Menyelamatkan Garuda Indonesia, Mempertahankan Jalur Udara Nasional

Ilustrasi/ Maskapai Garuda Indonesia

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) kebanggaan dan alat persatuan bangsa, yaitu Garuda Indonesia sedang didera masalah sangat berat dan didera krisis keuangan dengan usaha atau bisnis yang terus merugi. Akibat permasalahan itu, maka Bursa Efek Indonesia (BEI) memberhentikan (suspend) sementara perdagangan saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.

Pemberhentian ini terjadi disebabkan oleh perseroan menunda pembayaran kupon sukuk globalnya pada perdagangan Hari Jumat, 18 Juni 2021 disaat harga saham Garuda Indonesia berkode emiten GIAA diperdagangkan di level Rp 222. Atas dasar itulah, kemudian Garuda Indonesia menghentikan perdagangan saham di BEI tersebut.

Paling tidak, ada 2 (dua) alasan penghentian perdagangan saham tersebut, Pertama, Surat PT. Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (Perseroan) No. GARUDA/JKTDF/20625/2021 tanggal 17 Juni 2021 perihal Laporan Informasi atau Fakta Material Penundaan pembayaran Jumlah Pembagian Berkala (“Kupon Sukuk”) atas US$ 500.000.000 Trust Certificate Garuda Indonesia Global Sukuk Limited (“Sukuk”).

Yang kedua, Surat Perseroan No. GARUDA/JKTDF/20593/2021 tanggal 3 Juni 2021 perihal Laporan Informasi atau Fakta Material Pengumuman Penundaan Pembayaran Garuda Indonesia Global Sukuk Limited Trust Certificate. Perseroan telah menunda pembayaran Jumlah Pembagian Berkala Sukuk yang telah jatuh tempo pada tanggal 3 Juni 2021 dan telah diperpanjang pembayarannya dengan menggunakan hak kelonggaran waktu (grace period) selama 14 hari, sehingga jatuh tempo pada tanggal 17 Juni 2021. Hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada keberlanjutan usaha perseroan milik negara ini.

Mencermati perkembangan masalah keuangan tersebut, khususnya terkait penundaan pembayaran sukuk perseroan, maka sudah sangat mendesak dan penting bagi pemangku kepentingan (stakeholders) menyelamatkan operasional maskapai kecintaan rakyat Indonesia dengan alasan-alasan yang mendasar.

Pertama, Garuda Indonesia adalah harta kekayaan (asset) bangsa dan negara yang tidak hanya bernilai ekonomis, tapi juga kesejarahan yaitu alat perjuangan kemerdekaan bangsa saat kolonialisme Belanda.

Kedua, mskapai Garuda Indonesia selama ini adalah moda transportasi yang menghubungkan jalur udara nusantara dari sabang sampai merauke dan simbol perekat persatuan bangsa dan negara.

Ketiga, Garuda Indonesia selama ini juga digunakan sebagai moda transportasi penunjang perjalanan antar negara yang membawa misi diplomatik, perdamaian, kerjasama ekonomi dan perdagangan dan sarana penting dalam membawa calon jama'ah haji Indonesia ke Mekah.

Keempat, pengelolaan Garuda Indonesia sebelum terjadi pemecahan saham negara (stock split) melalui penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO) dimasa Menteri BUMN Dahlan Iskan, tercatat pada tanggal 11 Februari 2011 dengan harga penawaran saat itu Rp750 per lembar dan dana terkumpul sejumlah Rp4.751.803.500.000 serta berkinerja cukup baik dengan berbagai penghargaan internasional yang juga telah diperoleh.

Namun, pasca penjualan saham negara di pasar Bursa Efek Indonesia (BEI), Garuda Indonesia justru malah berkinerja buruk diantaranya disebabkan oleh adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan-keputusan strategis (mismanagement).

Selain itu, Negara yang diwakili oleh pemerintah sebagai pemegang saham tidak lagi dominan mempengaruhi meskipun  mayoritas, dan banyak aksi korporasi yang dilakukan jajaran Direksi dan Komisaris beririsan dengan kepentingan perdagangan terselubung (insider trading) para korporasi lain, individu dan asing pemilik saham 39,45%, dan porsi saham Negara menjadi hanya  60,54% saja. (*)

* Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori


Related Stories