Inilah Peraturan OJK untuk Asuransi Kredit, Berikut Rangkumannya

Ilustrasi asuransi. (Freepik)

JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diketahui telah merilis peraturan soal produk asuransi yang dikaitkan dengan kredit atau pembiayaan syariah dan suretyhip umum serta syariah.

Peraturan tersebut tercatut dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 20 tahun 2023 tentang Produk Asuransi yang dikaitkan dengan Kredit atau Pembiayaan Syariah, dan Produk Suretyship atau Suretyship Syariah.

Menurut keterangannya, OJK menjelaskan bahwa dalam menghadapi dampak krisis akibat pandemi COVID-19, sektor perusahaan asuransi mengalami tantangan serius. 

Salah satu isu kritis yang merugikan stabilitas keuangan perusahaan industri asuransi adalah praktik manajemen portofolio produk asuransi terkait kredit atau pembiayaan syariah yang kurang bijaksana.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 20 tahun 2023. 

Tujuan dari peraturan ini adalah untuk mendorong perusahaan asuransi agar melaksanakan mekanisme mitigasi risiko yang lebih optimal terkait produk asuransi yang terkait dengan kredit atau pembiayaan.

POJK Nomor 20 tahun 2023 membahas beberapa poin krusial, di antaranya adalah mengatur akses perusahaan asuransi terhadap data penyaluran kredit/pembiayaan. 

Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan asuransi memiliki informasi yang memadai untuk mengelola risiko dengan efektif. 

Selain itu, regulasi ini juga menekankan pentingnya berbagi risiko antara perusahaan asuransi dengan bank atau lembaga pembiayaan. 

Kerja sama ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang menguntungkan semua pihak dan mengurangi beban risiko yang ditanggung oleh perusahaan asuransi.

Sejalan dengan itu, POJK ini juga membatasi jumlah premi asuransi kredit yang dapat dialokasikan sebagai komisi atau biaya akuisisi. 

Langkah ini diambil untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam penetapan premi, sekaligus melindungi keuangan perusahaan asuransi.

Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Kredit oleh Perusahaan Asuransi Umum dan Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Pembiayaan Syariah oleh Perusahaan Asuransi Umum Syariah

Dalam Bab II POJK ini, diuraikan bahwa Perusahaan Asuransi Umum dapat memasarkan produk asuransi yang dikaitkan dengan kredit. 

Sementara itu, perusahaan Asuransi Umum Syariah dapat memasarkan produk asuransi syariah yang dikaitkan dengan pembiayaan syariah. 

Produk asuransi yang dikaitkan dengan kredit mencakup asuransi kredit atas transaksi penyaluran kredit, asuransi kredit atas transaksi perdagangan, dan asuransi kecelakaan diri yang memberikan manfaat pembayaran kewajiban finansial debitur kepada kreditur atas risiko tertentu.

POJK pun mengatur produk asuransi syariah yang dikaitkan dengan pembiayaan syariah, termasuk produk asuransi pembiayaan syariah atas penyaluran pembiayaan syariah, transaksi perdagangan, dan asuransi kecelakaan diri. 

Produk-produk ini memberikan manfaat pembayaran kewajiban finansial debitur kepada kreditur atas risiko seperti meninggal dunia, cacat tetap, kondisi sakit kritis, atau kehilangan pekerjaan.

Pasal 6 dan Pasal 7 menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi yang ingin memasarkan produk asuransi kredit dan pembiayaan syariah. 

Persyaratan tersebut meliputi rasio likuiditas, ekuitas minimum, sistem informasi, tenaga ahli asuransi, pegawai yang ditugaskan khusus, dan program pendidikan dan pelatihan berkelanjutan.

Pasal 5 menetapkan bahwa perusahaan asuransi wajib memiliki pembagian risiko dengan kreditur dalam penyelenggaraan produk asuransi kredit dan pembiayaan syariah. 

Pembagian risiko tersebut harus mencakup paling sedikit 25% dari nilai saldo kredit atau pembiayaan syariah pada waktu terjadinya risiko yang ditanggung. 

Kemudian, Pasal 7 mengatur penggunaan subrogasi, di mana perusahaan asuransi dapat menerapkan subrogasi untuk produk asuransi tertentu dengan syarat memiliki prosedur standar untuk pelaksanaannya.

Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan peraturan ini dapat dikenai sanksi administratif, seperti peringatan tertulis dan penurunan tingkat kesehatan. OJK juga berwenang melakukan penilaian kembali terhadap pihak utama perusahaan sebagai tambahan sanksi.

Asuransi Jiwa Kredit oleh Perusahaan Asuransi Jiwa dan Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah oleh Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah

Dalam Bab III POJK tersebut, terdapat Pasal 10 yang mengatur bahwa Perusahaan Asuransi Jiwa dapat memasarkan produk Asuransi Jiwa Kredit, sedangkan Perusahaan Asuransi Jiwa Syariah dapat memasarkan produk Asuransi Syariah yang dikaitkan dengan Pembiayaan Syariah, dalam bentuk Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah. 

Namun, dalam penawaran produk tersebut, perusahaan dilarang memberikan pertanggungan selain atas risiko tertentu, seperti debitur meninggal dunia, mengalami cacat tetap keseluruhan atau sebagian akibat kecelakaan, dan/atau mengalami kondisi sakit kritis.

Pasal 11 mengamanatkan bahwa perusahaan asuransi yang menawarkan produk tersebut wajib memiliki sistem informasi yang mampu digunakan untuk memproses informasi mengenai objek asuransi, menilai tingkat risiko, menentukan premi/kontribusi, melakukan valuasi cadangan teknis, serta memantau dan mengevaluasi kinerja produk.

 Selain itu, perusahaan harus memiliki satuan kerja atau fungsi yang bertanggung jawab atas pengelolaan Asuransi Jiwa Kredit atau Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah.

Selanjutnya, Pasal 12 melarang penerapan subrogasi untuk produk Asuransi Jiwa Kredit dan Asuransi Jiwa Pembiayaan Syariah. 

Subrogasi adalah hak perusahaan asuransi untuk menggantikan atau menempatkan diri pada posisi tertanggung setelah memberikan pembayaran klaim.

Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan di atas dapat dikenakan sanksi administratif, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 13. 

Sanksi tersebut meliputi peringatan tertulis dan/atau penurunan tingkat kesehatan perusahaan. Jika pelanggaran telah diperbaiki, OJK dapat memberikan peringatan tertulis yang berakhir dengan sendirinya. Sanksi administratif dapat dicabut apabila pelanggaran telah teratasi.

Pasal 14 memberikan wewenang kepada OJK untuk melakukan penilaian kembali terhadap pihak utama perusahaan, selain mengenakan sanksi administratif. Hal ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan perusahaan dan pihak terkait terhadap regulasi yang berlaku.

Suretyship dan Suretyship Syariah

Bab IV Peraturan OJK ini memuat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan asuransi yang bergerak di bidang Suretyship dan Suretyship Syariah. 

Salah satu poin utama adalah penjelasan mengenai jenis produk yang dapat dipasarkan oleh masing-masing perusahaan.

Menurut Pasal 15, Perusahaan Asuransi Umum dapat memasarkan produk Suretyship, sementara Perusahaan Asuransi Umum Syariah dapat memasarkan produk Suretyship Syariah.

Produk Suretyship mencakup penjaminan pengadaan barang/jasa, penjaminan kepabeanan, penjaminan cukai, dan kontra bank garansi. Sementara itu, produk Suretyship Syariah mencakup hal serupa dengan penerapan akad kafalah bil ujrah.

Peraturan OJK memberikan penekanan khusus pada penggunaan akad kafalah bil ujrah dalam produk Suretyship Syariah, yang harus dipatuhi oleh Perusahaan Asuransi Umum Syariah. 

Hal ini menandakan komitmen OJK untuk memastikan bahwa produk-produk yang dipasarkan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Selain itu, ketentuan Pasal 16 memuat persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan asuransi yang akan memasarkan produk Suretyship dan Suretyship Syariah. 

Persyaratan tersebut mencakup tingkat kesehatan, tingkat solvabilitas minimum, dan kecukupan investasi, yang harus dipertahankan oleh perusahaan asuransi untuk menjaga stabilitas keuangan mereka.

Bagi Perusahaan Asuransi Umum Syariah, terdapat persyaratan tambahan, seperti rasio likuiditas dana perusahaan dan dana tabarru', serta total ekuitas dana perusahaan setelah memperhitungkan kebutuhan untuk pemberian qardh kepada dana tabarru'.

Untuk memastikan kelancaran operasional, Peraturan OJK mengamanatkan kepada perusahaan asuransi untuk memiliki sistem informasi yang mampu digunakan untuk mengelola informasi mengenai objek asuransi atau asuransi syariah. 

Selain itu, perusahaan harus memiliki satuan kerja atau fungsi yang bertanggung jawab atas pengelolaan Suretyship atau Suretyship Syariah.

Khusus untuk pegawai yang terlibat dalam pengelolaan produk Suretyship atau Suretyship Syariah, mereka harus memiliki pendidikan dan pelatihan khusus di bidang tersebut. 

Persyaratan ini mencakup pengalaman kerja, pendidikan atau pelatihan, dan sertifikasi underwriter di bidang Suretyship atau Suretyship Syariah.

Peraturan OJK juga mengatur nilai jaminan bruto dan nilai jaminan retensi sendiri untuk setiap risiko pada produk Suretyship atau Suretyship Syariah. Batasan maksimum untuk nilai jaminan bruto dan retensi sendiri bertujuan untuk menjaga stabilitas keuangan perusahaan asuransi.

Selain itu, Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Umum Syariah diberi wewenang untuk menerapkan subrogasi pada produk Suretyship dan Suretyship Syariah. 

Subrogasi ini harus dijalankan dengan mengikuti prosedur standar yang telah ditetapkan, dan hasil pemulihan kerugian berdasarkan subrogasi harus dibagi secara proporsional dan adil antara perusahaan asuransi dan kreditur.

Peraturan OJK juga menetapkan sanksi administratif untuk pelanggaran ketentuan yang diatur. Sanksi tersebut mencakup peringatan tertulis dan/atau penurunan tingkat kesehatan perusahaan asuransi. Namun, jika pelanggaran tersebut telah diperbaiki, OJK dapat memberikan peringatan tertulis yang berakhir dengan sendirinya.

Dalam hal pelanggaran telah dipenuhi, OJK memiliki kewenangan untuk mencabut sanksi peringatan tertulis. Selain sanksi administratif, OJK berwenang melakukan penilaian kembali terhadap pihak utama perusahaan asuransi yang terlibat.

Premi, Kontribusi, Underwriting, Dan Klaim

Pasal 21 mengatur penetapan besaran premi atau kontribusi oleh perusahaan asuransi. Premi atau kontribusi harus disesuaikan dengan risiko yang ditanggung dan manfaat yang dijanjikan, serta ditetapkan pada tingkat yang memadai dan tidak bersifat diskriminatif. 

Penetapan premi atau kontribusi ini harus didasarkan pada asumsi yang wajar dan praktik asuransi umum.

Penetapan premi atau kontribusi untuk produk asuransi tertentu, seperti asuransi kredit, asuransi pembiayaan syariah, suretyship, dan suretyship syariah, harus memperhitungkan setidaknya data profil risiko, hasil penilaian risiko pada objek asuransi atau penjaminan, jangka waktu asuransi atau penjaminan, biaya akuisisi, biaya administrasi, biaya umum lainnya, dan margin keuntungan.

Pasal 22 memerintahkan perusahaan asuransi untuk memiliki pedoman seleksi risiko (underwriting) untuk setiap produk yang terkait dengan kredit atau pembiayaan syariah, serta suretyship atau suretyship syariah. 

Pedoman ini harus mencakup kriteria objek asuransi atau penjaminan yang dapat ditanggung, pembatasan ruang lingkup risiko, besaran pertanggungan, data dan informasi yang diperlukan untuk penilaian risiko, serta tahapan seleksi risiko dan penetapan premi atau kontribusi.

Pasal 23 mengatur penilaian risiko pada objek asuransi atau penjaminan, terutama untuk produk asuransi kredit dan asuransi pembiayaan syariah. 

Penilaian risiko harus mempertimbangkan kemampuan debitur, kualitas portofolio kredit atau pembiayaan syariah, tingkat risiko pada objek asuransi, dan ketersediaan subrogasi.

Pasal 24 mengenai nilai pertanggungan atau manfaat pada produk asuransi jiwa kredit, asuransi jiwa pembiayaan syariah, dan asuransi kecelakaan diri terkait dengan kredit atau pembiayaan syariah. 

Nilai pertanggungan harus setara dengan kewajiban finansial debitur pada waktu terjadinya risiko yang dipertanggungkan.

Pasal 25 dan Pasal 26 membahas pembayaran klaim, manfaat, atau jaminan, serta pemasaran produk asuransi melalui saluran pemasaran yang merupakan kreditur atau pemasar.

Pasal 27 menekankan pentingnya perusahaan asuransi memiliki dan mengkinikan data profil risiko produk asuransi terkait kredit atau pembiayaan syariah, suretyship, dan suretyship syariah.

Pasal 28 memberikan sanksi administratif berupa peringatan tertulis atau penurunan tingkat kesehatan bagi perusahaan asuransi yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini.

Pasal 29 memberikan wewenang kepada OJK untuk melakukan penilaian kembali terhadap pihak utama perusahaan asuransi sebagai tindak lanjut dari pelanggaran yang terjadi.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 11 Jan 2024 

Editor: Redaksi

Related Stories