Ekonomi & Pariwisata
OJK Larang Lembaga Jasa Keuangan Fasilitasi Kripto, Masyarakat Diingatkan Risiko Investasi Aset Digital
Ilustrasi Mata Uang Kripto / Pixabay.com
Jakarta, Balinesia.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang lembaga jasa keuangan memfasilitasi mata uang kripto serta mengingatkan masyarakat risko investasi aset digital tersebut.
“OJK dengan tegas telah melarang lembaga jasa keuangan untuk menggunakan, memasarkan, dan/atau memfasilitasi perdagangan aset kripto,” Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam keterangan yang diunggah di akun Instagram resmi OJK Indonesia, Selasa, 25 Januari 2022.
OJK dengan tegas melarang lembaga jasa keuangan Republik Indonesia untuk memfasilitasi mata uang kripto.
- Kemenparekraf Dorong Pengelola Destinasi Gunakan Transmisi Rendah Emisi
- Wali Kota Eric Adams Ingin Jadikan New York sebagai Pusat Cryptocurrency dan Inovasi Keuangan
- Jalan Malioboro Simpan Kisah Perjalanan Manusia dari Lahir hingga Kembali kepada Sang Pencipta
Lembaga-lembaga jasa keuangan dilarang untuk mneggunakan, memasarkan, atau memfasilitasi perdagangan mata uang kripto baik sebagai alat transaksi maupun aset.
Wimboh Santoso menegaskan, pihaknya tidak melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap aset mata uang kripto.
Pengaturan dan pengawasan mata uang kripto berada di bawah tanggung jawab Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag).
- KKP Perkuat Sisi Hilir Perikanan, Bangun Gudang Beku Berkapasitas 300 Ton di Indramayu
- Berangsur Stabil, Harga Bahan Pokok di Pasar Badung
- Singapura Investasikan USD 9,2 Miliar Garap Energi Terbarukan dan Pelabuhan di Indonesia
Aset kripto merupakan jenis komoditi dengan fluktuasi nilai yang sewaktu-waktu dapat naik-turun sehingga masyarakat diharapkan untuk memahami risiko dalam berinvestasi di aset digital tersebut.
Kemudian, OJK juga mengingatkan masyarakat akan dugaan penipuan skema ponzi yang kerap kali terjadi dalam perdagangan kripto.
Dalam keterangannya lain, OJK memaparkan ciri-ciri skema ponzi, yakni:
1. menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat dan tanpa risiko,
2. proses bisnis investasi yang tidak jelas,
3. produk investasi biasanya milik luar negeri,
4. staf penjualan mendapatkan komisi dengan merekrut orang,
5. pada saat investor ingin menarik keuntungan, datang iming-iming profit yang lebih tinggi,
6. mengundang calon investor dengan menggunakan tokoh masyarakat dan tokoh agama sebagai figur, dan
7. pengembalian dana macet di tengah-tengah.
Indonesia sendiri mata uang kripto memang belum mendapatkan izin resmi sebagai alat transaksi. Namun, Bappebti mengeluarkan aturan yang menyatakan bahwa mata uang kripto masih bisa digunakan sebagai aset yang diperdagangkan.
Sementara, sikap Muhammadiyah dan MUI menyatakan, mata uang kripto sebagai produk yang haram karena adanya ketidakjelasan dan sifat spekulatif yang senada dengan judi. (roh) ***
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 26 Jan 2022