Baliview
Provinsi Bali Target Prevalensi Stunting Turun ke 6,15 Persen pada 2024
Denpasar, Balinesia.id – Provinsi Bali menarget bisa menurunkan prevalensi kasus stunting ke angka rata-rata 6,15 persen pada 2024. Dengan kata lain, pemerintah saat ini menarget penurunan angka kasus sebesar 4,75 persen dibanding tahun 2021 yang menurut data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tercatat ada di angka 10,9 persen.
Terget tersebut dinyatakan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bali, Dewa Made Indra ketika mengukuhkan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Bali di GedunG Wiswasabha Utama Kantor Gubernur Bali, Kamis, 28 April 2022.
“Angka stunting sebesar 10,9 persen di Bali bukan hanya persoalan angka, tapi bagaimana kita menjamin kualitas pemuda Bali ke depan, untuk itu kita perlu turun bersama-sama dalam mengatasi stunting ini. Untuk itu kita menargetkan bisa mencapai 6,15 persen pada rahun 2024,” katanya.
Baca Juga:
- https://balinesia.id/read/klungkung-rangking-dua-kasus-stunting-di-bali-bkkbn-turun-intensifkan-sosialisasi
- https://balinesia.id/read/menyoal-hki-dan-tren-cover-lagu-popular
- https://balinesia.id/read/elegi-bu-sum-perempuan-penyapu-pantai-yang-hidup-bersama-65-anjing-terlantar-di-pantai-padanggalak
Dalam upaya melakukan percepatan penurunan stunting itu pihaknya akan melakukan penanganan yang masif dari hulu. Penanganan kasus stunting tidak hanya akan dimulai dari bayi yang baru lahir, tapi akan menyasar jauh ke para remaja sebagai yang akan menjadi calon orang tua.
"Kegiatan di pranikah bisa berkolaborasi dengan intansi terkait, misalnya Kementrian Agama, desa adat, Puskesmas, dan instansi lainnya. Jika dilakukan bersama-sama, kita optimistis bisa mencapai target,” katanya.
Lebih jauh dinyatakan bahwa pembentukan TPPS Provinsi Bali merupakan tindak lanjut dari SK Gubernur Bali Nomor 189/03-D/HK/2022. TPPS tidak hanya akan dibentuk di tingkat provinsi, melainkan akan dibentuk menyeluruh di kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa/kelurahan di seluruh Bali.
Menurut Dewa Indra, terjadinya kasus stunting tidak sepenuhnya disebabkan oleh kemiskinan. Ketidaktahuan orang tua akan persoalan gizi justru menjadi biang kerok dari kemunculan stunting di masyarakat. Oleh karena itulah pihaknya akan mengintensifkan pola edukasi ke masyarakat secara masif.
“Makanan yang ada di kampung juga baik, karena itu perlu edukasi agar paham dulu apa menyebab stunting dan apa akibatnya,” ucap dia.
Hal senada dinyatakan Kepala Perwakilan BKKBN Bali, dr. Ni Luh Gede Sukardiasih, M.For., MARS. Ia menyebutkan bahwa ada dua faktor utama penyebab stunting. Pertama adalah kondisi ekonomi masyarakat, sedangkan kedua adalah pengetahuan tentang nutrisi tumbuh kembang balita dan sanitasi.
“Sehingga perlu saling bahu-membahu dalam penurunan stunting ini. Tahap awal kita akan merapatkan barisan, kemudian kita akan bergerak bersama,” katanya.
Sukardiasih menambahkan, menurut data SSGI 2021 berdasar sebaran kabupaten/kota ada empat kabupaten yang angka kasus stuntingnya masih berada di atas rata-rata kasus provinsi. Keempatnya adalah Karangasem dengan angka stunting 22,9 persen, Klungkung dengan angka kasus stunting 19,4 persen, Jembrana dengan angka kasus 14,3 persen, dan Bangli dengan angka kasus 11,8 persen. oka/jpd