Ternyata Begini Cara IKN Lindungi Satwa Langka, Ini Desain Koridor Ekologisnya

Ternyata Begini Cara IKN Lindungi Satwa Langka, Ini Desain Koridor Ekologisnya (Dok/KLHK)

JAKARTA – Insiden tragis tertabraknya anak gajah oleh sebuah truk di Malaysia, yang disusul dengan rekaman video menyayat hati sang induk, menjadi viral dan memicu perhatian luas di media sosial, baik di Malaysia maupun Indonesia.

Di tengah suasana berduka ini, organisasi lingkungan Rimba Watch menyuarakan kritik terhadap proyek pembangunan jalan tol di Malaysia yang dinilai berpotensi membahayakan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut.

Kejadian ini mencerminkan tantangan serupa yang dihadapi Indonesia, terutama dalam proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Meskipun IKN diusung sebagai kota hutan berkelanjutan dan simbol peradaban baru yang harmonis dengan alam, proyek ini juga membawa potensi ancaman serius terhadap kelestarian satwa liar di kawasan tersebut.

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kawasan sekitar IKN merupakan habitat bagi lebih dari 3.800 spesies flora dan fauna. Beberapa di antaranya tergolong langka dan terancam punah, seperti bekantan (Nasalis larvatus), pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), dan kucing merah (Catopuma badia). 

Keberadaan spesies-spesies ini menjadi penanda pentingnya menjaga keseimbangan ekologis di tengah masifnya pembangunan.

Koridor Satwa: Jalur Aman di Tengah Proyek Strategis

Untuk menjamin keberlangsungan hidup satwa liar, pemerintah melalui Otorita IKN (OIKN) menetapkan dua jenis koridor satwa: koridor alami dan koridor buatan. Keduanya berfungsi menjaga konektivitas antarhabitat yang terdampak pembangunan infrastruktur.

Aturan tersebut, Merujuk Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2022 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional IKN 2022–2042, pengembangan koridor satwa dilakukan dengan pendekatan pemulihan fungsi konservasi hutan, penguatan konektivitas antarhabitat, serta pembangunan destinasi ekowisata tanpa mengganggu pergerakan satwa liar.

Asal tahu saja, koridor alami terbentang di bagian utara dan selatan wilayah IKN. Di utara, koridor Gunung Parung menghubungkan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Samboja dengan Hutan Lindung Beratus. 

Sementara di selatan, jalur koridor menghubungkan Taman Hutan Rakyat Bukit Soeharto dengan Hutan Lindung Sungai Wain. Meski berada di luar batas administratif IKN, kedua bentang alam ini memiliki nilai konservasi tinggi dan berfungsi penting sebagai jalur perlintasan satwa liar.

Koridor buatan, di sisi lain, dirancang sebagai respons terhadap fragmentasi habitat akibat pembangunan jalan tol menuju IKN. Dua segmen utama yang menjadi fokus integrasi koridor ini adalah segmen 3B (KKT Kariangau–Simpang Tempadung) dan segmen 5A (Simpang Tempadung–Jembatan Pulau Balang), yang ditargetkan rampung pada akhir 2024.

Koridor buatan ini mengadopsi dua tipologi utama: underpass (terowongan bawah tanah) dan overpass (jembatan hijau). Keduanya dirancang menyerupai habitat alami, agar satwa seperti orangutan, bekantan, beruang madu, dan macan dahan dapat melintas dengan aman dan minim stres.

Desain koridor disusun melalui kolaborasi antara KLHK, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta berbagai LSM nasional dan internasional. Pendekatan ini bertujuan memastikan konservasi berjalan seiring dengan pembangunan infrastruktur tanpa mengganggu kehidupan liar.

Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, OIKN juga tengah menyusun Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati, yang akan menjadi pedoman utama dalam pengelolaan spesies dan habitat di sekitar IKN. 

Fokus saat ini diarahkan pada penyusunan rencana pengelolaan spesifik untuk lutung merah dan pesut Mahakam, dua spesies kunci dalam ekosistem Kalimantan Timur. Dukungan terhadap pentingnya koridor ekologi juga datang dari kalangan akademisi.

Guru Besar Biologi Konservasi Universitas Indonesia, Jatna Supriatna, menegaskan bahwa Kalimantan Timur memiliki tingkat biodiversitas tertinggi di Kalimantan. “Banyak hasil penelitian yang menyebut hal itu,” ujarnya beberapa waktu lalu. 

Pembangunan IKN bukan hanya soal gedung pencakar langit dan konektivitas jalan tol. Lebih dari itu, ini menyangkut bagaimana manusia hidup berdampingan dengan alam. Keberadaan satwa endemik menjadi indikator nyata dari keberhasilan visi kota berkelanjutan yang diusung IKN. Menjaga mereka berarti menjaga masa depan ekologis Indonesia.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Alvin Bagaskara pada 17 May 2025 

Editor: Redaksi
Bagikan

Related Stories