Menguak Kenapa Petani Tetap Terpuruk Meski Beras Indonesia Termahal se-Asia Tenggara

Menguak Kenapa Petani Tetap Terpuruk Meski Beras Indonesia Termahal se-Asia Tenggara (trenasia.com)

JAKARTA, Balinesia.id — World Bank atau Bank Dunia diketahui menetapkan harga beras di Indonesia menjadi yang termahal di antara negara-negara Asia Tenggara. Namun, situasinya sangat berbanding terbalik dengan kesejahteraan para petani yang terukur masih sangat rendah.

Harga beras di Indonesia tercatat harganya lebih tinggi 20% dibandingkan harga pasaran di negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) lainnya. Country Director for Indonesian and Timor Leste, World Bank, Carolyn Turk, menyebutkan bahwa konsumen beras Indonesia sudah membayar lebih mahal.

Selain itu, harga beras eceran di Indonesia konsisten lebih tinggi daripada negara ASEAN lain, dikatakan dalam konferensi Indonesia International Rice Conference (IIRC) di Nusa Dua, Bali, pada 19 September 2024 lalu.

Ketua Umum (Ketum) Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso menyebutkan beras Indonesia mahal karena rantai pasokan yang sangat panjang. Situasinya diperparah dengan sulitnya para petani mendapatkan kebutuhan pupuk dan bibit yang unggul.

Selain dari faktor rantai pasok produksi yang panjang, banyaknya makelar yang bertingkat juga menjadi faktor tingginya beras di Indonesia. Sutarto juga menegaskan harga beras Indonesia bukanlah yang tertinggi, melainkan Singapura.

Sementara Kepala Badan Pangan Nasional juga menanggapi pernyataan tingginya beras. Arief Prasetyo Adi mengatakan harga beras mahal akibat dari biaya produksi yang tinggi.  

Hal tersebut sering terjadi dengan beras untuk dijual ke pasar internasional.  Menurutnya, ada berbagai macam beras, namun beras yang diperjualbelikan di pasar internasional pada kenyataannya mencapai angka AS$560-600 bila dirupiahkan berkisar pada harga Rp9 ribu. 

Kesejahteraan Petani Indonesia

Tingginya harga beras yang tidak berjalan selaras dengan peningkatan kesejahteraan petani juga menjadi sorotan dalam konferensi yang terjadi di Bali. 

Carolyn menyebutkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan mengatakan bahwa pendapatan petani Indonesia sangat kecil setiap tahunnya. Menurut data tersebut petani Indonesia setiap tahunnya hanya mendapatkan penghasilan sebesar Rp5 juta, atau sebesar Rp15.000 dalam satu hari.

Menurutnya, pendapatan petani padi merupakan pendapatan paling rendah dibandingkan pertanian komoditas yang lain. BPS juga mencatatkan rata-rata pendapatan bersih petani padi pada Agustus 2023 hanya Rp1,59 juta perbulannya.

Carolyn menekankan pentingnya investasi demi mendorong produktivitas pertanian di tengah krisis pangan dan cuaca yang ekstrem. Kemudian, menurutnya investasi dapat mengurangi kerugian yang terjadi pasca panen dan juga membuka peluang untuk meningkatkan kemampuan produksi. hal tersebut dapat terjadi apabila Indonesia membangun infrastruktur pertanian dengan teknologi yang modern, serta infrastruktur yang menunjang lainnya.

"Seperti apa yang telah saya katakan, sangat penting untuk berinvestasi untuk mendorong produktivitas pertanian. Kami telah menyarankan bahwa penelitian dan penyuluhan merupakan bidang yang penting untuk diperhatikan," ucapnya.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Ilyas Maulana Firdaus pada 24 Sep 2024 

Editor: Redaksi

Related Stories