Gempa Bumi di Sasih Karo, Momentum Baik untuk Pertanian

Ilustrasi (Balinesia.id)

Denpasar, Balinesia.id – Gempa bumi magnitude 3,6 yang berpusat 15 km di tenggara Buleleng, Bali mengguncang pada Kamis, 5 Agustus 2021 pagi, sekira pukul 07.46 WITA. Menurut lontar Palelindon, gempa bumi tersebut terprediksi baik untuk pertanian karena terjadi pada Sasih Karo atau bulan kedua dalam penanggalan Saka Bali.

Hal tersebut dinyatakan akademisi STAHN Mpu Kuturan yang juga penekun teks lontar kuno Bali, Made Reland Udayana Tangkas, S.S., M.Hum. Ia menjelaskan, menurut kearifan Bali, salah satunya lontar Palelindon, gempa bumi merupakan pertanda alam. Prediksi keadaan dunia dapat dihitung melalui waktu terjadinya gempa, baik menurut perhitungan sasih (bulan) maupun wewaran.

“Jika dihitung menurut perhitungan sasih dan wewaran, gempa bumi yang terjadi Kamis pagi terjadi pada Sasih Karo, Saptawara Wraspati atau Kamis, Pancawara Pon, dan Triwara Pasah. Prediksinya gempanya baik menurut sasih, namun buruk secara wewaran,” katanya saat dikonfirmasi Kamis, 5 Agustus 2021 siang.

Lontar Palelindon menjelaskan ketika gempa bumi terjadi pada Sasih Karo, Bhatara Gangga mayoga, pageh ikang rat, tahun dadi pala bungkah dadi. “Artinya kurang lebih Bhatara Gangga beryoga, dunia kuat, tahun berhasil, dan segala jenis umbi-umbian berhasil,” katanya.

Meski demikian, lanjutnya, jika dihitung berdasarkan wewaran, gempa bumi yang terjadi pada Wraspati, Pon, dan Pasah berturut-turut memprediksikan hal buruk. “Jika gempa bumi terjadi pada Wraspati, pertanda buruk, Pon buruk, Pasah juga pertanda buruk, kala mangsa,” kata alumnus Sastra Jawa Kuno Universitas Udayana ini.

Berpijak pada perhitungan tersebut, secara umum gempa bumi yang dirasakan hingga di beberapa tempat di Bali itu sebagai pertanda baik untuk pertanian. Ini pun menjadi momentum penting, melihat pertanian saat ini memegang peran penting di tengah pandemi Covid-19. 

“Mungkin sekarang waktu yang bagus untuk mulai bercocok tanam karena mnjelang musim hujan. Sawah sudah mulai ditanami, dengan masa subur untuk alam diharapkan mampu memenuhi kebutuhan di tengah masa sulit akibat pandemi. Untuk dampak buruk lebih sering berkaitan dengan penyakit,” katanya.

Reland menambahkan, uraian lontar Palelindon itu sifatnya adalah prediksi-prediksi, sehingga uraiannya bisa tepat juga bisa tidak. “Ini adalah sebuah sistem kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Bali, yang mungkin dibentuk melalui pengalaman dan sistem ilmu pengetahuan. Menurut saya, patut jua untuk kita lirik saat ini,” imbuhnya. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories