Penurunan Harga Cabai dan Bawang Merah Dorong Terjadinya Deflasi di Bali

Kepala BI Bali Trisno Nugroho menilai PPKM merupakan pil pahit tapi akan menyembuhkan (Humas BI Bali)

Denpasar, Balinesia.id - Adanya penurunan harga cabai merah hingga bawang merah mendorong terjadinya deflasi di Provinsi Bali.

Mengutip rilis BPS Provinsi Bali pada Oktober 2022, Provinsi Bali mengalami deflasi sebesar -0,05% (mtm) atau 6,99% (yoy).

Deflasi volatile food terutama didorong penurunan harga cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah seiring dengan masih berlangsungnya musim panen 
dan program Operasi Pasar yang dilaksanakan oleh TPID Kabupaten/Kota seluruh Bali.

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mengungkapkan, deflasi terjadi tidak terlepas dari upaya Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali untuk menjaga stabilitas harga kelompok volatile food.

"Kemudian, mengurangi dampak second round effect kenaikan harga BBM terhadap komoditas kelompok core inflation," ungkapnya dari keterangan tertulis.

Secara disagregasi, kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar -2,00% (mtm), lebih rendah  dibandingkan deflasi pada bulan sebelumnya sebesar -3.33% (mtm).

Lanjut Trisno Nugroho, deflasi volatile food terutama didorong penurunan harga cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah seiring dengan masih berlangsungnya musim panen  dan program Operasi Pasar yang dilaksanakan oleh TPID Kabupaten/Kota seluruh Bali.

Selain itu, deflasi juga bersumber dari penurunan harga daging ayam ras dan telur ayam ras akibat tingginya impor Day Old Chicken (DOC) periode yang lalu dan penurunan harga pakan ternak.

Namun demikian, laju deflasi kelompok volatile food tertahan  oleh kenaikan harga beras seiring dengan penurunan produksi padi dan kenaikan harga pupuk nonsubsidi.

Selanjutnya, kelompok administered prices (AP) mengalami inflasi sebesar 0,60% (mtm), lebih rendah dari  6,88% (mtm) pada bulan sebelumnya. Kenaikan harga bensin (Pertalite, Pertamax) pada tanggal 3 September 2022 menyebabkan rata-rata harga pada Oktober 2022 sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya

Meningkatnya jumlah wisatawan hingga berakhirnya masa panen produk holtikultura diprediksi bakal memicu inflasi di Provinsi Bali pada bulan November tahun 2022

Trisno Nugroho menjelaskan, Pada November 2022, Provinsi Bali diprakirakan mengalam tekanan inflasi yang mengikuti pola historis tahunan.

"Terutama disebabkan perkiraan peningkatan jumlah wisatawan, berakhirnya musim panen  hortikultura yang mengakibatkan turunnya ketersediaan pasokan," ungkap Trisno Nugroho dari keterangan tertulisnya Rabu (2/111/2022)

Trisno Nugroho melanjutkan, dampak lanjutan kenaikan harga BBM, serta kenaikan harga beras akibat berakhirnya musim panen dan kenaikan harga pupuk juga bakal mendorong  inflasi di bulan ini.

Sementara, tekanan inflasi tertahan akibat menurunnya harga kue kering berminyak seiring dengan kenaikan harga tepung terigu.

Sejauh ini, TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali senantiasa melakukan koordinasi  melakukan pemantauan harga dan pasokan, penyelenggaraan operasi pasar secara intensif.

Selain itu, peningkatan Kerjasama Antar Daerah (KAD) khususnya antara Perumda Kabupaten di Bali untuk memenuhi pasokan, serta pemanfaatan anggaran dari Biaya Tak Terduga (BTT) APBD untuk program pengendalian inflasi di Provinsi Bali.

Ditambahkan Trisno Nugroho, tekanan inflasi juga bersumber dari kenaikan tarif angkutan udara, angkutan antar kota, dan tarif kendaraan roda 4 online  yang mengalami efek domino dari kenaikan harga BBM.

Sementara itu, kelompok core inflation tercatat mengalami inflasi sebesar 0,24%, berbalik arah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,14% (mtm).

Inflasi pada kelompok tersebut dipengaruhi kenaikan permintaan canang sari sejalan dengan meningkatnya intensitas upacara keagamaan. ***

Tags Bank IndonesiaBagikan

Related Stories