Yahoo
Rabu, 07 Februari 2024 16:20 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA - Perusahaan teknologi komunikasi, Zoom tampaknya mengikuti langkah Google, Meta, dan perusahaan besar yang mengambil langkah pemutusan kerja terkait program Diversity, Equity, dan Inclusion (DEI) atau Keanekaragaman, Persamaan, dan Inklusi.
Dikutip dari Inc, seiring dengan gelombang pemutusan hubungan kerja di perusahaan-perusahaan besar tahun ini, Zoom turut menghapus 150 pekerjaan minggu lalu.
Menariknya, banyak dari mereka yang di-PHK adalah bagian dari program keanekaragaman, persamaan, dan inklusi perusahaan.
Pekan lalu, chief operating officer Aparna Bawa memberitahu karyawan Zoom bahwa perusahaan resmi mengubah pendekatannya terhadap DEI, seperti yang dilaporkan oleh Bloomberg hari ini.
Alih-alih memiliki tim internal yang fokus pada inklusi, perusahaan berencana untuk mempekerjakan konsultan eksternal untuk melibatkan karyawan dalam upaya DEI. Meskipun begitu, perusahaan masih terus merekrut untuk peran di departemen lain yang terkait dengan machine learning, AI, dan rekayasa.
"Kami secara teratur mengevaluasi tim kami untuk memastikan kesesuaian dengan strategi kami," kata juru bicara Zoom kepada Bloomberg mengenai pemutusan hubungan kerja.
"Sebagai bagian dari upaya ini, kami mengubah ruang lingkup peran untuk menambah kemampuan dan terus merekrut di area kritis untuk masa depan." lanjutnya.
Seperti diketahui, setelah pembunuhan George Floyd pada tahun 2020, banyak perusahaan mengumumkan program-program yang bertujuan untuk meningkatkan upaya keanekaragaman dan inklusi di tempat kerja.
Zoom, sebagai contoh, meluncurkan program perekrutan yang fokus pada membangun pipa bakat yang lebih beragam dan menciptakan program kelompok sumber daya karyawan, seperti yang diungkapkan dalam survei 2022 perusahaan tersebut.
Juru bicara Zoom menegaskan kepada Bloomberg bahwa perusahaan "tetap berkomitmen pada DEI." Meski begitu, sejak Mahkamah Agung mengakhiri affirmative action tahun lalu, banyak perusahaan besar lainnya menarik diri dari upaya DEI, termasuk Google dan Meta.
Di sisi lain, beberapa perusahaan, seperti Morrison Foerster dan Gibson, Dunn & Crutcher, berhasil menghadapi tantangan hukum yang didukung oleh kelompok konservatif dengan memodifikasi bahasa kebijakan DEI mereka dan memperbarui kriteria kelayakan untuk program terkait keanekaragaman.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 07 Feb 2024