Sampaikan Orasi Kebudayaan, Cok Ace: Ubud Desa Kecil yang Jadi Poros Bali

Cok Ace (Balinesia.id/ist)

Gianyar, Balinesia.id – Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace menyebut peran dan entitas Ubud sebagai desa kecil yang menjadi poros Pulau Bali. Ubud disebutnya menjadi ruang sentral dalam proses perkembangan Bali, dari masa kuno hingga modern.

Pernyataan tersebut diucapkan guru besar ISI Denpasar ini ketika memberikan orasi kebudayaan dalam penutupan Ubud Campuhan Budaya (UCB) 2022 di Museum Puri Lukisan,Ubud,Gianyar, Bali. Ia menyebutkan Ubud sebagai puser atau pusat dari mandala Bali. Sebagai pusat, rentetan peristiwa penting dari sejarah Pulau Bali dicatatkan di kawasan Ubud dan sekitarnya.

Dituturkan Cok Ace, pada masa Bali kuno, Ubud muncul dalam rentetan jejak perjalanan Rsi Markandeya, seorang brahmana yang dimitoskan pertama kali menanam pancadatu di Gunung Agung untuk mengharmoniskan Pulau Bali. 

“Peran Ubud misalnya dari perjalanan Rsi Markandeya yang membangun asrama di Ubud pada Pura Gunung Lebah, yang situsnya sesungguhnya masih ada hingga sekarang,” tuturnya.

Baca Juga:

Pada lipatan waktu sesudahnya, narasi sejarah Bali menjelaskan sosok Mpy Kuturan yang berhasil mengharmoniskan silang pendapat antar penganut sekte-sekte di Bali. Seperti dalam catatan sejarah Bali, penyatuan itu diduga dilakukan di Pura Samuan Tiga.

“Pura Samuan Tiga itu sebuah situs yang juga tidak jauh dari Ubud,” kata dia.

Selanjutnya, Ubud dan kawasan sekitarnya juga mengambil peran pada masa-masa kekuasaan Dinasti Dalem Kresna Kepakisan. Ketika Dang Hyang Nirarta datang ke Bali, tokoh tersebut memilih Desa Mas sebagai tempat asramanya. “Ada Dang Hyang Nirarta yang juga membangun asrama di Desa Mas, Ubud,” kata Cok Ace.

Peran Ubud juga tidak bisa dihapus dalam fase Bali modern. Jauh sebelum kemerdekaan, Ubud telah menjadi ruang bagi orang-orang Barat melihat Bali. Beberapa budayawan Barat seperti Rudolf Bonnet, Walter Spices, Antonio Blanco berinteraksi dengan budayawan Bali di Ubud, hingga turut memberi warna kebudayaan Bali. Interaksi ini pula yang pada akhirnya mencitrakan dan memberi warna pada kepariwisataan Bali hari ini.

“Saya berharap spirit menjaga kebudayaan Bali ini tidak luntur di kalangan muda, justru diharap semakin membara. Anak muda Ubud hendaknya dapat membangkitkan spirit itu mulai dari desa yang sudah sangat terkenal kepopuleran sejak Indonesia belum merdeka. Desa yang berada di tengah pulau Bali, dan yang akan menyangga Bali dari segi seni, adat dan budaya,” harap Cok Ace.

Sementara itu, Ketua Yayasan Janahita Mandala Ubud, Tjokorda Gde Agung Ichiro Sukawati mengatakan pihaknya tidak saja berupaya hadir mengenalkan dan melestarikan kebudayaan, namun turut mengajak anak-anak muda untuk berpikir dan bertindak kritis dan kreatif dalam mengembangkan kebudayaan. “Perjalanan yayasan ini masih sangat pendek, dan memerlukan dukungan banyak pihak untuk mencapai cita-cita luhur tersebut,” katanya.

Ketua Panitia UBC 2022, Cokorda Gde Bayu Putra melaporkan bahwa festival tersebut berlangsung pada 25-27 Nopember 2022. Saat pembukaan, yayasan juga telah menerbitkan dua buah karya buku, sehingga acara ini juga merupakan bentuk apresiasi kepada para penulis, editor, dan kontributor buku-buku tersebut. “Kegiatan ini tidak hanya sebagai ajang pengenalan kebudayaan bagi pemuda, namun juga untuk memberikan ruang inovasi untuk mereka,” katanya. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories