Budaya
Sejak Abad ke-11, Hukum Hindu Sudah Jadi Pegangan Memerintah Raja-raja Bali Kuno
GIANYAR – Kesejahteraan rakyat suatu negara sangat ditentukan oleh cara memimpin para pemimpinannya. Di Bali, sejak masa Bali Kuno berabad-abad yang lalu, para pemimpin ternyata telah berpegang pada kitab-kitab kepemimpinan Hindu dalam mengelola pemerintahan negara.
“Prasasti-pasasti Bali Kuno yang terbit setelah abad ke-11 Masehi menyebut secara eksplisit sumber hukum Hindu seperti Uttarawidhi Balawan dan Manawakamandaka sebagai rujukan memimpin negara,” ungkap Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana (FIB Unud), Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A., dalam Rembug Sastra Ubud Royal Weekend “Raja Niti dalam Kepemimpinan Bali” di Museum Puri Lukisan, Ubud, Sabtu (14/11/2020) lalu.
Ia menjelaskan, keberadaan kitab hukum Hindu Uttarawiddhi Balawan dapat dilihat melalui paparan Prasasti Sawan C yang sama dengan Prasasti Blantih C. Prasasti ini berangka tahun 1020 Saka atau 1098 Masehi yang dikeluarkan oleh Raja Sakalendukirana. Sementara itu, Prasasti Buwahan D yang berangka tahun 1103 Saka atau 1181 Masehi pada masa pemerintahan Raja Jayapangus menyebut keberadaan kitab Manawakamandaka.
“Kitab Manawakamandaka juga disebut dalam Prasasti Tumbu yang berangka tahun 1247 Saka atau 1325 Masehi dari masa Raja Sri Bhatara Mahaguru juga menyebut keberadaan kitab Manawa Sanghyang Kamandaka,” tambahnya.
Berdasarkan data yang ditemukannya, guru besar yang juga sempat menjabat sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana ini berpendapat bahwa raja-raja yang memerintah Bali antara abad ke-11 hingga abad ke-14 telah mengenal, memahami, dan mempraktikkan hukum Hindu.
“Pengetahuan terhadap hukum Hindu oleh raja-raja Bali Kuno sekaligus sebagai sumber kekuatan dan kekuasaannya dalam memerintah dan mempraktikkan hukum di masyarakat, sehingga ini mencerminkan relasi kuasa dan pengetahuan, serta penerapan hukum Hindu oleh raja-raja pada masa Bali Kuno,” katanya.
