Bina Bahasa di Desa-desa Bali Mula dan Bali Aga

I Gusti Made Suarbhawa (Balinesia.id/jpd)

Denpasar, Balinesia.id – Gelaran Bulan Bahasa Bali (BBB) yang digelar tiap tahun diharapkan dapat menjadi ruang pembinaan yang lebih intens terhadap kehidupan bahasa dan sastra pada komunitas desa-desa Bali Mula maupun Bali Aga di Bali. Hal ini dipandang penting, mengingat selama ini keberadaan bahasa Bali Mula dan Bali Aga (Bali Pegunungan) di Bali terkesan sering terabaikan.

Pendapat tersebut diutarakan Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang juga pemerhati prasasti-prasasti Bali Kuno, I Gusti Made Suarbhawa. “Bulan Bahasa Bali ke depan agar memberi ruang lebih luas kepada komunitas-komunitas masyarakat, dan kepada secara khusus diberi ruang desa-desa Bali Mula ataupun Bali Aga. Ruang pembinaan dan pelestarian bahasa dan kesastraan yang berkelanjutan lebih diutamakan daripada serimonial dan lomba-lomba,” kata dia kepada Balinesia.id, Selasa, 7 Fabruari 2023.

Baca Juga:

Dalam pandangannya, saat ini BBB memang sudah melibatkan para pihak yang tidak terbatas pada institusi pemerintah daerah. Namun, ia memandang perlu diciptanya ruang yang lebih terbuka, terutama keberadaan tentang kebahasaan di desa-desa Bali Mula. “Karena selama ini terkesan belum banyak dilibatkan,” tegasnya.

Lebih jauh, peneliti yang pernah menjadi Kepala Balai Arkeologi Denpasar ini mengingatkan bahwa berbicara bahasa Bali tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan bahasa Bali Kuno. Bahasa Bali Kuno disebut sebagai embrio bahasa Bali saat ini, di mana telah terjadi proses penyerapan dan adaptasi kosa kata dari beragam bahasa seperti Sanskerta, Jawa Kuno, China, Arab, dan lain-lain.

Baca Juga:

Eksistensi bahasa Bali Kuno juga ditekankan penting dalam kesejarahan Bali, sebab bahasa ini digunakan sebagai bahasa utama dalam penerbitan prasasti-prasasti Bali Kuno. Beberapa prasasti yang menggunakan bahasa Bali Kuno seperti di daerah Kabupaten Bangli, Buleleng, dan Tabanan seperti di prasasti di Desa Sukawana, Kintamani, Manikliu, Trunyan, Serahi, Kayang, Bebetin, Sembiran, Julah, Gobleg, Tamblingan, Batunya, Angsri, Batunya, Babahan, Munduktemu, dan lain-lain.

“Antara bahasa Bali Baru yang digunakan saat ini dengan berbagai anggah-ungguh sor singgih basanya, tidak bisa dilepaskan dengan bahasa Bali kuno yang pernah berkembang eksis di Bali, yang secara autentik digunakan dalam lempengan tembaga prasasti-prasasti Bali Kuno sebagai dokumen resmi kerajaan pada masanya,” katanya. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories