Feature
Kabar Gembira! Pekerja Kini Tidak Wajib Jadi Peserta Tapera
JAKARTA, TRENASIA.ID - Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), program yang awalnya digadang-gadang sebagai solusi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk memiliki rumah, kini memasuki babak baru.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin, 29 September 2025, resmi mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. Dalam putusannya, MK menyatakan UU Tapera inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak dilakukan penataan ulang dalam waktu dua tahun ke depan.
“Mengadili, satu, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI Tahun 2016 No 56, tambahan lembaran NRI nomor 5863) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar ketua hakim MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 30 September 2025.
Tapera diperkenalkan dengan semangat menyediakan akses perumahan yang lebih adil. Melalui program ini, setiap pekerja, baik penerima upah maupun pekerja mandiri, wajib menyisihkan sebagian gajinya untuk ditabung. Iuran ditetapkan sebesar 3%, dengan komposisi 2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% ditanggung pemberi kerja.
Dana tersebut dikelola oleh Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) untuk kemudian dimanfaatkan dalam pembiayaan kepemilikan, pembangunan, atau perbaikan rumah. Secara konsep, Tapera dianggap bisa membuka jalan kepemilikan rumah bagi mereka yang kesulitan mengakses kredit pemilikan rumah (KPR).
Namun, dalam praktiknya, program ini justru memicu protes. Banyak pekerja mengeluhkan potongan gaji yang semakin mempersempit ruang nafkah, terutama di tengah kebutuhan hidup yang kian tinggi. Alih-alih menjadi tabungan sukarela, Tapera dinilai berubah menjadi pungutan wajib yang membebani.
Baca juga : Rekomendasi Saham Hari Ini: MEDC, UNTR, dan ADMR Jadi Pilihan Analis
MK: Tabungan Jangan Jadi Paksaan
Dalam sidang pembacaan putusan, MK menegaskan bahwa istilah "tabungan" yang melekat pada Tapera telah kehilangan makna aslinya. Tabungan, menurut MK, haruslah sukarela, sementara Tapera menjelma menjadi kewajiban yang memaksa.
"Pasal 7 Ayat (1) UU Tapera adalah pasal jantung yang mengatur kewajiban kepesertaan. Ketika pasal inti ini dinyatakan inkonstitusional, maka seluruh UU Tapera juga bertentangan dengan UUD 1945," demikian disampaikan Majelis Hakim Konstitusi.
MK juga menilai keberadaan Tapera menggeser peran negara dari penjamin pemenuhan hak perumahan rakyat menjadi sekadar pemungut iuran. Hal ini dianggap menyalahi prinsip negara kesejahteraan, apalagi bagi kelompok berpenghasilan rendah yang justru menjadi semakin terbebani.
Putusan MK memberikan napas lega bagi jutaan pekerja di Indonesia. Dengan dinyatakannya Undang-Undang Tapera sebagai inkonstitusional, kewajiban untuk menjadi peserta Tapera kini resmi tidak berlaku lagi, baik bagi pekerja penerima upah maupun pekerja mandiri.
Dampak langsung dari putusan ini adalah berhentinya pemotongan gaji sebesar 3% yang sebelumnya secara otomatis diterapkan. Artinya, para pekerja tidak lagi kehilangan sebagian dari penghasilannya untuk membayar iuran Tapera yang selama ini dinilai memberatkan.
Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menyampaikan apresiasi atas putusan MK yang membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Presiden KSBSI Eli Rosita Silaban menegaskan keputusan MK ini merupakan kemenangan penting bagi seluruh pekerja dan buruh Indonesia. “Putusan ini diambil secara bulat, tanpa ada satu pun hakim yang menyampaikan dissenting opinion. Artinya, aspirasi kami akhirnya benar-benar didengar,” ujar Eli Rosita dalam keterangannya.
KSBSI menegaskan perjuangan membatalkan UU Tapera bukanlah hal yang mudah. Sejak lama, buruh sudah menyampaikan aspirasi melalui berbagai cara. Hal itu mulai dari unjuk rasa, dialog sosial, hingga lobi politik dengan pemerintah dan DPR.
Namun, seluruh upaya itu tidak mendapat tanggapan serius. “Kami mengorbankan banyak tenaga, pikiran, dan biaya. Perjalanan ini tidak sebentar, sangat panjang, tapi kami percaya perjuangan ini adalah demi kepentingan rakyat,” tegas Eli.
Meski dinyatakan inkonstitusional, MK memberikan masa tenggang selama dua tahun. Artinya, DPR dan Pemerintah diberi kesempatan untuk menata ulang sistem Tapera. Jika dalam periode tersebut tidak ada perbaikan yang mendasar, maka Tapera akan otomatis kehilangan landasan hukum.
Pemerintah kini dituntut untuk merumuskan ulang konsep pembiayaan perumahan rakyat yang lebih adil, tidak membebani, dan tetap berpihak pada kelompok masyarakat yang kesulitan memiliki rumah.
Opsi yang bisa dipertimbangkan adalah mengubah skema dari wajib menjadi sukarela, atau mengintegrasikan Tapera dengan program perumahan dan jaminan sosial lain yang sudah ada.
Timeline Perjalanan Tapera
- 2016 – Pemerintah dan DPR mengesahkan UU No. 4 Tahun 2016 tentang Tapera.
- 2019 – Badan Pengelola Tapera (BP Tapera) resmi dibentuk untuk menghimpun dan mengelola dana peserta.
- 2021–2023 – Tapera mulai disosialisasikan secara luas, menuai kontroversi karena sifat kepesertaan yang wajib.
- 2024 – Kritik makin meluas, terutama dari serikat buruh dan pekerja mandiri yang menolak pemotongan gaji.
- 29 September 2025 – MK memutuskan UU Tapera inkonstitusional jika tidak ditata ulang dalam waktu dua tahun.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Muhammad Imam Hatami pada 30 Sep 2025
