Bali
Minggu, 19 Maret 2023 08:57 WIB
Penulis:E. Ariana
Editor:E. Ariana
Denpasar, Balinesia.id – Anggota Tim Advokasi Peradah Bali, I Made Yogi Astawa, S.H., M.H., memandang tidak efektifnya standar kepariwisataan Bali menjadi biang keladi dari sejumlah pelecehan kawasan suci di Bali. Hal ini dinyatakannya dalam diskusi publik berjatuk “Investasi dan Tantangan Tata Kelola Bali Masa Depan” yang digelar di Denpasar, 18 Maret 2023.
Advokat muda ini menjelaskan, standar pelaksanaan pariwisata di Bali pada prinsipnya telah diatur dalam regulasi pemerintar berbentuk peraturan daerah (perda). Hanya saja, saat ini ia menyoroti pada praktiknya perda tersebut belum berjalan sebagaimana yang diharapkan, terlebih pada kawasan-lawasan suci.
“Pengelolaan pariwisata di Bali sudah diatur berdasarkan atas Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Kepariwisataan Budaya Bali sebagai dasar hukum pengelolaan pariwisata di Bali sejatinya telah mengatur hal-hal penting dalam standar pengelolaan pariwisata di Bali,” ucapnya dalam diskusi yang dipandu Koordinator Litigasi Tim Advokasi Peradah Bali, I Komang Wiadnyana, S.H., M.H.
Baca Juga:
Ia merinci beberapa standar yang sekiranya dapat menjadi perhatian pengelola pariwisata, antara lain ketersediaan informasi tentang kawasan suci yang dijadikan objek pariwisata seminimal mungkin dalam tiga bahasa serta ketersediaan pemandu yang akan menjelaskan objek pariwisata tersebut.
“Karena tidak ada informasi, maka jangan salahkan kemudian ada wisatawan yang masuk ke pura, padahal sedang haid. Bahkan beberapa kasus wisatawan sampai naik ke palinggih yang kita sucikan,” kata Koordinator Humas Tim Advokasi Peradah Bali ini.
Mengamati persoalan-persoalan tersebut, pihaknya berharap pengelolaan pariwisata di Bali ke depan dapat terus diupayakan menjadi efektif. Desa adat dinilai sangat berperan dalam hal itu. “Saat ini tidak efektif dan menimbulkan banyak pelanggaran-pelanggaran oleh wisatawan akibat tidak terpenuhinya standar penyelenggaran pariwisata yang sepatutnya dilaksanakan dengan baik,” tambahnya.
Baca Juga:
Sementara itu, narasumber lainnya, I Putu Oka Suyasa, S.H., M.H., menyinggung pengaturan kawasan suci dan kawasan tempat suci dalam persinggungannya dengan pariwisata. “Dalam hal pemanfaatan ruang ada aturan yang perlu dijadikan pedoman yaitu RTRW Provinsi Bali. Hal ini yang perlu diketahui adalah terkait batasan kawasan suci, batasan sawasan tempat suci, aktivitas, maupun kegiatan yang dapat dilaksanakan di sana,” katanya yang juga Sekretaris Tim Advokasi Peradah Bali.
Jebolan Magister Hukum Universitas Udayana ini menyebut, sebagaimana tertuang dalam dalam RTRW Provinsi Bali, aktivitas yang dapat dilakukan di kawasan suci terikat oleh sejumlah parameter yang bertujuan agar tidak mengurangi dan menghilangkan nilai-nilai kesucian kawasan.
“Itulah yang menjadi poin penting dalam pelaksanaan kegiatan pariwisata maupun investasi di Bali. Aktivitas atau kegiatan dalam investasi dan kegiatan pariwisata lainnya yang akan dilakukan harus jelas tidak akan mengurangi nilai-nilai kesucian kawasan,” kata dia.
Baca Juga:
Sebelumnya, Ketua Tim Advokasi Peradah Bali, Putu Suma Gita, S.H., M.H. menyatakan Tim Advokasi Peradah Bali ada untuk mengambil peran membantu umat untuk mencari keadilan. “Tim Advokasi Peradah Bali dibentuk dengan latar belakang masih banyaknya persoalan masalah hukum yang menimpa masyarakat adat Bali karena belum efektifnya layanan bantuan hukum, dengan dibentuknya Tim Advokasi Peradah Bali ini akan menjadi tempat bagi masyarakat adat Bali yang memerlukan pendampingan atau bantuan hukum secara cuma-cuma alias gratis,” katanya.
Layanan hukum Tim Advokasi Peradah Bali dapat diakses melalui platform media sosial Peradah Bali, antara lain pada Instagram DPP Peradah Bali di @peradahbali atau dengan menghubungi WhatApp Humas Tim Advokasi Peradah Bali pada 087860422834. jpd