Airlangga Hartarto
Jumat, 16 Agustus 2024 12:26 WIB
Penulis:Redaksi
Editor:Redaksi
JAKARTA – Baru-baru ini viral kabar terkait dugaan larangan berhijab bagi anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) 2024. Kabar tersebut muncul setelah tidak ada satu pun dari Paskibraka Putri yang dikukuhkan mengenakan jilbab.
BPIP yang bertanggung jawab atas Paskibraka Nasional, menerima kritik tajam dari ormas keagamaan Islam dan warganet akibat polemik tersebut. Yudian mengakui, ada aturan yang mewajibkan anggota Paskibraka perempuan melepas jilbab saat pengukuhan Paskibraka dan pengibaran bendera Merah Putih dalam upacara Kenegaraan.
Di samping itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati, menyesalkan dugaan larangan bagi anggota putri Paskibraka tingkat nasional mengenakan jilbab. Kurniasih berpendapat, dugaan larangan tersebut bertentangan dengan semangat perempuan Muslim Indonesia yang ingin menutup aurat dengan berbagai gaya tanpa menghalangi mereka untuk berprestasi.
“Untuk menerapkan ajaran agama, sudah banyak ide kreatif dikembangkan dalam berhijab. Ini malah kemunduran namanya jika ada larangan berjilbab di Paskibraka. Padahal tahun-tahun sebelumnya, Paskibraka berjilbab tidak jadi soal, bahkan pernah ada Paskibraka berjilbab yang membawa baki bendera pusaka,” ujarnya, dikutip dari Antara.
“Terakhir, jilbab tidak digunakan oleh Tim Paskibraka adalah saat masa orde baru. Artinya kalau kebijakan pelarangan ini hadir, kita mundur jauh ke belakang. Tidak ada korelasi berjilbab dianggap tidak bisa bertugas menjalankan kewajiban negara,” jelasnya.
Pengurus Pusat Purna Paskibraka Indonesia (PPI) menyayangkan soal petugas Paskibraka Nasional 2024 putri melepas jilbab. PPI mengungkapkan, ada 18 anggota Paskibraka putri yang dikirim dari berbagai daerah dan mengenakan jilbab.
“Padahal ada 18 dari utusan provinsi yang sejak awal mereka datang mengenakan jilbab. Makanya teman-teman dari provinsi juga pada protes semua, dan hari ini kita (pengurus pusat) menyatakan sikap,” kata Ketua Umum PP PPI Gousta Feriza dalam jumpa pers di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Rabu, 14 Agustus 2024.
PPI sangat menyesalkan kejadian ini karena merupakan pertama kalinya terjadi sejak BPIP mengambil alih pengelolaan Paskibraka pada tahun 2022. Sebelumnya, pengelolaan dan tanggung jawab program Paskibraka dipegang oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Yudian Wahyudi adalah seorang tokoh pendidikan. Ia lahir di Balikpapan pada 17 April 1960. Sebelum menjadi Kepala BPIP, ia menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Dia menyelesaikan pendidikan sarjananya di bidang peradilan agama UIN Sunan Kalijaga pada tahun 1987. Ia kemudian melanjutkan studi magisternya di jurusan Islamic Studies di universitas yang sama dan meraih gelar tersebut pada tahun 1993. Pada tahun 2002, ia memperoleh gelar doktor dalam bidang yang sama di McGill University.
Pendiri Tarekat Sunan Anbia Yogyakarta ini masih aktif mengajar di UIN Sunan Kalijaga. Pada tahun ajaran genap 2019/2020, ia mengajar tiga mata kuliah, yaitu Fikih Indonesia, Hermeneutika Islam, dan Teori Metodologi Hukum Islam.
Sepanjang kariernya, Yudian menulis berbagai artikel ilmiah yang membahas tema Islam kontemporer. Beberapa karya tulisnya meliputi Aliran dan Teori Filsafat Islam (1995), Hassan Hanafion Salafism and Secularism (2006), dan Berfilsafat Hukum Islam dari Harvard ke Sunan Kalijaga (2014).
Berikut beberapa kontroversi Yudian Wahyudi:
Pernyataan Yudian menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra dari berbagai pihak. Ia menyampaikan hal tersebut untuk melindungi ideologi mahasiswa dan mahasiswi UIN Kalijaga serta untuk mempermudah aktivitas sehari-hari.
Aturan tersebut tercantum dalam surat keputusan B-1031/Un.02/R/AK.00.3/02/2018 mengenai pembinaan mahasiswi bercadar yang dikeluarkan pada Februari 2018. Aturan ini memicu banyak protes dari berbagai pihak.
Yudian menjelaskan, UIN telah membentuk tim konseling untuk mendampingi mahasiswi yang mengenakan cadar dan akan menjalani proses pembinaan dalam tujuh tahapan. Setelah mendapatkan banyak kritik, pihak kampus akhirnya mencabut larangan penggunaan cadar pada 10 Maret 2018.
Pada Februari 2020, tak lama setelah dilantik sebagai Kepala BPIP, Yudian Wahyudi membuat pernyataan menyinggung benturan antara agama dan Pancasila. Ia menyatakan, ada kelompok yang mereduksi agama sesuai kepentingannya sendiri, yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Pernyataan kontroversialnya, “Si Minoritas ini ingin melawan Pancasila dan mengklaim dirinya sebagai mayoritas. Ini yang berbahaya. Jadi kalau kita jujur, musuh terbesar Pancasila itu ya agama, bukan kesukuan,”
Ucapan tersebut memicu kritik dari masyarakat dan menjadi bahan perbincangan di Twitter, di mana netizen membahas Pancasila dan mempopulerkan tagar #BubarkanBPIP. Berbagai organisasi, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI), NU, serta sejumlah politikus, mulai mengajukan pertanyaan mengenai pernyataan tersebut.
Politikus PKS Hidayat Nur Wahid menilai pernyataan Ketua BPIP tersebut sebagai radikal dan tidak sesuai dengan sejarah, mengingat Bung Karno dan Presiden Suharto tidak pernah menjadikan agama sebagai musuh Pancasila.
Akibatnya, Yudian memilih untuk berhenti memberikan pernyataan kepada media massa selama hampir setahun dan menunjuk seorang juru bicara sebagai penggantinya.
Di bawah kepemimpinan Yudian, BPIP mengadakan lomba penulisan artikel pada Agustus 2021 dengan dua tema, yaitu Hormat Bendera Menurut Hukum Islam dan Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam.
Lomba ini diadakan untuk memperingati Hari Santri Nasional 2021. Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo menjelaskan, tema tersebut dipilih untuk menyesuaikan Hari Santri dan menekankan pentingnya nilai-nilai keagamaan dalam konteks kecintaan terhadap tanah air.
Lomba ini juga menimbulkan polemik di berbagai kalangan. Ulama dari Sumatera Barat Anwar Abbas, memberikan kritik tajam dengan menyarankan agar BPIP dibubarkan. Ia menilai lembaga yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri tersebut kurang memiliki kepekaan sosial, terutama di tengah pandemi Covid-19.
Wacana untuk mengganti ucapan assalamualaikum dengan salam Pancasila, muncul dari wawancara Yudian dengan salah satu media online pada Februari 2020. Usulan ini sempat viral di media sosial, dengan adanya parodi yang menggantikan assalamualaikum dengan salam Pancasila, terutama setelah polemik pernyataan Yudian mengenai agama dan Pancasila.
Namun, pernyataan ini sebenarnya bukan merupakan usulan resmi BPIP, dan Yudian tidak menarasikan mengganti assalamualaikum dengan salam Pancasila. Sebaliknya, yang ingin disampaikan adalah terkait kesepakatan nasional mengenai penggunaan salam sebagai bentuk tanda dalam pelayanan publik, dalam hal ini, kalitannya adalah salam Pancasila.
“Salam Pancasila sebagai salam kebangsaan diperkenalkan untuk menumbuhkan kembali semangat kebangsaan, serta menguatkan persatuan dan kesatuan yang terganggu karena menguatnya sikap intoleran,” jelas Direktur Sosial, Komunikasi dan Jaringan BPIP Aries Heru Utomo.
Yudian pernah berencana memanfaatkan berbagai platform media sosial untuk menyebarluaskan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. Rencananya, platform yang akan digunakan meliputi Youtube, Blog, dan Tiktok pada awal tahun 2020.
“Pokoknya medsos yang sekarang digital lah. Digital mode ini kita pakai, sehingga nanti akan ada, ya termasuk Tiktok segala macam itu,” ujar Yudian dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Rencana tersebut kemudian menuai berbagai cibiran dari banyak pihak. Yudian menjelaskan, langkah itu diambil sebagai respons terhadap permintaan Presiden Joko Widodo, yang ingin BPIP lebih fokus pada generasi milenial.
Yudian mengungkapkan, Sukarno merupakan sosok umat Islam yang berhasil mencontohkan praktik politik lapangan, mirip dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
“Bung Karno itu adalah umat Islam yang paling berhasil meneladani politik lapangan Rasulullah, Nabi Muhammad pada waktu Makkah revolusi pertama tidak berdarah dalam sejarah. Bung karno memimpin bangsa Indonesia ini proklamasi tidak berdarah.”
Hal tersebut diungkap Yudian dalam diskusi Peringatan 61 Tahun Pidato Bung Karno di Sidang PBB, dalam YouTube Bamusi TV.
Yudian mengatakan, Bung Karno berhasil mewujudkan teori politik majemuk sebagaimana tercantum dalam Piagam Madinah. Selain itu, prestasi Sukarno lainnya adalah berhasil menyatukan seluruh kerajaan di Indonesia menjadi satu negara, yaitu NKRI.
Yudian pernah meloloskan disertasi mahasiswanya yang bernama Abdul Aziz saat masih menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga. Disertasi tersebut berjudul ‘Konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non-Martial.’
Disertasi tersebut memicu kontroversi karena pemahaman berbuat zina berupa melakukan hubungan intim di luar nikah diperbolehkan dalam Islam.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 15 Aug 2024
sebulan yang lalu