9 itu. Persoalan demografi, penggunaan bahasa asing yang masuk hingga ke lingkar keluarga, serta paradigma pendidikan yang berdasar pada logodentrisme dipandang sebagai penyebab meredupnya eksistensi bahasa daerah, termasuk Jawa Kuna. “Sehingga perlu membangun ekosistem bahasa Jawa Kuna,” katanya.

Lebih jauh, pihaknya memandang sastra Jawa Kuna perlu diperlakukan secara khusus, terutama di kalangan generasi muda. “Generasi milenial kurang tertarik belajar sastra dan bahasa Jawa Kuna, hal ini harus disadari agar bisa mendapat jalan untuk memajukannya,” kata dia. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories