Feature
Studi Harvard: Cara Ajarkan Anak Berbisnis Sejak Dini
JAKARTA - Pernahkah terpikir bahwa jiwa bisnis bisa dikenalkan sejak anak berada di usia prasekolah? Hasil sejumlah riset internasional membuktikan, berwirausaha bukan semata-mata urusan mencari uang.
Lebih jauh, ini menjadi cara melatih fungsi eksekutif, membentuk kebiasaan finansial yang sehat, mengasah kemampuan mengambil keputusan, serta menanamkan etika sejak usia dini.
Harvard University’s Center on the Developing Child menyebut masa kanak-kanak sebagai fase emas untuk mengembangkan executive function, yakni keterampilan mengendalikan diri, fokus, serta merencanakan sesuatu. Semua ini menjadi pondasi penting bagi kemampuan mengambil keputusan bisnis di masa mendatang.
Studi dari Consumer Financial Protection Bureau (CFPB) juga menemukan literasi finansial terbentuk dari tiga komponen utama: kebiasaan dan norma uang, pengetahuan & keterampilan pengambilan keputusan, serta fungsi eksekutif. Semua itu mulai berkembang sejak usia prasekolah. Artinya, semakin awal anak dilibatkan dalam aktivitas bisnis sederhana, semakin besar peluangnya untuk memiliki perilaku finansial yang sehat di masa depan.
- Sektor Hijau Potensi Serap Tenaga Kerja, Tapi Belum Jadi Prioritas
- Saran Bill Gates: Beternak Ayam Bisa Jadi Mesin Cuan Keluarga Pas-pasan
- Dukung Ekonomi Lokal, Ini 5 Cara Anak Muda Bantu Sektor Informal
Dukungan Data Global: Anak & Literasi Finansial
Organisasi seperti OECD melalui riset PISA membuktikan bahwa remaja dengan literasi finansial yang baik lebih rajin menabung, pintar membandingkan harga, dan lebih bijak mengelola pengeluaran. Pendidikan kewirausahaan yang dirancang dengan pengalaman langsung (experiential learning) terbukti efektif membentuk keterampilan dan sikap wirausaha.
David Kolb, melalui Experiential Learning Theory, menjelaskan bahwa pembelajaran akan lebih kuat jika anak mengalami sendiri prosesnya—mulai dari mencoba, merefleksikan, memahami konsep, hingga menguji ulang. Dalam konteks bisnis, ini berarti memberi kesempatan anak untuk terjun langsung, bukan sekadar belajar teori.
Panduan Mengajarkan Bisnis Sesuai Usia
Mengajarkan bisnis ke anak tidak berarti memaksa mereka untuk menghasilkan uang. Fokus utamanya adalah membangun mentalitas wirausaha melalui aktivitas yang sesuai tahap perkembangan.
Usia 3–5 Tahun: Main Peran & Kebiasaan Dasar
Di tahap ini, yang terpenting adalah mengenalkan konsep pertukaran dan melatih kesabaran.
- Toko-tokoan: anak menjadi penjual mainan atau stiker, orang tua sebagai pembeli.
- Tiga toples uang: simpan, belanja, dan berbagi. Setiap minggu, anak memutuskan berapa yang masuk ke masing-masing toples.
Aktivitas ini melatih kontrol diri, pemahaman nilai, dan kebiasaan keuangan positif.
Usia 6–8 Tahun: Tugas Berbayar & Proyek Mini
Anak mulai diajak mengelola uang saku mingguan dengan catatan sederhana.
Buat jurnal “Masuk-Keluar” untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran.
Lakukan proyek kecil seperti menjual es lilin ke tetangga dengan pendampingan. Anak belajar menghitung modal, menentukan harga, dan menghitung laba.
Baca Juga: Zaman Sudah Berubah, Berikut Sederet Pekerjaan Hybrid untuk Anak Muda
Usia 9–12 Tahun: Mini-Startup Keluarga
Di usia ini, anak sudah bisa memahami konsep biaya, harga, dan keuntungan.
- Gunakan kanvas bisnis sederhana: produk, target pembeli, manfaat, biaya, promosi.
- Proyek 4–6 minggu seperti membuat sabun handmade atau komik digital.
- Setelah setiap tahap, ajak anak mengevaluasi apa yang berhasil dan apa yang perlu diperbaiki.
Usia 13–15 Tahun: Skala Lebih Besar & Tanggung Jawab
Remaja sudah bisa melakukan riset pasar, membuat laporan sederhana, dan memikirkan strategi promosi.
- Lakukan survei kecil ke teman atau keluarga tentang harga wajar.
- Gunakan media online dengan pengawasan orang tua.
- Buat laporan laba-rugi bulanan dan rencana perbaikan.
Kunci Sukses Mengajarkan Bisnis Sejak Dini
Agar pembelajaran bisnis pada anak berjalan efektif, ada beberapa prinsip penting yang perlu dipegang:
Fokus pada proses, bukan profit
Target utama adalah keterampilan, seperti berani berbicara dengan pelanggan atau membuat anggaran sederhana, bukan jumlah uang yang dihasilkan.
Gunakan siklus pembelajaran pengalaman
Terapkan metode “coba → refleksi → perbaikan” di setiap proyek.
Bangun kebiasaan finansial sehat
Misalnya selalu menyisihkan sebagian pemasukan untuk tabungan atau berbagi.
Jadilah role model
Anak belajar dari contoh nyata, termasuk cara orang tua membuat keputusan finansial.
Ajarkan etika dan keamanan
Semua aktivitas harus aman, sesuai usia, dan tidak mengeksploitasi anak. Lindungi juga privasi mereka, terutama jika aktivitas dilakukan secara online.
Contoh Proyek Bisnis Anak yang Seru & Edukatif
- Usia 6–8: Toko camilan sehat keluarga. Modal kecil, target penjualan sederhana, pencatatan manual.
- Usia 9–12: Studio kartu ucapan. Uji dua desain, survei kepuasan, revisi harga.
- Usia 13–15: Jasa foto produk tetangga. Gunakan peralatan keluarga, buat portofolio, dan laporkan hasilnya.
Semua proyek ini menanamkan keterampilan nyata: manajemen modal, komunikasi, kreativitas, dan tanggung jawab.
- Misteri Target Harga BBCA: Kenapa Dipangkas di Tengah Kinerja Solid?
- Mal Obral Diskon Siasati Fenomena Rohana-Rojali, Efektifkah?
- Badai Jangka Pendek MSCI Vs Visi Transformasi Hijau di Saham ADRO
Penutup: Bekal Seumur Hidup
Mengajarkan bisnis sejak dini adalah investasi jangka panjang dalam karakter, kebiasaan, dan keterampilan anak. Dengan pendekatan yang berbasis riset dari Harvard, OECD, hingga CFPB, orang tua bisa membimbing anak melewati proses belajar yang aman, menyenangkan, dan penuh manfaat.
Kalau kamu mau anak tumbuh dengan mental wirausaha, mulai dari hal kecil. Jadikan setiap proyek sebagai petualangan belajar yang seru—bukan tekanan. Ingat, tujuan akhirnya bukan melahirkan “pengusaha cilik” instan, tapi membekali mereka dengan keterampilan yang akan berguna seumur hidup.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.id oleh Idham Nur Indrajaya pada 17 Aug 2025
