Ibarat “Satwa Langka”, Ari Dwipayana Sarankan Tiga Strategi Jaga Eksistensi Sastra Jawa Kuna

Jumat, 11 November 2022 17:06 WIB

Penulis:E. Ariana

Editor:E. Ariana

Pembukaan.jpeg
Pembukaan seminar nasional "Taki-takining Sewaka Guna Widya" yang dilaksanakan Prodi Sastra Jawa Kuna Unud, Jumat, 11 November 2022. (Balinesia.id/jpd)

Denpasar, Balinesia.id – Bahasa dan sastra Jawa Kuna yang merupakan satu ragam bahasa dan sastra tradisional Nusantara diibaratkan bagai “satwa langka” yang harus mendapat perlakuan khusus. Strategi perlindungan, penguatan, dan pengembangan harus digarap secara holistic dari hulu ke hilir.

Gagasan tersebut dinyatakan Koordinator Staf Khusus Presiden RI, AAGN Ari Dwipayana, dalam pidato kuncinya dalam seminar nasional bertajuk “Taki-takining Sewaka Guna Widya: Pemajuan dan Penguatan Sastra Jawa Kuna di Tengah Persaingan Global” yang dilaksanakan serangkaian HUT ke-64 Program Studi Sastra Jawa Kuno Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud) dan HUT ke-12 Himpunan Mahasiswa Prodi Sastra Jawa Kuna FIB Unud, di kampus setempat, Jumat, 11 November 2022.

Ari mengajukan tiga strategi utama yang dapat digunakan untuk menjaga kelestarian sastra Jawa Kuna atau yang oleh masyarakat Bali lebih dikenal sebagai sastra dan bahasa Kawi. Ketiga strategi itu adlaah proteksi negara, pengembangan dan pemajuan riset, dan pembudaan bahasa dan sastra Jawa Kuna.

“Pertama, proteksi atau perlindungan dari negara, baik pemerintah pusat sampai daerah dengan menjadikan sastra Jawa Kuna sebagai warisan budaya bangsa yang harus dijaga kelestariannya,” katanya.

Baca Juga:

Perlindungan dari negara tersebut, kata Ari, dapat dilakukan dalam bentuk kebijakan-kebijakan afirmasi seperti alokasi anggaran, misalnya melalui riset dan pendidikan. “Prodi Sastra Jawa Kuna yang satu-satunya di dunia ini tidak bisa disamakan dengan program studi lain. Selain itu, rekruitmen dan juga pengembangan dosen perlu dipikirkan, juga beasiswa mahasiswa dan afirmasi pada rektuitmen lulusan,” katanya.

Selanjutnya, pengembangan dan pemajuan pusat riset sastra Jawa Kuna dapat ditempuh sebagai pintu masuk untuk mengeksplorasi sistem ilmu pengetahuan lokal-Nusantara seperti usadha, nilai-nilai luhur agama, wariga, tutur, kanda, itihasa, babad, dan tantri, yang merupakan genre-genre sastra Jawa Kuna. “Pusat riset ini nantinya mempunyai jejaring internasional, universitas, dan filantropis yang memang sedang tercengang dengan warisan khazanah sastra dari Nusantara yang masih tersimpan. Tentu saja dengan sikap yang jelas dalam kesetaraan agar bangsa Indonesia tidak menjadi tukang saja. Posisi kita bangsa Indonesia dalam hal ini tidak sebatas penerjemah tetapi mengembangkan ilmu pengetahuan yang teream di lontar-lontar berbahasa Jawa Kuna,” jelas Ari.

Strategi terarkhir adalah upaya pembudayaan bahasa dan sastra Jawa Kuna. Pihaknya berpandangan bahwa di era ini bahasa Jawa Kuna hendaknya dikembangkan bukan hanya di tataran elite, tapi dibudayakan lebih membumi ke kalangan anak muda.

“Ketiga harus dibudayakan, bukan lagi di tataran elite, seperti nama gedung, tetapi di kalangan anak-anak muda, milenial nyastra misalnya, sehingga mereka mencintai sastra Jawa Kuno dengan menggunakan dengan cara kekinian,” kata Ari yang juga Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud.

Menurut Ari, bersaranakan tiga strategi tersebut, sastra Jawa Kuna diyakini bisa bertahan di tengah fenomena punahnya ribuan bahasa di dunia seperti yang dilaporkan UNESCO pada tahun 2011. “UNESCO pada tahun 2011 memetakan sekitar 6 ribu bahasa di dunia, dan sekitar 40 persen berada dalam posisi terancam yang didalamnya 4 persen sudah punah,” katanya.

Baca Juga:

Sementara itu, Koordinator Prodi Sastra Jawa Kuna FIB Unud, Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum menjelaskan bahwa Sastra Jawa Kuna adalah kekayaan bangsa Indonesia, yang merepresentasikan jati diri bangsa Indonesia, sebagai sumber jiwa dan napas bangsa.”Buktinya bahasa Jawa Kuna digunakan sebagai falsafah, motto, dan ideologi negara. Sastra Jawa Kuna berkembang dari abad ke-9 sampai ke-14, yang sejak keruntuhan Majapahit, kehidupan Sastra Jawa Kuna dibawa ke Bali dan tumbuh serta berkembang di Bali hingga sekarang. Sastra Jawa Kuna ini kini didiskusikan, diciptakan kembali, diapresiasi dan dilestarikan dalam aktivitas kehidupan mabebasan di Bali,” jelasnya.

Suarka menyebut, kendati punya peran stratgeis, sastra Jawa Kuna kini berada dalam keadaan penuh perjuangan untuk terus bertahan seiring waktu. “Marilah kita semua menumbuhkan kesadaran kita dngan mengangkat kembali sastra Jawa Kuna,  walau dalam hal sekecil apa pun,” ajaknya.

Seminar nasional tersebut menghadirkan dua narasumber yakni Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama RI, Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si dan Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.S.Kar, M.Hum. Dalam seminar, kedua narasumber pun sepakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian, menguatkan, sekaligus mengembangkan entitas bahasa dan sastra Jawa Kuna. jpd