PHK
Kamis, 10 Juli 2025 08:00 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi

JAKARTA - Dunia kerja menghadapi tantangan yang semakin rumit seiring dengan percepatan transformasi digital dan meningkatnya persaingan di tingkat global. Generasi muda Indonesia pun dituntut untuk tidak hanya memiliki latar belakang pendidikan formal, tetapi juga menguasai keterampilan praktis serta memiliki karakter yang adaptif.
HaL ini agar mereka mampu bersaing, baik di pasar kerja nasional maupun internasional. Data menunjukkan, masih terdapat kesenjangan antara kualitas tenaga kerja muda dan kebutuhan industri.
Dilansir TrenAsia dari laporan dari Economic Times HRSEA, Rabu, 9 Juli 2025 meskipun angkatan kerja Indonesia pada 2025 mencapai 153,05 juta jiwa, sekitar 30% perusahaan masih mengaku kesulitan menemukan talenta yang sesuai kebutuhan.
Hal ini diperkuat oleh survei Populix dan KitaLulus yang menyebutkan bahwa setengah dari perusahaan menilai pencari kerja muda kurang memiliki keterampilan teknis (technical skills), dan 35% lainnya menilai minimnya keterampilan lunak (soft skills).
Kondisi ini juga tercermin dari data tingkat pendidikan tenaga kerja. Berdasarkan catatan Kompas, hanya 12,7% dari total pekerja yang memiliki ijazah sarjana, sementara 36% lainnya bahkan tidak menyelesaikan pendidikan dasar.
Hasil studi dari Harvard Business Review menyatakan bahwa 85% kesuksesan karier ditentukan oleh soft skills seperti komunikasi, kepemimpinan, dan manajemen waktu, sementara hanya 15% berasal dari kemampuan teknis.
Temuan ini diperkuat oleh riset di Inggris yang menunjukkan bahwa 37% anak muda masih lemah dalam komunikasi dan 27% kesulitan dalam memecahkan masalah.
World Economic Forum (WEF) juga menegaskan bahwa analytical thinking, fleksibilitas, dan empati menjadi keterampilan inti yang paling dibutuhkan hingga tahun 2030. Di Manchester, Inggris, pemerintah setempat bahkan mewajibkan pelatihan soft skills kepada pelajar melalui program Skills 4 Living, mencakup pelatihan empati, kerjasama tim, dan manajemen waktu.
Tak kalah penting, generasi muda juga perlu membekali diri dengan keterampilan digital. Program pelatihan nasional seperti Skill Our Future yang diluncurkan oleh UNDP Indonesia menargetkan peningkatan kemampuan 400.000 pemuda Indonesia di bidang teknologi digital, AI, dan data science hingga 2026.
Sertifikasi melalui platform daring seperti Coursera, Google Career Certificates, atau pelatihan vokasi dari Kemenaker bisa meningkatkan daya saing. Lulusan yang memiliki sertifikat atau portofolio digital cenderung lebih cepat diserap oleh industri.
Pengalaman magang, menjadi relawan, hingga mengikuti komunitas profesional turut membentuk karakter dan kesiapan kerja. Laporan dari Reuters menunjukkan bahwa lulusan yang memiliki mentor cenderung mendapat gaji 15% lebih tinggi dan memiliki kepercayaan diri yang lebih besar dalam proses seleksi kerja.
Dengan memperluas jejaring profesional dan bergabung dalam komunitas yang sesuai dengan bidang minat, anak muda dapat memperbesar peluang untuk mendapatkan informasi lowongan, peluang kolaborasi, hingga peningkatan kapasitas diri.
Tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini tidak hanya datang dari ketatnya persaingan pasar kerja, tetapi juga dari ketidaksesuaian antara sistem pendidikan dan kebutuhan industri. Karena itu, anak muda dituntut untuk lebih proaktif dalam menggali potensi diri, mengikuti pelatihan keterampilan, membangun jejaring, serta terus belajar dan beradaptasi.
Pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan harus bersinergi dalam menutup kesenjangan ini. Namun pada akhirnya, kesiapan dan tekad dari individu muda itu sendiri akan menjadi penentu apakah mereka siap menjadi pemenang dalam era kerja yang serba cepat dan dinamis ini.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 10 Jul 2025
7 hari yang lalu
7 hari yang lalu
17 hari yang lalu