Dimentori Nyoman Tjandri, Komunitas Napak Tuju Rebut Atensi Penonton melalui Pementasan Arja "Raksadhanu"

Salah satu fragmen pentas Dramatari Arja Komunitas Napak Tuju yang berjudul "Raksadhanu". (Balinesia.id/istimewa)

Denpasar, Balinesia.id - Komunitas Napak Tuju menyuguhkan dramatari arja berjudul "Raksadhanu" dalam pentas PKB ke-44, di Taman Budaya Bali, Rabu, 22 Juni 2022 sore. Meski sempat mengaku grogi, komunitas arja yang dimentori seniman senior arja, Ni Nyoman Tjandri, berhasil merebut atensi penonton.

Antusiasme penonton tampak dari jumlah mereka yang menyemut di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali untuk menonton garapan komunitas dari Banjar Ubud Kaja, Desa Ubud, Kecamatan Ubud, Gianyar itu. Bahkan, Ketua TP PKK Bali yang juga seorang seniman, Ny. Putri Suastini Koster turut menonton pementasan yang berjalan selama 3,5 jam itu.

Ketua Komunitas Napak Tuju, Gede Agus Krisna Dwipayana, mengaku tidak menyangka bisa tampil di panggung sekaliber PKB. Bahkan, dia mengaku sempat gerogi hingga lupa pupuh gara-gara ditonton orang banyak.

“Jujur kami baru pertama kali pentas di PKB. Atas dorongan dan motivasi Ninik Tjandri (Ni Nyoman Tjandri, red) sebagai mentor utama kami, masih belum menyangka bisa sampai di tahap ini,” kata dia.

Baca Juga:

Dwipayana mengungkapkan pihaknya dibentuk sekitar tahun 2018 silam. Sejak saat itu, mereka digemleng khusus di bawah tangan Ni Nyoman Tjandri. Alhasil, mereka pun mampu melakonkan genre seni pertunjukan tradisi yang memadukan gerak tari, alunan gending, serta dibungkus narasi kisah itu. Bahkan, mereka pun sudah sempat beberapa kali ngayah menari arja di beberapa pura.

Pada akhirnya, dalam gelaran PKB ke-44 "Danu Kerthi Huluning Amreta", mereka punya momen untuk tampil di panggung bergengsi PKB. Pementasannya pun tidak lepas dari Ni Nyoman Tjandri. “Pada pentas di PKB kali ini Ninik Tjandri juga meminjamkan kami beberapa kostum beliau,” katanya.

Uniknya, di PKB mereka menerjunkan para seniman muda yang berusia antara 18-32 tahun. Dalam proses, layaknya anak muda mereka pun mengaku sangat fleksibel, untuk menghadirkan garapan tersebut. Sejumlah tantangan pun sempat menghadang, sebab seni dramatari arja memerlukan talenta untuk mengombinasikan tari, gending, dan kejelian mendengar tabuh.

"Kami latihan di mana saja. Kadang pas ngumpul-ngumpul, kadang di rumah Ninik. Untuk menghafal gending sebenarnya tidak terlalu lama. Tapi proses yang lama itu ketika sudah mulai mengombinasikan tari, gending, dan ketukan tabuh,” katanya.

Sementara itu, terkait lakon mereka menyajikan judil "Raksadhanu" yang menceritakan kesalahpahaman dua raja dari Kerajaan Amerta Pura dan Kerjaan Kertha Pura, yakni Prabu Surya Natha dan Prabu Praja Dimuka. Atas penjelasan dan nasihat Ki Dukuh Raksadhanu, mereka akhirnya berdamai dan diminta bersuci di danau bernama Danau Kumala Sari. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories