DJP Berikan Kemudahan dalam Perhitungan PPh 21, Berikut Rinciannya

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti. (DJP)

Jakarta, Balinesia.id  – Kementerian Keuangan menerbitan regulasi bagi pemberi kerja yang dapat menghitung pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 lebih mudah.

Kemudahan diberikan pemerintah dalam memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan pemotongan PPh 21.

Perhitungan mengacu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.

"PMK ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2023," sebut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti.

Dijelaskan, PMK itu untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan pemotongan PPh 21 oleh pemberi kerja.

Diterbitkannya PMK ini, agar bisa mengakomodir penyesuaian tarif pemotongan menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh” ujar Dwi Astuti dalam keterangan tertulisnya Rabu 9 Januari 2023.

Pasal 13 PMK-168 tahun 2023 secara khusus mengatur ketentuan mengenai penggunaan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) untuk memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21.

Lebih lanjut tarif efektif yang dimaksud terdiri atas tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian.

Secara umum skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 yang menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh, sebagai berikut:

Berikut, skema Penerima Penghasilan Ketentuan berdasarkan PMK-168/2023 Pegawai tetap

• Tarif efektif bulanan digunakan untuk menghitungan PPh Pasal 21 setiap masa selain masa pajak terakhir.
• Tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh untuk menghitung PPh
Pasal 21 pada masa pajak terakhir.

Dewan Pengawas /Komisaris Menggunakan tarif efektif bulanan
Pegawai tidak tetap

• Tarif efektif harian untuk penghasilan yang tidak diterima
bulanan dan jumlah harian/rata-rata harian sampai dengan
Rp2,5 juta.

• Tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh untuk penghasilan yang
tidak diterima bulanan dan jumlah harian/rata-rata harian
lebih dari Rp2,5 juta.

• Tarif efektif bulanan untuk penghasilan yang diterima
bulanan Bukan pegawai, peserta kegiatan, peserta
program pensiun, dan Menggunakan tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh
mantan pegawai

Pejabat negara, PNS, TNI, Polri, dan
pensiunannya

• Tarif efektif digunakan untuk menghitungan PPh Pasal 21
setiap masa selain masa pajak terakhir.

• Tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh untuk menghitung PPh
Pasal 21 pada masa pajak terakhir.
Perincian atas tarif efektif bulanan sebagai berikut:
Kategori Status Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Nilai PTKP
Kategori A • Tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0)

• Tidak kawin dengan satu tanggungan (TK/1)

• Kawin tanpa tanggungan (K/0)

Rp54.000.000
Rp58.500.000
Rp58.500.000

Kategori B • Tidak kawin dengan dua tanggungan (TK/2)

• Tidak kawin dengan tiga tanggungan (TK/3)
• Kawin dengan satu tanggungan (K/1)
• Kawin dengan dua tanggungan (K/2)
Rp63.000.000
Rp67.500.000
Rp63.000.000
Rp67.500.000

Kategori C Kawin dengan tiga tanggungan (K/3) Rp72.000.000 Guna semakin memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21, DJP juga menyiapkan dua instrumen untuk mengasistensi pemberi kerja.

Dua instrumen tersebut adalah alat bantu hitung PPh Pasal 21 (kalkulator pajak) yang dapat diakses melalui situs pajak.go.id mulai pertengahan Januari 2024 dan penerbitan buku pedoman penghitungan pemotongan PPh 21 yang dapat diakses melalui tautan berikut:

pajak.go.id/id/sinopsis-ringkas-dan-unduh-buku-cermat-pemotongan-pph-pasal-2126. Ketentuan lebih lengkap dapat dilihat pada Salinan PMK Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi. ***
 


Related Stories