Folklor Bali Aga dan Ainu Jepang Sama-sama Mengandung Nilai Tri Hita Karana

Tangkapan layar bedah buku "Cerita Rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang”. (Balinesia.id/ist)

Badung, Balinesia.id – Folklor atau cerita rakyat masyarakat Bali Aga dan Ainu Jepang ternyata mengandung nilai-nilai yang sama. Keduanya sama-sama menarasikan tata nilai yang jika di Bali dikenal sebagai Tri Hita Karana.

Pandangan tersebut dinyatakan akademisi Prodi Sastra Bali Universitas Udayana (Unud), Dr. I Wayan Suardiana dalam bedah buku “Cerita Rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang” karya akademisi Prodi Sastra Jepang Unud, Dr. Ida Ayu Laksmita Sari, Jumat, 4 November 2022. Bedah buku dari karya yang membawakan penulisnya meraih Nusantara Academic Award dari Nusantara Institute tersebut digelar UPT Perpustakaan Universitas Udayana.

“Kedua teks sastra yang dibandingkan dalam buku ini (Ainu Jepang dan folklore Bali Aga, red), menunjukkan kesamaan tata nilai dalam perbandingan konsep, yang di Bali disebut Tri Hita Karana. Persamaan dalam cerita ini dilihat sebagai jalan menemukan kehidupan yang lebih baik,” katanya.

Baca Juga:

Atas dasar adanya persamaan konsep tata nilai itu, Suardiana, menganjurkan agar upaya membaca dan mengkaji folklore terus dilakukan. “Lebih-lebih dalam membandingkan antarpulau, antarnegara, hingga antarbenua, agar menemukan nilai-nilai yang bermanfaat bagi peradaban manusia,” kata Suardiana.

Sementara itu, pembedah lainnya, Dr. I Made Sujaya, menilai bahwa kerangka pikir penulis dalam buku tersebut terfokus pada cerita rakyat dan kearifan lokal yang memiliki hubungan resiprokalitas atau kondisi saling mendukung dan menguatkan. “Cerita rakyat sebagai representasi masa lalu dihadirkan kembali di masa kini dalam semangat menemukan kembali kearifan lokal. Cerita rakyat merupakan representasi kolektif sekaligus ekspresi identitas,” kata akademisi Universitas PGRI Mahadewa Indonesia ini.

Ia melanjutkan, pemilihan objek cerita Bali Aga dan Ainu di Hokkaido merupakan pilihan menarik, sebab keduanya adalah penduduk asli di pulaunya masing-masing. “Penulis menggunakan perspektifnya sendiri ketika mendekati teks cerita rakyat. Karena penulis adalah orang Bali, maka menggunakan perspektif kearifan lokal Tri Hita Karana,yang bisa didiskusikan lagi lebih lanjut,” katanya.

Sujaya melanjutkan bahwa kesamaan nilai universal Tri Hita Karana yang tercitrakan dalam cerita rakyat masing-masing bukan karena satu etnik mempengaruhi etnik yang lain, namun karena memang mereka memiliki sistem kepercayaan, kesadaran dan pandangan hidup yang sama.

“Perbedaannya, dalam cerita Ainu alam sebagai representasi dewa bisa memberi ganjaran kepada manusia yang tidak menghormatinya, dalam cerita Bali Aga ganjaran bagi eksploitasi alam diberikan langsung oleh dewa atau Tuhan,” katanya.

Penerbitan buku "Cerita Rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang” berangkat dari disertasi berjudul “Kajian Komparatif Wacana Kearifan Lokal Cerita Rakyat Bali Aga dan Ainu Jepang”. Penulisnya, IA Laksmita Sari, berhasil mempertahankan kajian tersebut dalam proses meraih gelar doktor pada Konsentrasi Wacana Sastra, Program Studi Linguistik Program Doktor FIB Unud pada tahun 2019. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories