Energi Baru dan Terbaharukan, Ekonom: Insentif Harusnya Bukan ke Produsen

General Manager Unit Induk Wilayah NTB, Lasiran, mengungkapkan, energi tenaga surya serta energi terbarukan lain juga disiapkan untuk penyelenggaraan Motto GP bulan Maret 2022. (KSP)

Jakarta, Balinesia.id  - Dalam mendukung kendaraan ramah dan bersih lingkungan dalam kerangka gerakan energi hijau, baru dan terbaharukan (EBT) maka insentif diberikan seharunya tidak pada produsen.

Menurut Ekonom Konstitusi Defiyan Cori, menyatakan itu dalam menanggapi langkah pemerintah terkait pemberian insentif dalam mendukung energi baru dan terbarukan.

Terkait kendaraan ramah dan bersih lingkungan dalam kerangka gerakan energi hijau, baru dan terbaharukan (EBT), Maka haruslah dipahami perbedaan terminologi Insentif dan subsidi.

Lebih lanjut dijelaskan, insentif itu seharusnya pada harga jual bukan pada produsen nya sehingga minat masyarakat bisa digugah,

"Bukan untuk kemudahan produsen," kata Defiyan Cori menegaskan.

Kata Defiyan Cori, jika insentif diletakkan ke biaya promosi. maka itu artinya sama saja mensubsidi pengusaha.

"Terminologi insentif tidak masuk akal lagi" tandasnya.

Pada bagian lain, permasalahan utama dalam setiap pengambilan kebijakan publik di Indonesia saat ini, adalah para pelaku industri.

Termasuk pemilik korporasi juga bertindak sebagai pejabat pemerintahan, baik secara langsung maupun tidak langsung (insider trading).

Makanya, dalam setiap pengambilan keputusan sulit melepaskan dirinya dari konflik kepentingan.

"Apalagi dikaitkan dengan sistem politik dan pembiayaannya secara periodik, khususnya tahun 2024," demikian Defiyan Cori. ***


Related Stories