Temu
Kamis, 26 September 2024 14:04 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA-Sebuah studi internasional menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan drastis dalam penggunaan media sosial yang "bermasalah" di kalangan anak muda.
Para peneliti sampai pada kesimpulan tersebut setelah mensurvei hampir 280.000 anak berusia 11, 13, dan 15 tahun di 44 negara.
Studi Perilaku Kesehatan pada Anak Usia Sekolah (HBSC) menemukan, rata-rata, 11% responden terlibat dengan media sosial dengan cara yang bermasalah pada tahun 2022. Dibandingkan dengan 7% pada tahun 2018. Inggris, Skotlandia, dan Wales semuanya mencatat angka di atas rata-rata tersebut.
Penulis laporan mengatakan temuan tersebut menimbulkan kekhawatiran mendesak tentang dampak teknologi digital terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan kaum muda Eropa.
Mereka mengatakan lebih banyak tindakan diperlukan untuk mempromosikan perilaku daring yang sehat.
"Penggunaan media sosial yang bermasalah paling umum terjadi pada remaja berusia 13 tahun - puncaknya terjadi pada fase awal remaja dan anak perempuan lebih cenderung melaporkan penggunaan media sosial yang bermasalah dibandingkan anak laki-laki," kata koordinator internasional studi tersebut, Dr. Jo Inchley, dari Universitas Glasgow dikutip BBC International Rabu 25 September 2024.
Dia mengatakan penelitian itu juga mengungkap seberapa banyak waktu yang dihabiskan anak muda untuk online. "Secara keseluruhan, dari keseluruhan penelitian, kami menemukan lebih dari sepertiga remaja melaporkan adanya kontak daring yang berkelanjutan dengan teman-teman dan orang lain," katanya.
"Itu berarti hampir sepanjang hari mereka terhubung secara daring dengan teman-teman dan orang lain."
Laporan tersebut tidak menyimpulkan bahwa seluruh waktu yang dihabiskan secara daring itu merugikan. Sebaliknya, remaja yang banyak menggunakan media sosial, tetapi tidak bermasalah, melaporkan dukungan teman sebaya dan hubungan sosial yang lebih kuat.
Namun bagi kelompok minoritas yang "bermasalah", penelitian menemukan bahwa penggunaan media sosial dikaitkan dengan gejala-gejala seperti kecanduan. Ini termasuk mengabaikan kegiatan lain demi menghabiskan waktu di media sosial.
Selain itu sering terjadi perdebatan tentang penggunaan, kemudian berbohong tentang berapa banyak waktu yang dihabiskan secara online. Gejala kecanduan lain adalah ketidakmampuan untuk mengendalikan penggunaan media sosial dan mengalami penarikan diri
Hal ini juga menyoroti kekhawatiran mengenai proporsi remaja yang dianggap berisiko mengalami "problematic gaming". Sesuatu yang menurutnya lebih berlaku pada anak laki-laki daripada anak perempuan.
Sebutan itu berlaku untuk 15% remaja di Inggris - proporsi tertinggi kedua di antara semua negara yang diteliti.
Proporsi rata-rata anak laki-laki yang melakukan game setiap hari adalah 46%, tetapi angka ini mencapai 52% di Inggris dan 57% di Skotlandia.
Dan anak laki-laki berusia 13 tahun di Inggris melaporkan tingkat sesi game panjang tertinggi, dengan 45% anak laki-laki seusia itu menunjukkan bahwa mereka bermain setidaknya empat jam pada hari permainan.
Studi ini telah diterbitkan oleh cabang Eropa dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Dr Hans Henri P Kluge, Direktur Regional WHO untuk Eropa mengatakan, temuan tersebut memperjelas bahwa media sosial dapat memiliki konsekuensi positif dan negatif bagi kaum muda.
Ia mengatakan perlu ada lebih banyak pendidikan literasi digital untuk membantu kaum muda mengembangkan pendekatan yang sehat terhadap dunia maya. Pemerintah, otoritas kesehatan, guru, dan orang tua semua harus memainkan perannya.
"Jelas kita memerlukan tindakan segera dan berkelanjutan untuk membantu remaja menghentikan penggunaan media sosial yang berpotensi merusak, yang telah terbukti menyebabkan depresi, perundungan, kecemasan, dan prestasi akademik yang buruk," katanya.
Ben Carter, Profesor Statistik Medis di Institut Psikiatri, Psikologi & Ilmu Saraf Inggris menggambarkan laporan tersebut sebagai gambaran bukti yang bergun". Namun, dia menegaskan sulit untuk menyetujui definisi dari apa itu “media sosial yang bermasalah”. Sehingga pengumpulan data mengenai hal tersebut menjadi tantangan. Meski begitu, ia mengatakan penelitian tersebut merupakan kontribusi yang valid terhadap basis bukti.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Amirudin Zuhri pada 26 Sep 2024
10 hari yang lalu
11 hari yang lalu