Respons Dunia yang Kronis, Pameran ‘’Diorama Cronic’’ Hadir hingga 20 Januari 2021

Salah satu karya yang dipamerkan dalam pameran seni rupa "Diorama Cromatic"

GIANYAR – Sebelas orang perupa ambil bagian dalam pameran seni rupa "Diorama Cromatic" di Rumah Paros, Jalan Margapati, Banjar Palak, Sukawati, Gianyar. Pameran yang dibuka dari 30 Desember 2020 hingga 20 Januari 2021 itu hadir sebagai respon para perupa atas pandemi Covid-19 yang tak kunjung usai.

Mereka yang berpameran adalah I Kadek Rudiantara (Aboet ), Made Astika Yasa, Putu Adi Suweca (CYX Daeng), I Kadek Dedy Sumantra Yasa, Ito Joyo Atmojo, I Gede Made Surya Darma, I Made ‘’Lun’’ Subrata, I Made Surata, I Ketut Putrayasa, I Gusti Made Wisatawan, dan Raden Bagus Surya Ningrat. Karya yang ditampilkan beragam, mulai dari lukisan, patung, hingga seni instalasi.

Founder Rumah Paros, Made “Kaek” Dharma Susila, mengatakan, tema "Diorama Cronic" memang diambil sebagai respons dari situasi dunia yang sudah kronis karena pandemi Covid-19. Diorama sendiri diartikan sebagai benda miniatur tiga dimensi untuk menggambarkan suatu pemandangan atau suatu adegan.

"Kronis biasanya banyak dipakai dalam istilah kedokteran, menunjukkan kondisi atau sifat penyakit yang telah lama terjadi. Pada kondisi ini, penyakit bersifat persisten dan biasanya telah berdampak pada beberapa sistem tubuh," katanya dalam pameran yang dibuka penganat seni, Agus Maha Usadha.

Berpijak pada tema yang mengikat pameran tersebut, para seniman pun menghadirkan karya-karyanya yang artistik. Ito Joyoatmojo membuat katya bertema makanan dengan microdetail. Seniman Indonesia yang lama tinggal di Swiss ini berupaya mengantarkan pesan tentang pentingnya makanan bagi masyarakat dunia dalam kondisi yang sulit seperti saat ini.

Selanjutnya, I Kadek Dedy Sumantra Yasa menampilkan karya gitar bass yang dibuat dengan satu senar. Makna yang dihadirkan karya tersebut bahwa dalam kondisi sulit seperti sekarang satu-satunya laku yang dapat ditempuh adalah berserah pada Tuhan.

Lukisan abstrak dihadirkan Made "Lun" Subrata. Secara visual, karyanya menggambarkan pulau yang sesak dengan kehidupan, namun di sisi lain ada cahaya. Pesan yang ingin disampaikan bahwa di masa yang sulit seperti sekarang jalan terang masih ada untuk kita bertahan hidup.

Sementara itu, Buyung Mentari, merespons pameran tersebut dengan lukisan batik yang berbentuk abstrak, menyimbulkan tidak menentunya masa depan oleh pandemi. Sedangkan, I Ketut Putrayasa menampilkan karya instalai berukuran 1,5 meter.

Karya performatif dihadirkan I Gede Made Surya Darma. Pada pameran tersebut, ia menyajikan karyanya yang berupa foto dengan judul ‘’Blind in Paradise’’.

Made Surata hadir dengan lukisan yang menampilkan kejayaan buah vanila. Ia yang juga seorang petani berupaya menyampaikan ingatan masa silam tentang kejayaan buah vanilla Bali yang disebut sebagai emas hijau. Melalui karyanya ia ingin menyampaikan kegelisahannya bahwa vanili Bali sudah mulai langka, perlu dibudidayakan untuk menopang kehidupan petani.

Selanjutnya, I Kadek Rudiantara (Aboet), Made Astika Yasa, Putu Adi Suweca (CYX Daeng ) I Gusti Made Wisatawan, Raden Bagus Surya, merespons pameran tersebut dengan karya lukisan menggunakan mix media. Mereka rata-rata merespons kondisi dunia yang dilanda pandemi Covid-19.

Lebih jauh, Made “Kaek” menyatakan apresiasinya pada semangat para perupa yang memamerkan karyanya dalam pameran tersebut. Ia menjelaskan, Rumah Paros yang dibangun 20 tahun silam merupakan ruang seni yang dibangun berdasarkan konsep arsitektur tradisional Bali, Asta Kosala Kosali. Bale Daja di Rumah Paros yang biasanya digunakan untuk menerima tamu, olehnya difungsikan sebagai ruang berkesenian. Sebab, seni dan budaya sebagai dasar hospitality sangat penting dilestarikan.

‘’Saya menyambut baik semangat teman seniman yang begitu tinggi, di tengah kondisi pandemi. Mereka ikut mempersiapkan pameran ini secara kilat yang digagas I Kadek Dedy Sumantra Yasa. Kami memfasilitasi ruangnya sebagai tempat untuk menampilkan karya kreatifnya. Tentu dengan segala keterbatasan di masa pandemi ini. Kami harapkan semua pengunjung menerapkan protokol kesehatan dengan 3 D—memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak, menimbang kasus Covid-19 masih melanda dunia,’’ katanya yang juga pelaku pariwisata ini.

Menghadapi tantangan ke depan, pihaknya juga terus mendorong seniman untuk selalu bersemangat. Seniman harus terus berupaya memperkaya kegiatan seni dan budaya di Indonesia melalui jalur kesenian. ‘’Sebab, itu merupakan panggilan batin kalian, salah satu dengan membuat karya seni. Kita membuat legacy dalam hidup ini,’’ katanya.

Bagikan

Related Stories