Feature
Waspada COVID-19 di Singapura Naik Jadi 14 Ribu Kasus, Didominasi Varian Baru
SINGAPURA - Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) mencatat adanya peningkatan signifikan kasus COVID-19 selama sepekan terakhir. Dalam periode 27 April hingga 3 Mei 2025, jumlah kasus mingguan naik dari 11.100 menjadi 14.200. Lonjakan ini diduga disebabkan oleh menurunnya tingkat kekebalan masyarakat dan meluasnya penyebaran varian baru yang kini menjadi varian dominan.
Data MOH mencatat, rata-rata harian pasien rawat inap akibat COVID-19 juga mengalami peningkatan, dari sebelumnya 102 pasien menjadi 133 pasien. Meski demikian, rata-rata pasien di unit perawatan intensif (ICU) justru menurun, dari tiga menjadi dua pasien per hari. MOH menegaskan kapasitas rumah sakit saat ini masih memadai untuk menangani lonjakan kasus.
"Rumah sakit saat ini mampu mengelola peningkatan kasus,” jelas MoH kala memberikan keterangan resmi, dikutip Jumat, 16 Mei 2025.
- Ini Dia Musisi Indonesia Ini Jadi Salah Satu Penulis Album Terbaru Jin BTS
- BRI Apresiasi Nasabah Loyal, Serahkan Hadiah di BRImo FSTVL 2024
- Catat! Ini Syarat dan Cara Daftar Pinjaman KUR BRI 2025
Dua varian yang kini paling banyak ditemukan di Singapura adalah LF.7 dan NB.1.8, yang merupakan subvarian dari JN.1. Keduanya mencakup lebih dari dua pertiga dari kasus COVID-19 yang telah diurutkan secara lokal.
Kendati demikian, belum ditemukan indikasi bahwa varian-varian tersebut lebih mudah menular atau menyebabkan gejala yang lebih berat dibandingkan varian sebelumnya.
MOH memperkirakan bahwa gelombang COVID-19 akan terus terjadi secara berkala sepanjang tahun, seiring dengan dinamika imunitas masyarakat dan evolusi virus. Meski demikian, vaksinasi masih terbukti efektif dalam mencegah gejala parah dan menekan risiko rawat inap.
“Seperti halnya penyakit pernapasan endemik lainnya, gelombang COVID-19 berkala diperkirakan terjadi sepanjang tahun,” tambah lembaga tersebut.
Pemerintah Singapura kembali mengimbau masyarakat, terutama kelompok berisiko tinggi, untuk memperbarui vaksinasi mereka. Imbauan ini ditujukan kepada warga lanjut usia (60 tahun ke atas), individu dengan kondisi medis yang rentan, serta penghuni fasilitas perawatan jangka panjang. Petugas kesehatan dan individu yang tinggal atau bekerja bersama kelompok rentan juga dianjurkan untuk mengikuti vaksinasi rutin.
MOH juga mengingatkan masyarakat untuk tetap mematuhi langkah-langkah pencegahan seperti memakai masker saat sakit, menjaga kebersihan tangan, dan tidak pergi ke tempat umum jika merasa tidak sehat. Pemerintah menekankan pentingnya tanggung jawab pribadi dan sosial dalam menghadapi pandemi yang belum sepenuhnya usai.
Kenapa Covid 19 Bisa Berbahaya?
COVID-19 menjadi penyakit mematikan karena menyerang sistem pernapasan, terutama paru-paru. Virus SARS-CoV-2 masuk melalui saluran napas dan menempel pada reseptor ACE2 yang banyak ditemukan di paru-paru.
Hal ini dapat menyebabkan peradangan serius seperti pneumonia dan gangguan pertukaran oksigen, yang pada kondisi berat berkembang menjadi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Ketika paru-paru kehilangan kemampuan menyerap oksigen, pasien dapat mengalami gagal napas yang berujung pada kematian.
Selain itu, pada sebagian pasien, sistem kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan terhadap infeksi virus. Kondisi ini dikenal sebagai cytokine storm, yaitu pelepasan besar-besaran protein sitokin yang justru merusak jaringan tubuh sendiri.
- Ketidakhadiran Putin di Turki Membuat Perundingan Ukraina Jadi Kacau
- Kasus Chandra Asri Tunjukkan Lemahnya Kepastian Hukum Investasi di Daerah
- Pasca-Disatroni Kadin, Proyek Candra Asri Alkali di Cilegon Tetap Dilanjutkan
Peradangan hebat ini dapat menyerang paru-paru, ginjal, jantung, dan organ vital lainnya sehingga memicu kegagalan organ multipel yang fatal. Mekanisme inilah yang membuat COVID-19 lebih berbahaya dibanding flu biasa.
COVID-19 juga meningkatkan risiko pembekuan darah atau trombosis secara tidak normal. Gumpalan darah ini bisa menyumbat pembuluh di paru-paru (emboli paru), otak (stroke), atau jantung (serangan jantung).
Risiko ini menjadi lebih tinggi pada pasien yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung, atau obesitas. Pada kelompok ini, sistem imun biasanya sudah lemah dan organ tubuh dalam kondisi rentan sehingga infeksi virus memperparah kerusakan yang ada.
Tak hanya selama masa infeksi, COVID-19 juga meninggalkan efek jangka panjang yang dikenal sebagai Long Covid. Gejalanya berupa sesak napas berkepanjangan, kelelahan ekstrem, gangguan otak, serta masalah pada jantung dan ginjal.
Komplikasi ini bisa berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan lebih, dan pada beberapa kasus meningkatkan risiko kematian di kemudian hari. Kombinasi serangan akut dan dampak jangka panjang inilah yang membuat COVID-19 menjadi ancaman kesehatan global yang sangat serius.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 16 May 2025