Pandemi, Warga Sayan Tatah Padas Jadi Tempat “Healing”

Relief yang mengisahkan perjalanan Rsi Markandeya ditatah pada padas di Beji Sudamala, Desa Sayan, Ubud, Gianyar, Bali. (Balinesia.id/Andika)

Gianyar, Balinesia.id – Warga Desa Sayan, Kecamatan Ubud, Gianyar tidak berdiam diri. Mereka mengisi pandemi dengan cara kreatif dan produktif, yakni dengan menatah ratusan meter tebing padas di kawasan Beji Sudamala desa setempat.

Perbekel Desa Sayan, I Made Andika, Minggu, 2 Oktober 2022 membenarkan kreativitas yang dibuat masyarakatnya. Kawasan sungai tempat mereka menatah tebing padas tersebut merupakan bagian dari aliran Sungai Oos, Ubud. Beji dalam budaya masyarakat Bali sendiri adalah kawasan mata air yang dianggap suci dan bernilai penting bagi kehidupan sosio-kultural masyarakat.

“Beji Sudamala berkaitan dengan Ulun Danu Batur, di sinilah warga kami memahat tebing-tebing tersebut dengan relief sepanjang 100 meter pada tahun 2020, saat pandemi, dan saat ini masih berlanjut menuju Beji Sanjiwani,” katanya.

Baca Juga:

Relief yang ditatah di beji itu pun bukan sembarang cerita. Kisah yang diketengahkan adalah kisah perjalanan Rsi Markandeya, salah satu figur orang suci yang diyakini masyarakat Bali sebagai tokoh awal penyebar ajaran Hindu ke Bali.

Tokoh ini konon melakukan dua kali perjalanan ke Bali dalam upaya memperluas ajaran Hindu. Perjalanannya yang pertama kandas karena pengikutnya terkena wabah. Perjalanan kedua barulah berhasil dilakukan setelah menanam pancadatu, yakni benda dengan lima elemen logam mulia di Gunung Agung, tepatnya di Pura Besakih saat ini.

Kisah perjalanan Rsi Markandeya juga beririsan dengan Ubud, yang namanya konon berasal dari kata ubad dan berarti ‘obat’ dalam bahasa Bali. “Pembuatan relief ini juga ada inspirasinya, yang juga didapatkan di areal beji, yakni tentang perjalanan Rsi Markandeya. Relief ini diharapkan dapat memberi vibrasi yang baik sebagai wujud keharmonisan manusia dan alam, ya sebagai tempat healing-lah,” katanya.

Saat ini Desa Sayan merupakan salah satu desa wisata yang tengah naik daun di Bali. Desa yang dibangun oleh delapan banjar ini memiliki banyak pesona alam memikat, di samping keragaman budaya, adat, dan seninya. “Kami mencoba memadukan wisata dan alam pedesaan, misalnya dengan membuat jalan melintas persawahan sebagai track jalan-jalan atau bersepeda. Kami kerja sama dengan subak dan para pekaseh (pimpinan subak, red), sehingga bisa bermanfaat untuk semua,” katanya.

Pada akhir pekan depan, yakni pada tanggal 8-9 Oktober 2022, Desa Sayan jugua menginisiasi event pariwisata bertajuk “Sayan Rumaket”. Event yang digelar bekerja sama dengan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) ini salah satunya menghadirkan kegiatan Gowes for Love 3.0 yang direncanakan dibuka oleh Ketua Umum Kagama, Ganjar Pranowo. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories