Tabuh Sekar Emas Persembahan Jala Kinnara Klungkung: Berkisah tentang Keindahan Bunga, Populer pada Zamannya

Tari Puspa Mekar sajian Komunitas Jala Kinnara pada PKB ke-44. Tarian ini menjadi pelengkap sajian Tabuh "Sekar Emas" yang menceritakan bunga indah di taman dan pernah populer di zamannya. (Balinesia.id/istimewa)

Denpasar, Balinesia.id – Tabuh “Sekar Emas” yang pernah populer di masanya kembali mengalun manis di telinga penikmat seni Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44 “Danu Kerthi: Huluning Amreta”. Tabuh yang mengisahkan keindahan dari bunga di taman itu dibawakan oleh Komunitas Jala Kinnara.

Komunitas Jala Kinnara merupakan komunitas seni yang berasal dari Desa Adat Kemoning, Kelurahan Semarapura Kelod, Klungkung. Dalam PKB ke-44, mereka ditunjuk sebagai duta Bumi Serombotan dalam Rekasadana (Pergelaran) Tari dan Tabuh Palegongan Klasik iringan Semara Pegulingan di Gedung Ksirarnawa, Rabu, 15 Juni 2022.

“Bunga yang indah dapat menciptakan hati yang damai, sehingga lewat nada-nada yang dimainkan dipercaya dapat memberikan kedamaian kepada setiap pendengarnya,” kata Penasihat Komunitas Jala Kinnara, I Dewa Gede Alit Saputra.

Melengkapoi penampilannya, mereka juga menyajikan Tari Puspa Mekar yang diciptkan oleh Guruh Soekarno Putra sekitar tahun 1980-an. “Tari ini adalah bentuk tari penyambutan yang mengisahkan keindahan bunga yang ditarikan oleh wanita cantik berjumlah 5 orang,” jelasnya.

Baca Juga:

Busana yang digunakan dalam tarian ini tergolong unik, karena memakai lelancingan, seperti busana penari perempuan Oleg Tamulilingan. Para penari membawa bokor yang berisi bunga tabor sebagai ucapan selamat datang. 

Jala Kinnara pada kesempatan tersebut juga menampilkan Tari Legong Jobog yang berdurasi 30 menit. Tari ini dimainkan sepasang legong. “Kisah yang diambil adalah dari cuplikan Ramayana, tentang persaingan dua bersaudara Sugriwa dan Subali (Kuntir dan Jobog) yang memperebutkan jimat dari ayahnya,” katanya.

Adapun Tabuh Jerebon ditampilkan sebagai pamungkas dalam garapan tersebut. Tabuh ini dimainkan secara utuh seperti yang dimainkan tompo dulu.

Alit Saputra mengatakan mereka telah mempersiapkan pentas sejak sekitar 2 bulan. Sebelumnya, komunitas ini sempat pentas secara virtual dalam program dari Dinas Kebudayaan Provinsi Bali pada masa pandemi dahulu. “PKB ini sebuah eforia baru. Karena pandemi PKB sempat ditiadakan, sehingga kegiatan berkesenian sempat macet. PKB ini memberi ruang, sehingga kedepan PKB bertambah maju,” katanya.

Sementara itu, Ketua Komunitas I Dewa Gede Agung Kayonanda mengatakan bahwa PKB tidak hanya sebagai ajang perhelatan seni, tapi juga sebagai sebuah pengakuan, ajang bertemu para seniman dan pelaku seni untuk berinteraksi dengan berbagai daerah di Bali. “Kami sangat senang mendapat kesempatan tampil dalam ajang PKB untuk berepresi dal;am kegiatan berkesenian,” kata dia. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories