Prinsip Akuntabilitas Keuangan di Pura Ulun Danu Batur Didasari Rasa Pengabdian

Cokorda Gde Bayu Putra saat mempertahankan disertasinya di hadapan dewan penguji. (Balinesia.id)

Denpasar, Balinesia.id - Tata kelola keuangan di Pura Ulun Danu Batur, Desa Adat Batur, Kintamani, Bangli dipandang menunjukkan prinsip-prinsip akuntabilitas. Prinsip ini hadir sebagai bentuk kesadaran dan tanggung jawab pengelola pura terhadap entitas Bhatari Batur yang dipuja di pura tersebut.

Demikian simpulan disertasi "Makna Praktik Akuntabilitas Tata Kelola Keuangan (Studi Fenomenologi Ritual Upacara di Pura Ulun Danu Batur)" yang dipertahankan Dr. Cokorda Gde Bayu Putra, S.E., M.Si., dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor Prodi Doktor Ilmu Manajemen Universitas Udayana, yang digelar secara daring, Kamis, 5 Agustus 2021.

Ketika meneliti, ia mengaku menemukan fenomena unik dalam pelaksanaan Ngusaba Kadasa, ritual terbesar di pura tersebut. Pada rangkaian pelaksanaan Ngusaba Kadasa, panitia akan melakukan pelaporan keuangan secara terbuka pada upacara Maprani yang digelar sesaat sebelum upacara ditutup (panyineban). Pada momentum inilah kemudian semua bentuk pemasukan dan pengeluaran upacata dilaporkan secara rinci di hadapan masyarakat adat, dan para undangan dari berbagai komponen.

"Secara esensial, kesadaran pangempon (pengelola, red) melalui praktik itu menunjukkan adanya vertical accountability, yakni kesadaran pangempon yang didasarkan pada pengabdian ke hadapan Ida Bhatari sebagai pemilik kuasa dan sebagai sumber kemakmuran umat manusia," katanya di hadapan dewan penguji.

Menurutnya, secara batin pangempon memiliki keterikatan dengan keberadaan Pura Ulun Danu Batur. Para pengelola salah satu pura penting di Bali ini melakoni tugasnya atas nama dedikasi dengan terlebih dahulu didasari  prosesi-prosesi sakral.

"Dengan ini, pangempon mengadakan kesepakatan dengan entitas niskala yakni Ida Bhatari melalui ritual madewa saksi. Pendasaran ini memiliki tujuannya sebagai wujud self actualization spirituality yang menjadikan kematangan diri pangempon dalam suasana ngayah pada organisasi Pura Ulun Danu Batur," jelasnya.

Peraih gelar doktor dengan predikat cumlaude ini menilai, melalui kemenjadian itulah kemudian hadir sikap lascarya pada praktik akuntabilitas keuangan di Pura Ulun Danu  Batur. "Lascarya sebagai sikap yang diutamakan oleh pangempon Pura membentuk prinsip akuntabilitas keuangan di Pura Ulun Danu Batur," tegasnya.

Secara implisit, lanjutnya, sikap lascarya menjadi pegangan pangempon dalam mendedikasikan diri untuk kepentingan pada dimensi vertikal maupun 
horizontal. "Inilah yang mendasari praktik akuntabilitas keuangan di Pura Ulun Danu Batur," tegasnya.

Melalui temuannya itu, akademisi Universitas Hindu Indonesia ini menyerankan agar pengelola atau pangempon pura dapat mengedepankan kejelasan fungsi pura dan pertanggungjawaban keuangannya. Pembangunan nilai-nilai keterbukaan, kejujuran, tanggungjawab, disiplin, dan kebenaran oleh para pangempon atau pengurus pura juga perlu dipupuk untuk menghadirkan kepercayaan umat serta memastikan keberlanjutan relasi hubungan transedensi antara manifestasi atau simbol Tuhan dengan umat pemujanya.

"Sehingga dengan cerminan praktik tata kelola yang akuntabel dan handal akan menimbulkan suasana harmonis antara umat, pangempon dan Tuhan Yang Maha Esa," katanya.

Terakhir, tanpa berupaya memberangus adat dan tradisi pelaporan di masing-masing desa dan pura yang ada di Bali, ia  menawarkan pola praktik akuntabilitas pertanggungjawaban suatu ritual upacara maupun kegiatan adat lainnya dilakukan sebelum upacara ditutup. "Sehingga dimensi ketuhanan, religius, dan transedensi kebatinan menjiwai pelaku peristiwa memaparkan serta melaporkan segala bentuk sumber dan penggunaan dana," pungkasnya. jpd
 

Editor: E. Ariana

Related Stories