Waspada! Inilah Berbagai Dampak dari Kelebihan Gula, Kulit Jadi Keriput

Waspada! Inilah Berbagai Dampak dari Kelebihan Gula, Kulit Jadi Keriput (Freepik)

JAKARTA, Balinesia.id - Lebaran biasanya dirayakan dengan menyantap berbagai makanan, termasuk suguhan makanan serta minuman manis. Akan tetapi Anda perlu memahami bahwa di balik nikmatnya konsumsi makanan atau minuman manis, ada berbagai risiko gangguan kesehatan yang mengintai.

Sebetulnya, gula secara alami ada di semua makanan yang mengandung karbohidrat, seperti sayuran, buah-buahan, dan produk susu. Meski begitu mengonsumsi makanan utuh yang mengandung gula alami tetap baik bagi tubuh.

Hal ini karena tubuh mampu mencerna makanan-makanan alami tersebut secara lambat, dan gula alami di dalam makanan utuh dapat memberikan pasokan energi yang stabil ke sel-sel tubuh.

Tidak hanya itu, asupan buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian juga telah terbukti mampu mengurangi risiko penyakit kronis, seperti diabetes, penyakit jantung, dan beberapa jenis kanker.

Namun, masalah kesehatan akan muncul ketika Anda mengonsumsi makanan dengan gula tambahan terlalu banyak, contohnya seperti gula yang ditambahkan ke produk makanan untuk meningkatkan rasa atau memperpanjang masa penyimpanan.

Seperti yang dilansir dari laman resmi Kemenkes, makanan seperti kue, kue kering, permen, jus buah, dan minuman ringan serta sebagian besar makanan olahan mengandung gula tambahan.

Tidak hanya itu, gula tambahan juga terdapat pada makanan yang ketika dikonsumsi rasanya tidak manis seperti sup, roti, daging yang diawetkan, dan saus tomat.

Dampak Konsumsi Gula Secara Berlebihan

Dampak yang paling umum terjadi akibat konsumsi gula berlebih adalah obesitas dan penyakit metabolik. Konsumsi makanan atau minuman yang mengandung tinggi gula juga dapat menambah berat badan.

Seperti yang dilansir dari Kemenkes, menurut Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, obesitas berisiko dua kali lipat menimbulkan penyakit serangan jantung koroner, stroke, diabetes melitus (kencing manis), dan hipertensi (tekanan darah tinggi).

Tidak hanya itu, penderita obesitas juga berisiko tiga kali lipat terkena batu empedu dan menimbulkan risiko terjadinya penyumbatan napas ketika sedang tidur. Obesitas turut berkontribusi pada meningkatnya lemak dalam darah dan asam urat serta menurunnya tingkat kesuburan.

Obesitas juga turut menjadi faktor risiko utama 85 persen pasien dengan diabetes melitus tipe 2, dan gangguan metabolisme kronis karena pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk mengendalikan jumlah glukosa dalam darah sebagai akibat dari konsumsi makanan tinggi gula.

Konsumsi makanan manis berlebihan juga dapat memicu proses glikasi yaitu ikatan yang terbentuk antara gula dengan protein atau lemak. Glikasi inilah yang menghasilkan senyaw berbahaya yang disebut produk akhir glikasi lanjutan atau AGEs, berupa protein atau lipid terglikasi.

AGEs tidak hanya menurunkan elastisitas kulit, tapi juga menumpuk pigmen, membuat kulit jadi keriput, menghancurkan pelindung kulit, menyebabkan kematian sel-sel yang berhubungan dengan sel kulit dan memicu peradangan. AGEs bahkan tidak dapat dipulihkan dan sulit untuk dimetabolisme.

Tingkat AGEs yang lebih tinggi terkait dengan mobilitas fungsional dan perkembangan demensia dalam satu tahun. Penelitian awal juga menunjukkan bahwa akumulasi AGEs pada kulit yang lebih tinggi terkait dengan gangguan mental, terutama depresi dan skizofrenia.

Oleh karena itu, penting untuk mengurangi asupan makanan yang mengandung AGEs, sehingga dapat memperbaiki hasil gangguan neurologis dan mental. 

Bahaya dari konsumsi makanan dan minuman manis memang tidak langsung dirasakan oleh tubuh. Akan tetapi, dengan membiarkan konsumsi makanan tinggi gula secara terus menerus justru akan merusak tubuh Anda.

Pastikan Anda mengurangi asupan makanan dan minuman manis, memperbanyak konsumsi air putih, memilih mengonsumsi buah yang segar atau beku sebagai camilan, berhenti konsumsi minuman soda, dan membatasi penggunaan gula putih, cokelat, sirup, atau madu sebagai pemanis.

Editor: Justina Nur Landhiani
Justina Nur Landhiani

Justina Nur Landhiani

Lihat semua artikel

Related Stories