Feature
Menguak Penyebab Daya Saing Mall Kelas Bawah Kini Mulai Tertinggal

JAKARTA - Kinerja pusat perbelanjaan, khususnya mall, mengalami tekanan pada kuartal pertama tahun 2025, terutama di segmen menengah ke bawah. Berdasarkan data dari Colliers Indonesia, tingkat okupansi mall di segmen ini hanya mencapai sekitar 50 persen.
Menurut Ferry Salanto, Senior Associate Director Colliers Indonesia, angka tersebut tertinggal cukup jauh dibandingkan dengan mall kelas atas yang masih mampu mempertahankan tingkat okupansi hingga 90 persen. Ia menjelaskan bahwa lemahnya daya saing mall kelas bawah disebabkan oleh kurangnya inovasi dalam konsep serta variasi tenant yang ditawarkan.
“Mall-mall konvensional yang tidak melakukan revitalisasi performanya menurun. Sementara mall premium tetap stabil karena menawarkan konsep hiburan yang menarik dan tenant yang beragam,” katanya dalam Media Briefing Colliers secara virtual pada Senin, 14 April 2025.
- Dirut BRI Hery Gunardi Resmi Jabat Ketua Umum PERBANAS 2024–2028
- Beli iPhone 15, 16, atau Tunggu 17? Simak Dulu Plus Minusnya
- Jajanan Indonesia Terbaik 2025 Menurut TasteAtlas, Ada Siomay Sampai Sate Padang
Ia menambahkan, kondisi ekonomi yang masih tidak stabil juga membuat pelaku ritel menahan ekspansi. Banyak tenant memilih mengoptimalkan toko yang sudah ada ketimbang membuka cabang baru.
Ferry menjelaskan harapan tetap ada lewat konsep hiburan dan leisure. Beberapa mall mulai menghadirkan atraksi seperti kebun binatang digital, trek go-kart, dan pengalaman interaktif lain untuk menarik pengunjung. Konsep ini diyakini efektif menggaet impulse buyer yang datang untuk hiburan namun akhirnya melakukan pembelian.
Dari sisi tarif sewa, mall premium dan menengah atas tetap mampu mempertahankan harga karena daya beli segmen pengunjungnya lebih kuat. Sementara itu, mall kelas menengah ke bawah harus lebih fleksibel dalam menawarkan harga sewa agar tetap kompetitif.
Jika dibandingkan dari kuartal I 2025 dengan kuartal IV 2024, tarif sewa masih terpantau stabil di kuartal 1-2025, Rp564,187 di Jakarta, Rp389,589 di BoDeTaBek.
Namun beberapa pusat perbelanjaan telah memperhitungkan kenaikan biaya pemeliharaan di kuartal I 2025 ini. Di Jakarta, biaya pemeliharaan tumbuh sekitar 2%, di BoDeTaBek sekitar 3%, masing-masing tercatat Rp 156,734 dan Rp131,277 pada kuartal 1-2025.
Disisi lain Ferry juga mencatat, pasokan baru di Jakarta pada kuartal ini datang dari proyek Agora Lifestyle, dengan beberapa proyek ritel besar lainnya masih dalam tahap konstruksi hingga 2026.
Meski ekspansi tenant masih terbatas, pemilik mall diperkirakan akan terus mengandalkan diversifikasi hiburan dan program loyalitas untuk menjaga trafik dan okupansi.
Imbas Trump tariff dan Efisiensi Pemerintah
Ferry melanjutkan dari pasar ritel pengenaan tarif tambahan oleh Amerika diharapkan dapat mendorong produksi lokal dan mengurangi ketergantungan pada produk impor. Dengan pengenaan tarif tambahan di Asia yang lebih tinggi dari Indonesia,diharapkan arus investasi dapat meningkat seperti sektor tekstil, sepatu, dan barang konsumsi.
"Sehingga dapat menciptakan lapangan kerja baru terbuka dan daya beli masyarakat meningkat. Lebih jauh akan memberikan dampak pada kinerja penjualan ritel dan tingkat hunian mal,"katanya.
Menurut Ferry, meskipun belum banyak, beberapa retailer terutama F&B telah membuka gerai pertamanya di Indonesia. Artinya, pasar Indonesia masih menjanjikan untuk ekspansi. Diharapkan kerja sama terkait regulasi dari pemerintah dapat terus mendorong lebih banyak retailer asing untuk masuk ke Indonesia.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 15 Apr 2025
Berita Sebelumnya
Catat! Ini Syarat dan Lokasi Rumah Subsidi untuk Driver Ojol dan Wartawan
Berita Selanjutnya