Penggunaan KTP Tidak Akan Efektif Untuk Subsidi

Berdasarkan Peraturan Gubernur terakhir telah ditetapkan bahwa HET LPG 3 Kg di tingkat pangkalan adalah 18 ribu. (Humas Pemprov Bali)

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) akan menerapkan kartu identitas penduduk untuk membatasi penggunaan alokasi subsidi, tepatkah metode ini? Tentu saja tidak, karena KTP hanya sebuah kelengkapan administrasi sebagai tanda penduduk memiliki identitas pada suatu wilayah. 

Jika, maksud alokasi subsidi untuk menahan laju kelebihan kuota (over quota) konsumsi Bahan Bakar Minyak dan Gas (BBM) bersubdi dengan tujuan agar tepat digunakan oleh kelompok yang berhak, maka bukan KTP solusinya melainkan subsidi langsung kepada kelompok penerima manfaat.

Banyak alternatif cara yang dapat dijalankan agar penyimpangan alokasi subsidi lebih minimal terjadi, yaitu pemberian langsung tunai, menggunakan voucher, menempatkan penyalur khusus BBM subsidi, baik itu LPG, solar maupun pertalite. 

Selain itu, mengefektifkan program digitalisasi yang telah dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pertamina adalah pilihan (opsi) yang tambah memperkuat ketepatan sasaran penerima subsidi migas. 

Penggunaan KTP, tidak saja akan melemahkan dukungan kartu-kartu yang berasal dari gagasan Presiden saat kampanye dulu, alih-alih akan menambah bentuk lain penyimpangan alokasi subsidinya.

Ditambah lagi tidak adanya sebuah bentuk penghargaan dan sangsi (reward and punishment) yang tegas dalam peraturan dan per-Undang-Undangan yang berlaku. Jelas akan terjadi kongkalikong antara pejabat pemerintah dan pengusaha.

Untuk itulah, Presiden Joko Widodo harus memberikan perhatian penuh atas kebijakan penggunaan KTP untuk alokasi dan distribusi subsidi BBM dan LPG jika ingin berakhir masa jabatan dengan aman dan nyaman. (*)

* Defiyan Cori, Ekonom Konstitusi alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 

Tags Defiyan CoriBagikan

Related Stories