Daftar Pabrik yang Tutup Setahun Terakhir, Ribuan Pekerja Terdampak!

daftar-pabrik-yang-tutup-setahun-terakhir-ribuan-pekerja-terdampak
Daftar Pabrik yang Tutup Setahun Terakhir, Ribuan Pekerja Terdampak! (Dokumentasi Internal Sritex)

JAKARTA - Periode 2024 hingga awal 2025 menjadi masa sulit bagi industri nasional. Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal dan penutupan pabrik terus terjadi, memberikan dampak signifikan tidak hanya bagi ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga terhadap stabilitas perekonomian nasional.

Sejak awal 2024, jumlah perusahaan yang menghentikan operasional dan melakukan PHK terus meningkat. Sektor-sektor utama seperti tekstil, elektronik, otomotif, dan alas kaki menjadi yang paling terdampak oleh kondisi ini.

Ribuan pekerja terpaksa kehilangan sumber penghasilan mereka, sementara di sisi lain, pemerintah dan pelaku industri berupaya mencari solusi guna mencegah pelemahan ekonomi yang lebih dalam.

Gelombang PHK ini membawa konsekuensi yang luas, dengan meningkatnya angka pengangguran serta potensi perlambatan ekonomi nasional yang menjadi ancaman serius.

Faktor Penyebab PHK

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penutupan pabrik di Indonesia semakin meluas akibat berbagai tekanan ekonomi, baik dari faktor eksternal maupun internal. 

Penurunan permintaan global yang dipicu oleh perlambatan ekonomi dunia menyebabkan ekspor Indonesia mengalami kontraksi, terutama di sektor manufaktur yang bergantung pada pasar luar negeri. 

Tingginya biaya produksi, termasuk upah tenaga kerja, bahan baku, dan biaya energi, juga menjadi tantangan berat bagi industri dalam negeri untuk tetap kompetitif.

Di sisi lain, masuknya produk impor murah, yang semakin deras akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China, menekan industri lokal yang kesulitan bersaing dalam harga. 

Tidak sedikit perusahaan yang akhirnya memilih untuk merestrukturisasi bisnis atau bahkan memindahkan operasinya ke negara lain yang menawarkan insentif investasi lebih menarik, seperti Vietnam yang memiliki kebijakan perpajakan lebih ringan serta biaya produksi yang lebih rendah.

Beberapa perusahaan besar di Indonesia telah merasakan dampak langsung dari kondisi ini. PT Sritex dan PT Asia Pacific Fibers di sektor tekstil terpaksa menutup operasionalnya karena beban utang yang semakin berat serta lonjakan impor murah yang menggerus daya saing produk lokal. 

Di sektor elektronik, PT Sanken Indonesia memilih menghentikan produksi dan beralih fokus ke industri semikonduktor yang dianggap lebih prospektif. 

Sementara itu, PT Yamaha Music dan PT Tokai Kagu di sektor otomotif dan alat musik juga menghentikan produksi mereka di Indonesia, yang menunjukkan adanya pergeseran strategi bisnis perusahaan global. 

Tidak ketinggalan, PT Sepatu Bata, salah satu merek sepatu legendaris di Indonesia, harus menutup pabriknya akibat penurunan permintaan yang signifikan. 

Gelombang penutupan pabrik dan PHK ini tidak hanya berdampak pada sektor industri, tetapi juga menimbulkan efek domino terhadap tenaga kerja dan ekonomi domestik, termasuk meningkatnya tingkat pengangguran dan berkurangnya daya beli masyarakat.

Diperlukan langkah-langkah strategis dari pemerintah dan dunia usaha untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan serta memastikan keberlanjutan industri nasional.

Daftar Pabrik yang Tutup dan Jumlah PHK

Berikut adalah beberapa perusahaan yang menutup pabriknya dan melakukan PHK massal:

1. PT Sritex: Pailit, 10.665 karyawan di-PHK (Maret 2025).

2. PT Yamaha Music & Yamaha Indonesia: Produksi dialihkan, 1.100 karyawan di-PHK(Maret & Desember 2025).

3. PT Sanken Indonesia: Fokus ke semikonduktor, memPHK 457 karyawan (Juni 2025).

4. PT Asia Pacific Fibers: Lonjakan impor, memPHK 2.500 karyawan (November 2024).

5. PT Sepatu Bata: Permintaan turun, memPHK 233 karyawan (April 2024).

6. PT HungA: Pasar lesu, memPHK 1.500 karyawan (Februari 2024).

7. PT Cahaya Timur Garmindo: Pailit, memPHK 650 karyawan (Maret 2024).

8. PT Tokai Kagu: Daya saing turun, memPHK 195 karyawan (Maret 2025).

Gelombang PHK dan penutupan pabrik ini menjadi alarm bagi pemerintah dan pelaku industri untuk segera mengambil langkah strategis. 

Diperlukan sinergi antara kebijakan pemerintah, dukungan finansial, dan peningkatan kompetensi tenaga kerja agar industri nasional dapat bangkit dan bersaing di pasar global. 

Tanpa upaya serius, dampak jangka panjangnya bisa semakin parah, mengancam stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 03 Mar 2025 

Editor: Redaksi

Related Stories