KKP Jadikan Benda Muatan Kapal Tenggelam sebagai Wisata Bahari Tidore

Benda Muatan Kapal Tenggelam BMKT merupakan salah satu sumberdaya kelautan yang unik, yakni bernilai sejarah dan sarat pengetahuan kemaritiman. (KKP)

Jakarta, Ballinesia.id – Keberadaan Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT) baik secara in situ maupun ex situ diharapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk meningkatkan pengelolaan wisata bahari.

"Salah satu lokasi BMKT yang terus didorong sebagai wisata bahari tersebut berada di Tidore," ujar Direktur Jasa Kelautan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) Miftahul Huda.

BMKT merupakan salah satu sumberdaya kelautan yang unik, yakni bernilai sejarah dan sarat pengetahuan kemaritiman.

"Hingga saat ini, tercatat potensi lokasi BMKT di sekitar 700 titik kapal tenggelam yang tersebar di perairan Indonesia," ungkapnya saat embuka bimbingan teknis selam yang diselenggarakan pada 16-18 November 2022.

Kegiatan sekaligus dalam rangka menyemarakkan Sail Tidore 2022.

Dikatakan, sesuai kebijakan pengelolaannya, pemanfaatan BMKT dapat dilaksanakan secara in situ yaitu pada lokasi BMKT ditemukan dan dapat pula secara ex situ.

"Artinya, setelah diangkat dan dikelola di luar lokasi BMKT ditemukan,” terangnya.

Pengelolaan BMKT secara in situ selain dapat dilakukan melalui penetapan kawasan konservasi maritim, dapat pula dijadikan sebagai atraksi wisata baharí berbasis kapal tenggelam/museum bawah air.

Sementara ex situ dilaksanakan dengan mengangkat BMKT untuk keperluan pameran atau display.

Hingga saat ini, dari 700 lokasi, baru sekitar 20 persen yang telah teridentifikasi, 2 persen telah dieksplorasi dan sekitar 5 persen dimanfaatkan untuk wisata bawah air.

Sementara, untuk wisata bawah air, situs kapal tenggelam USAT Liberty di Tulamben, Bali dan MV Boelongan di Pesisir Selatan, Sumatera Barat merupakan potensi BMKT yang besar untuk dikelola secara berkelanjutan oleh masyarakat di sekitarnya.

Karenanya, guna memperkuat kapasitas masyarakat pengelola BMKT di sekitar perairan Tidore yang merupakan bagian dari jalur rempah nusantara, KKP juga memberikan bimbingan teknis penyelaman.

Bimbingan teknis ini pemantik bagi masyarakat Tidore agar ikut menjaga BMKT di perairan Kota Tidore sebagai lokasi wisata bahari minat khusus.

Pihaknya memberikan pengetahuan kepada kelompok masyarakat, khususnya kelompok masyarakat penggiat konservasi, pegawai museum dan perwakilan daerah setempat dalam melakukan pengumpulan data, penanganan dan pengelolaan BMKT melalui kegiatan penyelaman.

Kendala dalam pengelolaan BMKT menurut Huda salah satunya disebabkan oleh kurangnya sumberdaya manusia yang memiliki pengetahuan dalam mengelola lokasi dan BMKT.

Menurutnya, berbagai kegiatan untuk meningkatan kapasitas masyarakat khususnya yang berada di lokasi potensi BMKT perlu dilaksanakan secara berkesinambungan oleh pemerintah. 

“Saya berharap kelompok masyarakat mampu mengenali BMKT, mampu menerapkan teknik dasar pengumpulan data dan penanganan BMKT bawah air serta mampu memahami mekanisme pemanfaatan dan penataan BMKT, sehingga dalam jangka panjang tidak terjadi lagi pencurian dan perusakan lokasi BMKT di Tidore dan pemanfaatan lokasi BMKT sebagai lokasi selam berbasis kapal tenggelam dapat semakin berkembangan,” pungkasnya.

Sekretaris Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan Muhiddin Djafar menyambut baik pelatihan yang diselenggarakan KKP mengingat banyaknya potensi BMKT di perairan Tidore. Pihaknya juga memerlukan sumberdaya manusia yang memahami tentang hal-hal yang harus dilakukan apabila menemukan BMKT.

Kepala Museum Sonyine Malige Samsudiin Hajatudin mengungkapkan di museum tersebut saat ini terpajang BMKT berupa keramik seperti piring, mangkok, guci dan lainnya yang menurutnya hanya sebagian kecil BMKT yang terdapat di perairan Tidore.

Penelitian Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDMKP) menunjukkan bahwa ditemukan 2 (dua) situs bawah air di Tidore yaitu Soasio di kedalaman 10-20 meter dan Tongowai pada kedalaman 38-42 meter dengan temuan BMKT berupa keramik Cina dari masa Dinasti Ming abad ke-16 Masehi, guci berbahan gerabah yang diduga diproduksi di Singburi, Thailand dan meriam Portugis yang diproduksi di Macao.***


Related Stories