Feature
Waspada! Gunakan Media Sosial Berlebihan Bisa Sebabkan Gangguan Kejiwaan

JAKARTA – Sebuah penelitian terbaru dari para ahli di Simon Fraser University mengungkap adanya kaitan erat antara penggunaan media sosial secara berlebihan dengan gangguan kejiwaan yang melibatkan delusi, seperti narsisme dan gangguan dismorfik tubuh.
Penelitian yang dipublikasikan di *BMC Psychiatry* ini merupakan tinjauan sistematis terhadap seluruh literatur akademik yang tersedia, termasuk analisis lebih dari 2.500 publikasi mengenai dampak media sosial terhadap kesehatan mental. Hasilnya menunjukkan bahwa delusi menjadi gangguan kejiwaan yang paling sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial yang berlebihan.
Dilansir dari MedicalXpress, gangguan tersebut meliputi gangguan kepribadian narsistik (delusi superioritas), erotomania (keyakinan keliru bahwa seseorang yang terkenal mencintai Anda), gangguan dismorfik tubuh (delusi tentang kekurangan fisik tertentu), serta anoreksia (delusi terkait persepsi ukuran tubuh).
- 12 Cara Mudik Lebaran Aman, Cabut Semua Arus Listrik di Rumah!
- Mengenal Canele, Kue Khas Prancis yang Kini Sedang Viral di Media Sosial
- Kapan Lagi Buka Bareng BRI Festival 2025 Kembali Digelar, Ada Banyak Musisi Tanah Air Ikut Tampil!
“Media sosial menciptakan kondisi yang memungkinkan delusi lebih mudah muncul dan bertahan karena adanya platform serta aplikasi yang mendukung penyebab gangguan tersebut, ditambah dengan kurangnya pemeriksaan realitas yang efektif,” kata Bernard Crespi, profesor ilmu biologi sekaligus Ketua Riset Kanada dalam bidang Genetika Evolusi dan Psikologi di Simon Fraser University.
“Penelitian ini memiliki implikasi penting terhadap penyebab dan gejala gangguan mental serta bagaimana platform sosial daring dapat memperburuk kondisi tersebut.”
Menurut para penulis, media sosial itu sendiri tidak selalu bermasalah, tetapi dunia virtual yang dikombinasikan dengan isolasi sosial dalam kehidupan nyata menciptakan lingkungan di mana seseorang dapat mempertahankan identitas diri yang delusional tanpa pengawasan atau koreksi.
Meskipun media sosial dapat memberikan manfaat positif dengan membangun komunitas dan menciptakan rasa kebersamaan, Crespi dan rekan penulisnya, Nancy Yang, berpendapat bahwa individu dengan risiko tinggi justru sering mengalami dampak negatif akibat penggunaan media sosial yang berlebihan.
Mereka juga menyoroti bahwa fitur dalam banyak aplikasi dan platform populer justru memperkuat serta memperburuk delusi mental dan fisik dengan memungkinkan seseorang menampilkan diri secara berlebihan namun tidak akurat.
Perbedaan mendasar antara interaksi sosial daring dan tatap muka—di mana delusi lebih mungkin terkendali oleh realitas fisik dan emosional—dapat semakin memperburuk ketidakseimbangan mental.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa orang dengan gangguan yang melibatkan tingkat delusi tinggi dapat memperoleh manfaat dari pengurangan penggunaan media sosial.
Selain itu, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengidentifikasi fitur spesifik dalam media sosial yang mendorong delusi serta mencari cara agar interaksi sosial daring lebih realistis dan mendekati pengalaman di dunia nyata.
- THR Ojol Dipatok 20 Persen Pendapatan Bulanan, Begini Mekanismenya
- Investasi via Digital, Strategi Kelas Menengah di Tengah Biaya Hidup Tinggi serta Gejolak Pasar
- Stock Split di Depan Mata? Saham DCII Makin Melejit di Tengah Lonjakan Kinerja 2024
Untuk mencapai hal tersebut, para peneliti menyoroti potensi teknologi seperti kontak mata, perspektif 3D, avatar, dan teknologi imersif lainnya.
Dengan mengintegrasikan elemen-elemen ini, platform media sosial berpotensi menghadirkan pengalaman daring yang lebih realistis, sehingga mendorong keaslian serta mengurangi dampak negatif dari perbandingan sosial dan pemikiran delusional.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 15 Mar 2025