Tinggalkan Beasiswa Studi S2 ke Inggris Demi Pendidikan Anak yang Terancam Putus Sekolah di Bali

Gede Andika Wirateja pemuda asal Kabupaten Buleleng saat berbagi pengalaman hingga mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Award (Balinesia)

Denpasar, Balinesia.id-  Pendidikan menjadi fondasi dan berperan penting bagi kemajuan bangsa dan masa depan anak-anak. Tak ingin anak-anak kehilangan masa belajar saat pandemi Covid-19 Gede Andika Wirateja, seorang pemuda asal Kabupaten Buleleng Bali memilih melepaskan kesempatan beasiswa studi S2 keluar negeri demi menyelamatkan pendidikan anak-anak di desanya yang terancam putus sekolah.

Masa pandemi, tidak hanya berimbas pada perekonomian namun juga sektor pendidikan. Kegiatan pembelajaran di sekolah dibatasi bahkan diliburkan diganti dengan belajar di rumah.

Pembatasan kegiatan belajar mengajar di sekolah akibat pandemi juga turut memicu munculnya anak-anak yang terancam putus sekolah karena faktor ekonomi keluarga.

Tidak sedikit anak-anak di Desa Pemuteran Kecamatan Gerogak Kabupaten Buleleng yang kehilangan masa belajar karena terpaksa membantu orang tua bekerja di sektor pertanian atau perikanan.

Bli Dika, sapaan salah satu pemuda asal Pemuteran, awalnya melakukan aksi nyata mengorbankan waktu, tenaga, pikiran demi masa depan anak-anak. Berangkat dari keprihatinan melihat anak -anak di kampungnya yang tidak mendapatkan pendidikan yang ideal seperti diharapkan.

Iapun menginisiasi gerakan pembelajaran bersama beberapa teman-temannya yang memiliki kepedulian terhadap anak-anak.

"Pada tahun 2020, masa tahun pertama saya kerja, di salah satu kementerian Republik Indonesia di bagian kerja sama luar negeri," tuturnya belum lama ini di Kantor FIF Group Region Inventory Denpasar pada pertengahan bula November 2022..

Dikisahkan, karena pandemi, membuatnya harus kembali ke Bali dan bekerja di rumah atau yang dikenal work from home.

Sosok pemuda inspiratif ini menuturkan, saat pendidikan di kampus Universitas Udayana, tahun 2019, juga menempuh kreditnya di Jepang selama satu tahun lima bulan.

Hingga akhirnya kembali ke Bali di Desa Pemuteran tahun 2020, yang masyarakatnya banyak menggantungkan hidupnya di sektor pariwisata berbasis ekonomi kreatif.

Pada bulan Mei tahun 2020, saat emulai bekerja dari rumah, dia melihat ada fenomenaa berbeda di kampung.

Pada masa remajanya di bangku SMP dahulu, banyak melihat wisatawan asing atau bule-bule datang menikmati keindahan alam Desa Pemuteran.

Namun situasi atau hal berbeda terjadi saat pandemi 2019 di desanya. Desa Pemuteran yang dikenal wisatawan hingga mancanegara dengan keindahan alam pantai dan bawah lautnya, menjadi sepi karena tidak ada wisatawan datang.

Akibatnya, pariwisata di daerah arah barat Singaraja atau Ibu Kota Kabupaten Buleleng itu menjadi lumpuh total.  Tidak ada denyut pariwisata sehingga masyarakat balik kembali menjadi nelayan atau petani

Padahal, selama ini sektor pariwisata menjadi primadona, tempat menggantungkan hidup masyarakat setempat

Akhirnya, secara pribadi, Bli Dika terpacu untuk menelusuri apa yang sebenarnya terjadi di desanya hingga sepi dari turis. Apalagi, dia masih melihat di Denpasar pada bulan Mei 2022 masih banyak bus-bus besar kunjungan wisatawan dari luar negeri.

Kemudian, mencoba melakukan base land study, yakni studi dasar atau awal untuk mengetahui suatu kondisi. Melalui pendekatan ini nantinya bisa diketahui hasil akhir atau kesimpulan apa yang sebenarnya terjadi.

Alumnus Fakultas Ekonomi Unud ini, mencoba terus mencari tahu dengan pendekatan untuk mengukur dampak. Kemudian dilakukan riset atau penelitian yang menunjukkan fakta bawah anak-anak di Pemuteran tidak bisa menjalankan sekolah online.

Penyebabnya Berbagai permasalahan, salah satunya telepon seluler, jaringan dan mainset pola pikir orangtua, yang .masih menganggap pendidikan bukan menjadi kebutuhan utama atau pokok rumah tangga.

Akhirnya ketika ada perubahan pembelajaran secara online di rumah, maka orangtua banyak yang tidak siap dan meminta anaknya membantu bekerja di laut atau narik.

Kegiatan dikenal Narik mencari rumput untuk pakan ternak sapi atau bekerja di sawah membantu orangtuanya, kemudian menjadi aktivitas anak-anak SD.

"Ternyata banyak anak-anak yang berhenti sekolah, inilah titik masalahnya," tuturnya.

Tentu saja hal itu bukan kondisi ideal yang diharapkan termasuk oleh Bli Dika sehingga tergerak melakukan gerakan di desanya.

"Saya tidak mau adik-adik saya berhenti sekolah, saya juga tidak mau anak-anak Desa Pemuteran tidak sekolah," katanya menegaskan.

Berbekal semangat dan tekat yang kuat, di mana awalnya ingin bekerja dari rumah dan pamitan dengan keluarga karena dirinya mendapat beasiswa melanjutkan studi S2 ke Inggris, urung diambilnya.

Tahun 2020, ego pribadinyapun diturunkan tidak jadi mengambil kesempatan studi di luar negeri.

Dalam benaknya kemudian bagaimana membangun rumah belajar untuk anak anak. Harapannya mereka mendapatkan kembali semangatnya untuk belajar.

Mereka tidak boleh berhenti belajar meskipun mereka boleh membantu orangtuanya bekerja ke sawah atau laut namun mereka harus tetap sekolah.

"Karena saya percaya pendidikan adalah satu hal yang harus diperjuangkan,oleh masyarakat di desa," katanya menegaskan.

Melalui pendidikan sebagai salah satu cara bukan satu-satunya untuk mereka bangkit dari keterpurukan ataupun ada yang dikenal kemiskinan antar-generasi.

Akhirnya Bli Dika memutuskan menunda meneruskan studi S2, membuang kesempatan beasiswa yang diterimanya, dengan mengirim email terkait itu ke kampus yang sejatinya diidamkannya sejak tahun 2015.

Pertimbangan pribadinya, setelah dihitung secara cost atau biaya dengan benefit atau keuntungannya, lebih besaran jika dirinya tetap tinggal di kampung ketimbang berangkat ke Inggris.

"Kalau saya berangkat ke Inggris, bisa bisa saja tinggal siapkan koper, buku-buku ekonomi, siap berangkat ke Inggris langsung," tukasnya

Namun pertanyaannya, lantas siapa nanti yang akan memegang, mengurusi anak-anak yang terncam putus sekolah.

Bisa saja, jika menuruti ego tetap studi ke luar negeri pulang menyandang gelar master dan bisa bekerja ke perusahaan yang bisa mendatangkan banyak uang.

Agaknya Bli Dika lebih memilih memperhatikan masa depan anak-anak di kampungnya.

"Saya lihat mata anak-anak ini, senyumnya mereka, seolah meskipun bibir mereka tidak berkata, namun senyumnya  mengatakan butuh sekolah,"ucapnya.

Meskipun bukan sebagai hero pahlawan bagi anak-anak namun setidaknya dirinya elah membukakan jalan. Akhirnya dari sanalah, cikal bakal lahirnya, Rumah Belajar KREDIBALI itu dilahirkan.

Kata Bli Dika, ide gagasan konsep pembelajaran Kredibali itu kemudian didaftarkan oleh salah satu temannya ke Satu Indonesia Award 2021 yakni apresisi atau penghargaan bagi anak muda yang berdedikasi mengabdi untuk bangsa dan negara.

Dirinya bersyukur, sejak proses awal hingga penilaian juri, diputuskan Kredibali menjadi salah satu pemenang di tingkat nasional.

Bersama Beny Santoso atau dikenal Beny Tempe, Bli Dika mewakili Bali meraih penghargaan pada ajang bergengsi tahunan itu.

Karya dan dedikasi putra Buleleng itu masuk kategori perjuang tanpa pamrih pada masa pandemi Covid-19.

Dia melanjutkan, rumah belajar Kredibali yang digagasnya adalah, Kreasi Edukas Bahasai dan Literasi Lingkungan.

"Sebenarnya kami membawa tiga misi, pertama pendidikan, kedua lingkungan dan ketiga misi kemanusiaan, " tuturnya.

Pandemi Covid-19 telah banyak mengajarkan masyarakat untuk bisa menekan ego masing-masing dan melihat membantu sekitar serta saling merangkul dan menguatkan.

Menurutnya, kondisi pendidikan di Bali masih diwarnai ketimpangan akses dan media belajar. Dari riset yang dilakukan dengan basis data tahun 2020, bahwa masih terjadi ketimpangan pendidikan di Pulau Dewata.

Secara langsung saat dirinya yang telah memutuskan mengabdikan diri untuk pendidikan sampai ke pelosok Bali, bersama Komunitas Jejak Literasi Bali yang dirintisnya tahun 2019, menemukan banyak sekolah yang tidak memiliki sarana media belajar untuk mendukung anak-anak desa dalam memaksimalkan potensinya.

Pemandangan berbeda bisa dilihat pada sekolah-sekolah di desa mulai perpustakaan, pojok baca, ruang kelas hingga kualitas mejanya.

Dalam kerangka itulah maka Rumah KREDIBALI dibangun di Desa Pemuteran untuk membantu anak-anak yang hampir putus sekolah.

KREDIBALI merupakan Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan, penyelenggara kursus Bahasa Inggris bagi anak-anak SD sampai SMP yang diluncurkan bulan Mei 2020.

Para siswa yang berminat kursus diminta membayar dengan sampah plastik yang dikumpulkan dari limbah rumah tangga masing-masing.

Anak-anak pertama diajarkan Bahasa Inggris, mengingat wilayahnya sebagai daerah pariwisata yang banyak dikunjungi wisatawan asing

Dengan pembekalan Bahasa Inggris yang baik, diharapkan nantinya mereka bisa menjadi input yang baik untuk membantu sektor pariwisata daerah dan sekitarnya.

"Program ini, anak-anak bayar dengan sampah plastik, jadi kita memulai pemilahan sampah dari rumah," tuturnya soal kegiatan yang berkaitan kepedulian terhadap lingkungan tersebut.

Corcom Astra Motor Bali, AA. Raka Sri Mayuni menjelaskan, Ajang kompetisi Penghargaan SATU Indonesia ini, berupaya menjaring anak bangsa yang senantiasa memberi manfaat bagi masyarakat melalui lima bidang yaitu kesehatan, pendidikan, lingkungan, kewirausahaan, dan teknologi.

"Tahun 2022 ini merupakan tahun ke-13 penyelenggaraan SATU Indonesia Awards oleh Astra," tuturnya.

Tema diusung Semangat Bergerak dan Tumbuh Bersama, Astra mengajak masyarakat khususnya para generasi muda untuk semangat bergerak melakukan perubahan. ***
 

Editor: E. Ariana

Related Stories