Industri Kreatif Tidak Cukup Berhenti pada Produk

Seminar nasional bertema “Sustainability of Art and Craft: Membangun Semangat Kreativitas, Kemandirian, dan Jiwa Kewirausahaan bagi Generasi Muda di Era Kebiasaan Baru” yang dilaksanakan Program Studi Pendidikan Seni Rupa UPMI. (Balinesia.id/jpd-02)

Denpasar, Balinesia.id – Industri kreatif tidak cukup hanya memperhatikan produk. Agar mampu terbangun berkesinambungan, seorang pekerja kreatif wajib memperhatikan pasar dari produk yang dihasilkan.

Demikian dinyatakan akademisi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Prof. Dr. Drs. I Wayan Mudra, M.Sn dalam seminar nasional bertema “Sustainability of Art and Craft: Membangun Semangat Kreativitas, Kemandirian, dan Jiwa Kewirausahaan bagi Generasi Muda di Era Kebiasaan Baru” yang dilaksanakan Program Studi Pendidikan Seni Rupa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Mahadewa Indonesia (UPMI) di Auditoruym Redha Gunawan UPMI, Senin, 28 November 2022.

Mudra mengatakan setiap produk kreatif harus mempertimbangkan proyeksi pasar yang ada, agar kemudian bagaimana menjual di pasaran. “Kreativitas itu bebas tanpa batas, namun ketika menyentuh pasar, hal itu bisa menjadi terbatas sebab ada batasan dari pertimbangan penerimaan dari pasar. Penting untuk memulai dengan identifikasi pasar,” kata dia.

Baca Juga:

Ia mengatakan, pasar yang dimaksud tidak hanya sebatas pasar fisik. Bagi seorang seniman, pasar juga mencakup pameran dan eksibisi. “Sehingg, karya-karya yang dibuat penting untuk dipetakan sesuai pasar,” tegasnya.

Akademisi ISI Yogyakarta, Dr. Arif Suharson, S.Sn., M.Sn menimpali. Ia mengatakan bahwa pasar harus diperhatikan terlebih dahulu sebelum berkreasi. Dikatakannya bahwa dalam diri seniman atau insan kreatif akan muncul kepedulian sosial dan resiliensi terhadap lingkungan. “Mengusung karya yang berkonsep daur ulang atau upcycling concept dapat menjadi salah satu solusi dalam meningkatkan nilai ekonomi dan estetika dalam menghadapi tata kehidupan baru di era global,” ucapnya.

Arif menyebut bahwa suatu karya dapat mengambil bahan dari limbah-limbah kayu, maupun limbah industri. “Sepotong dan sekecil apapun (bahan dari limbah) bisa dibuat menjadi marketable. Untuk membuat karya seni berbahan kayu, tidak perlu menebang pohon, namun kayu sisa industri pun bisa diolah. Barang-barang bekas bisa menjadi berkelas, estetika. dan ekonomis,” ucap dia. 

Sementara itu, akademisi Instotut Desain dan Bisnis Bali, Dr. Ramanda Dimas Surya Dinata, S.Sn, M.Sn dalam kesempatan itu menekankan realisasi ilmu untuk mewujudkan hal-hal yang kreatif dan bermanfaat. Melalui upaya tersebut diyakini produk-produk kreatif akan mampu bersaing di pasaran.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UPMI, Dr. Komang Indra Wirawan mengapresiasi seminar yang digelar jajarannya. Menurut sosok yang juga seniman ini, tema yang diambil kata dia sangat relevan, lebih-lebih pada perkembangan zaman yang sangat pesat saat ini. “Seni harus bersinergi dengan dunia digital, agar dapat meningkatkan kreativitas peluang mencari kerja, menambah wawasan dan ilmu serta mencerdaskan generasi bangsa. Semua yang menjadi kerja sama antar lembaga saya harap tidak hanya di atas kertas, tapi agar bisa dijadikan praktik,” ucap dia. jpd


Related Stories