Lagi, Lagi dan Lagi Petirkah Penyebab Kilang Pertamina Terbakar?

Ekonom Konstitusi Defiyan Cori (Balinesia)

Oleh: Defiyan Cori
Ekonom Konstitusi

Pertamina kembali dilanda musibah, yaitu kebakaran kembali tangki di area Kilang Cilacap, Provinsi Jawa Tengah. Informasi resmi dari Sekretaris Perusahaan sub holding PT. Kilang Pertamina Internasional (KPI), menyebutkan, bahwa pada Hari Sabtu, tanggal 13 Nopember 2021 kebakaran mulai terjadi sekitar pukul 19.20 WIB pada 1 (satu) buah tangki yang berisi produk Pertalite.

Namun, pihak PT. KPI belum dapat mengetahui secara pasti sumber atau penyebab kebakaran. Apresiasi terhadap kecepatan pihak Pertamina mengambil tindakan agar kebakaran tangki tidak meluas ke area lain disekitarnya, termasuk lingkungan rumah penduduk setempat. Pertamina juga telah memastikan pasokan BBM dan Elpiji ke masyarakat dalam kondisi aman dan tidak mengalami gangguan.

Peristiwa kebakaran kilang ini bukanlah yang pertama kali dialami oleh Pertamina, sebelumnya kilang minyak milik Pertamina di area Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah, juga pernah terbakar pada Hari Jumat, tanggal 11 Juni 2021, pukul 19.45 WIB, persis direntang waktu yang bersamaan.

Sebelum dua peristiwa kebakaran kilang Cilacap ini, musibah kebakaran juga dialami oleh kilang Refinery Unit (RU) VI di Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada Hari Senin dini hari, tanggal 29 Maret 2021, dan  mengakibatkan kebakaran yang melukai 30 orang dan 932 warga mengungsi itu.

Terhadap peristiwa kebakaran kilang Pertamina yang terjadi berkali-kali tersebut kami menyampaikan pernyataan sebagai berikut:

Pertama, Kebakaran kilang Cilacap milik Pertamina ini telah terjadi untuk kedua kalinya dan hanya berselang dalam jangka waktu 134 hari atau 4 bulan 12 hari serta tidaklah salah kemudian publik menyampaikan sekali lagi, bahwa  kebakaran tangki tersebut adalah kecerobohan manajemen.

Selain tidak bekerja optimalnya Sistem Pengendalian Manajemen (SPM) dan Sistem Peringatan Dini (early warning system) perusahaan pada lokasi tangki milik perusahaan negara yang berskala besar serta dinyatakan sebagai obyek vital nasional (obvitnas), sekaligus pihak Pertamina jelas melakukan kelalaian  dengan tidak melakukan perbaikan manajemen antisipasi terhadap kebakaran-kebakaran yang telah terjadi sebelumnya.

Merupakan sesuatu yang tidak wajar dan sangat naif, ditengah musim hujan berpotensi petir tapi disikapi oleh manajemen dengan kenihilan antisipasi atas  peristiwa kebakaran kilang berulang kali.

Kesiapsiagaan dan antisipasi manajemen Pertamina (Dewan Direksi dan Komisaris) sebagai BUMN Holding Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan sub holding PT. KPI ini patut dipertanyakan kinerja manajemen pengendaliannya pasca insiden kebakaran kilang Cilacap dan Balongan terdahulu.

Akankah, kebakaran kembali kilang Cilacap juga akan mengambil simpulan yang sama sebagaimana hasil penyelidikan tim investigasi kebakaran kilang Balongan dari 4 (empat) instansi independen eksternal, yang terdiri dari B2TKS, Pusat Penelitian Petir LAPI ITB, Ditjen Migas ESDM, dan dari luar negeri (asing) Net Norske Veritas (DNV), yaitu disebabkan oleh PETIR!?

Kedua, jika suatu peristiwa dari insiden kebakaran yang relatif sama waktu dan suasana kejadiannya, maka publik patut menuntut adanya proses akuntabilitas kinerja terhadap Dewan Direksi dan Komisaris Holding Pertamina dan sub holding PT. KPI, sebab adalah suatu ketidakwajaran kejadian berulang dengan tidak adanya perbaikan pengendalian atas resiko dan bahaya kebakaran dilingkungan tangki milik Pertamina ini.

Artinya kebakaran kilang ditengah musim penghujan merupakan suatu pola untuk menjustifikasi petir sebagai satu-satunya sumber penyebab terbakarnya kilang di satu pihak. Dipihak lain, seharusnya telah ada upaya antisipasi yang dilakukan Dewan Direksi dan Komisaris Pertamina pasca insiden kebakaran kilang Balongan sehingga kebakaran kilang Cilacap diharapkan tidak terjadi kedua kalinya kecuali memang ada faktor kesalahan atau kelalaian karyawan (human error) yang juga harus diselidiki secara tuntas, tidak hanya menimpakan pada lagi, lagi dan lagi sumbernya kepada PETIR.

Publik tentu tidak mudah percaya simpulan petir kembali menjadi hasil temuan meskipun logis atau rasional (make sense) dan menggunakan tim investigasi kembali, namun menanggapi sebuah insiden atau musibah yang dapat dikendalikan manusia jika tidak disediakan teknologi penangkal petir yang memadai, tentu saja tidaklah elok menjadikan petir sebagai alasannya, apalagi telah terdapat insiden kebakaran sebelumnya sebagai bahan pembelajaran (lesson learned) pihak dewan manajemen Pertamina.

Untuk itulah, meminta perhatian serius Presiden Joko Widodo atas kinerja buruk yang telah ditunjukkan oleh Kementerian BUMN, Kementerian ESDM beserta jajaran Direksi dan Komisaris Holding Migas BUMN Pertamina dengan mengevaluasi jabatan para pihak terkait  sebagai bentuk pertanggungjawaban publik. (*)

* Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

____________________________________________

Kolom Opini Balinesia.id dihadirkan untuk memberi ruang pada khalayak pembaca. Redaksi menerima tulisan opini dalam bentuk esai populer sepanjang 500-1000 kata yang membicarakan persoalan ekonomi, pariwisata, sosial, budaya, maupun politik, yang dapat dikirim ke email [email protected]. Isi tulisan di luar tanggungjawab redaksi.

Editor: Rohmat

Related Stories