Pamacekan Agung, Kukuhkan Dharma dalam Tindakan

DENPASAR - Pamacekan Agung yang diperingati setiap Senin atau Soma Kliwo Wuku Kuningan dalam tradisi Hindu Bali memiliki posisi yang sangat strategis dalam peningkatan mutu kehidupan manusia. Secara filosofis, hari suci yang jatuh tepat lima hari setelah Galungan dan lima hari sebelum Kuningan ini merupakan momentum mengukuhkan keberadaan dharma dalam kehidupan.

Pada hari ini, umat Hindu akan memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Parameswara. Kepada entitas tersebut manusia memohon agar keseimbangan semesta dapat terus dijaga. 

"Pamacekan Agung adalah hari suci sebagai momentum memuja Sang Hyang Parameswara, yang pesannya agar dharma dapat selalu dilakukan dengan tekun. Dalam situasi Covid-19, paling tidak kita dituntut kembali ke dalam diri tapasya, dana, dan yadnya menjadi perilaku keseharian dan menjaga kehidupan kita sehari-hari dalam tindak," kata Ida Rsi Putra Daksa Yaksa Manuaba, Senin (21/09/2020).

Lebih jauh, sulinggih yang ketika walaka dikenal sebagai Agus Indra Udayana, menjelaskan dua ajaran Mahatma Gandhi, yakni abhaya atau tidak takut dan sarirasrama atau kerja fisik sangat relevan dilakoni untuk memaknai Pamacekan Agung.

Prinsip abhaya secara praktis dari pemikiran dapat digunakan untuk menghadapi pandemi Covid-19. Abhaya menekankan bahwa keberanian hendaknya dapat menjadi awal dari setiap tindakan. Sahabat atau musuh, cahaya atau kegelapan, ringan atau susah, hendaknya tidak membuat hati menjadi lemah dan tidak berdaya.

"Rasa berani, tidak takut baik terhadap virus maupun konsekuensi yang ditimbulkannya sangat diperlukan menghadapi pandemi Covid-19. Orang sering berkata bahwa virus tidak membuatnya takut, tetapi mereka sebagian besar takut jika perekonomiannya menurun karena berbagai alasan. Oleh karena itu, Gandhi menekankan bahwa apapun konsekuensi yang ditimbulkan hendaknya tidak perlu takut," ucapnya.

Sementara itu, sarirasrama atau prinsip kerja fisik maksudnya bukan sekadar kerja fisik, melainkan kerja dengan seluruh perhatian dan kesadaran. "Mahatma Gandhi mengajak untuk kembali ke dasar, kemudian melompat melampaui kesadaran biasa. Sarirasrama secara fisik bisa dimaknai sebagai upaya meningkatkan kreativitas diri dengan mengedepankan kualitas kebugaran fisik," terangnya.

Sementara itu, lanjut Ida Rsi Manuaba, secara psikis sarirasrama bermakna memaksimalkan pola pikir yang mengarah pada tujuan, terutama ketahanan pangan di tengah pandemi Covid-19. Konteks spiritualnya tentu senantiasa mengiringi dimana setiap orang diajak untuk fokus dan total, sehingga setiap tindakan dalam sarirasrama tersebut menjadi karma yoga.

Bagikan
Bambang Susilo

Bambang Susilo

Lihat semua artikel

Related Stories