September 2022 Inflasi Bali 0,54 Persen, Secara Bulanan Lebih Rendah dari Nasional

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho (Balinesia)

Denpasar,Balinesia.id - Provinsi Bali mencatat Inflasi pada bulan September 2022 sebesar  0,54% (mtm) secara bulanan lebih rendah dari nasional.

Hanya saja secara tahunan inflasi tahunan 6,84% (yoy) Provinsi Bali lebih tinggi dari nasional.

Mengacun rilis BPS Provinsi Bali, pada September 2022 Provinsi Bali mengalami inflasi sebesar  0,54% (mtm) atau 6,84% (yoy).

"Secara bulanan inflasi Bali lebih rendah dari inflasi nasional sebesar 1,17%  (mtm), namun secara tahunan masih diatas nasional (5,95%, yoy), " ungkap Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho dalam keterangan tertulis Selasa (4/10/2022).

Inflasi bulanan Provinsi Bali yang lebih 
rendah dari nasional tersebut tidak terlepas dari upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan 
Kabupaten/Kota di Bali untuk mendorong penurunan harga kelompok volatile foods (terutama komoditas 
hortikultura).

Juga pada second round effect terhadap harga komoditas kelompok core inflation.

Lebih rinci, Trisno Nugroho menyebutkan, kelompok administered price (AP) mengalami lonjakan inflasi sebesar 6,88% (mtm),  lebih tinggi dari bulan sebelumnya sebesar 0,31% (mtm).

Tekanan inflasi bersumber kenaikan harga  BBM non subsidi per 3 September 2022, kemudian kenaikan tarif angkutan antar kota, bahan bakar rumah  tangga, rokok kretek filter, dan rokok putih.

Di sisi lain, komponen yang menahan laju inflasi adalah tarif  angkutan udara seiring dengan tren penurunan harga minyak global serta menurunnya permintaan tiket  pesawat seiring dengan penurunan aktivitas penerbangan domestik pada Bulan September dibandingkan  bulan sebelumnya.

Lanjut Trisno Nugroho, kelompok core inflation tercatat mengalami deflasi sebesar -0,14%, berbalik arah  dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,54% (mtm).

Deflasi pada  kelompok tersebut dipengaruhi menurunnya permintaan canang sari sejalan dengan berkurangnya  intensitas upacara keagamaan.

Di sisi lain, tekanan deflasi tertahan naiknya harga kue kering berminyak 
seiring dengan kenaikan harga tepung terigu.

Lebih lanjut, kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -3,33% (mtm), lebih tinggi  dibandingkan deflasi pada bulan sebelumnya sebesar -3.74% (mtm).

Deflasi volatile food terutama didorong  oleh penurunan harga bawang merah, tomat, dan cabai merah seiring dengan masih berlangsungnya musim  panen di sentra produksi (Kab. Bangli).

Selain itu, deflasi juga bersumber dari penurunan harga minyak  goreng seiring tren penurunan harga CPO global dan penurunan harga daging ayam ras akibat  tingginya impor Day Old Chicken (DOC) beberapa bulan yang lalu.

Namun demikian, laju deflasi kelompok  volatile foods tertahan oleh kenaikan harga beras akibat berakhirnya musim panen dan curah hujan yang  tinggi.

Pada Oktober 2022, Provinsi Bali diprakirakan mengalami inflasi, namun lebih rendah dibandingkan  bulan sebelumnya. Tekanan inflasi diprakirakan bersumber dari dampak lanjutan kenaikan harga BBM,

Trisno Nugroho menambahkan, kenaikan harga beras seiring berakhirnya musim panen, serta kenaikan harga ikan akibat 
tingginya curah hujan dan gelombang laut.

TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali senantiasa melakukan koordinasi untuk melakukan  pemantauan harga dan pasokan, penyelenggaraan operasi pasar secara intensif, peningkatan Kerja sama  Antar Daerah (KAD) untuk memenuhi pasokan.

Selain itu, penambahan anggaran dari Biaya Tak Terduga (BTT)  APBD untuk program pengendalian inflasi di Provinsi Bali.  ***

Editor: Rohmat
Bagikan

Related Stories