pertamina
Rabu, 24 November 2021 09:47 WIB
Penulis:Rohmat
Editor:Rohmat
Oleh: Defiyan Cori
Ekonom Konstitusi
Setelah Presiden Joko Widodo memberikan pengarahan tanggal 16 Nopember 2021, di istana Bogor terkait isu dan permasalahan perubahan iklim (climate change) dan transisi energi, tiba-tiba muncul video yang viral terkait fasilitas Toilet di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang dipermasalahkan oleh Menteri BUMN, Erick Tohir.
Publik tentu bertanya-tanya, ada masalah apa Erick Tohir sampai mempermasalahkan fasilitas tambahan di berbagai SPBU yang tidak gratis alias berbayar ini?
Apakah terkait dengan pengarahan Presiden Joko Widodo soal energi bersih yang masih ada hubungannya dengan kebersihan, atau sekedar mengalihkan isu dan masalah terkait sinyalemen kuat keterlibatan sang Menteri BUMN ini bersama Menteri Koordinator Investasi dan Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan/LBP berbisnis alat tes Polymerase Chain Reaction (PCR) ditengah pandemi Covid19?
Apakah memang ada hubungan keluhan (complaint) fasilitas toilet di SPBU ini dengan transisi energi ini disampaikan oleh Erick Tohir kepada Dewan Manajemen BUMN Pertamina, masak begitu remeh temeh sekali urusan seorang Menteri sehingga melupakan arahan Presiden tentang substansi tugas pokok dan fungsinya?
Secara umum, usaha inti pengusaha SPBU rekanan BUMN Pertamina ini adalah pelayanan konsumen untuk penjualan berbagai jenis Bahan Bakar Minyak (BBM), diluar ini tentu adalah fasilitas penunjang atau tambahan. Berdasarkan data yang dipublikasikan, terdapat 5.637 unit SPBU yang dikelola oleh swasta diantara 6.065 unit SPBU resmi yang beroperasi.
Apabila fasilitas pelayanan tambahan toilet ini menjadi bagian dari kontrak antara BUMN Pertamina dengan pihak pengusaha swasta, maka wajib bagi pengelola menyediakan toilet yang tidak berbayar atau gratis.
Namun, sebaliknya apabila tidak ada tertera didalam kontrak nya, maka tidak ada kewajiban bagi pengelola SPBU swasta memenuhi himbauan pihak Pertamina untuk menyediakan toilet tidak berbayar setelah adanya keluhan sepihak dari Menteri BUMN, Erick Tohir tersebut. Sebab, ini adalah domain atau hak pengusaha tersebut mengelola fasilitas tambahan toilet dimaksud yang tentu mengeluarkan biaya tambahan untuk menjaga kebersihan dan pemeliharaannya.
Sebaiknya, isu toilet ini tidak membuat Erick Tohir mengalihkan sesaat beban tugas pokok dan fungsinya membina dan menjaga keberlanjutan kehadiran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menjadi tanggungjawab utamanya.
Terutama sekali menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo mengenai kebijakan transisi energi yang harus dikerjakan sebagai bagian tanggungjawab Indonesia selaku pengemban amanah Presidensi G20. Tidak perlulah mengurusi hal yang remeh temeh toilet yang mungkin hanya berbayar Rp2.000-4.000 untuk penjaganya untuk kebutuhan "sesuap nasi" hidupnya dan bukan pula bisnis utama SPBU. ***
Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, mantan Tim Perumus PPK/PNPM, Bappenas-Ditjen PMD- Kemendagri
____________________________________________
Kolom Opini Balinesia.id dihadirkan untuk memberi ruang pada khalayak pembaca. Redaksi menerima tulisan opini dalam bentuk esai populer sepanjang 500-1000 kata yang membicarakan persoalan ekonomi, pariwisata, sosial, budaya, maupun politik, yang dapat dikirim ke email kotakbalinesia@gmail.com. Isi tulisan di luar tanggungjawab redaksi.
13 hari yang lalu
18 hari yang lalu